Kala hujan reda dan bianglala menyapa mata Kau menoleh lalu sedikit bercerita tentang waktu, hari dan kesempatan.
Lalu setelahnya, kau pun tertawa renyah seolah semuanya baik-baik saja. Meski tak tahu kau kenapa, hatiku terasa lebih damai melihatnya.Â
Aku memang enggan menanyakan sebab kau yang sedemikian rupa, bukan karena tak peduli dirimu kenapa, hanya saja aku tahu jika terkadang perlu memberi celah.
Dan akupun percaya, kau akhirnya tetap kan berbagi kisah namanya juga rumah, tempat kau berkeluh kesah, juga tempat terakhir kau berada setelah lama berkelana dan akhirnya lelah.
Di negeri di atas awan,
Kau yang sedikit berangan-angan.
Tentang mu yang sangat ingin menapaki dunia, saat kaupun ingin diam di rumah saja.
Hening, kau hembuskan nafas gusrahmu kemudiannya.
Sempat ingin aku mengutarakan saran, namun saat kata hendak menjadi ucapan, warasku kembali datang mengusir keinginan yang penuh ego.
Keinginan kau tuk memilih tetap berdiam, bahkan sekalipun kau tidak berkembang.