Mohon tunggu...
Damar Juniarto
Damar Juniarto Mohon Tunggu... Akademisi, aktivis, pembicara bidang Demokrasi Digital, Kebijakan Digital, dan Kecerdasan Artifisial.

Dosen UPN Veteran Jakarta, konsultan untuk Badan Penasihat Kecerdasan Artifisial PBB, pendiri KONDISI (Kelompok Kerja Disinformasi di Indonesia) dan PIKAT Demokrasi (Pusat Inovasi Kecerdasan Artifisial dan Teknologi untuk Demokrasi), serta pendiri/pengawas SAFEnet (Southeast Asia Freedom of Expression Network) linktr.ee/damarjuniarto

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengurai Biji Kopi Indonesia: Centhini, Multatuli, sampai Gaya Hidup Masa Kini

4 Juni 2014   22:27 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:20 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film ini dijahit dengan rapi, baik gambar maupun narasi. Secara naratif, film ini berjalan mulai dari mengikuti Thamar Becks, perempuan kelahiran Belanda yang memiliki darah Madura, yang datang ke Indonesia untuk melacak asal usulnya. Kemudian berpindah-pindah, meminjam isi pikiran seorang antropolog Pujo Semedi Hargo Yuwono dari Fakultas Kesenian dan Sastra Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta untuk mengangkat persoalan pada kopi ada keringat dan kerja keras bangsa kita, lalu ke Toni Wahid pendiri Cikopi.com yang rajin menulis tentang kopi dan ingin berbagi supaya orang Indonesia tidak kehilangan one of the best thing in the world, dan sejumlah narasumber lain yang telah dipilih Budi Kurniawan dengan riset yang matang.

Namun Budi Kurniawan memang tampak betul sedang bernarasi tunggal. Ia tidak mengambil kisah para tengkulak kopi atau suara korporasi yang memenjara apresiasi rasa mayoritas bangsa Indonesia sehingga hanya bisa merasakan ampas kopi dengan jagung sebagai ‘kopi yang enak’, atau kafe yang mematok harga tinggi padahal kopi itu sendiri berasal dari negeri sendiri. Ia selektif bercerita sehingga sebetulnya film berdurasi 65 menit ini menjadi begitu pendek untuk menceritakan apa saja yang ada dalam 300 tahun sejarah biji kopi di Indonesia. Dan Budi Kurniawan tidak salah. Ia memang bukan sejarawan. Ia adalah sutradara yang berupaya mengapresiasi kopi lebih daripada sekedar duduk-duduk cantik di kafe masa kini, ia telah menggali banyak, dan tidak mau terjebak pada blunder kisah yang barangkali membosankan bila dituturkan lebih panjang.

Film dokumenter “Biji Kopi Indonesia” ini saya pikir merupakan dokumenter yang cukup komprehensif mengangkat kekayaan pangan Indonesia. Ia menjawab tantangan jaman yang digerus oleh arus lupa kolektif. Oleh karenanya, film ini layak mendapat pujian.

[dam]

Sumber foto: still foto Budfilm dari situs bijikopiindonesia.com

Trailer film “Biji Kopi Indonesia” besutan Budi Kurniawan. Produksi: Perum Produksi Film Negara (PFN), BudFilm, Traffic Production, GoodNews Film, didukung oleh Saga Pictures, MataJitu dan PintuKecil Lab.

Resensi saya atas The History of Java“Jawa di Mata Raffles”

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun