Membangun peradaban dengan dialog dan diskusi. Orang-orang pintar dan tokoh politik, serta akademisi dan pengusaha tentu juga ikut ambil bagian dalam mengisi ruang dialog yang digelar Smart Discuss di studionya, Kuraitaji, Kota Pariaman.
Dipandu seorang host dari anak muda aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dialog ini semakin mantap dan mengasyikan tentunya. Tergantung nantinya oporan bola, ibarat main bola di lapangan yang dimainkan seorang host.
Sebagai seorang Ketua Persatuan wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman, Sabtu (24/4/2021) saya diminta oleh pemilik Smart Discuss, Zeki Aliwardana mengisi jadwal dialog siang sehabis Zuhur.
Dia menyampaikan itu, saat ketemuan di acara Jonh Kenedy Azis di RM Sambalado, Kuraitaji, Jumat. Sehabis buka puasa bersama, Zeki langsung menawarkan agar saya bisa dialog di Smart Discuss.
Lalu, pembicaraan senja usai buka itu dimantapkannya lewat pesan singkat, sehingga saya pun tak lagi bisa mengelak. "Oke, saya datang Zeki," jawab saya sekenanya.
Banyak hal yang dibicarakan soal pers, jurnalistik dan wartawan. Sesuai desakan dan penggalian pertanyaan yang dilakukan host.
"Soal senior, saya sebenarnya sih belum terbilang senior di dunia wartawan Piaman," kata saya.
Hanya saja, kata saya, oleh sebagian kawan-kawan, saya selangkah didahulukan dan seranting ditinggikan untuk memimpin organisasi wartwan, PWI di Padang Pariaman dan Kota Pariaman ini. Dan jabatan itu habis tahun ini, karena mulai tahun 2018 lalu. Untuk kabupaten dan kota masa bakti PWI itu hanya tiga tahun.
"Situasi dan perkembangan media saat ini menuntut masyarakat lebih cerdas lagi. Kalau dulu, kehadiran media membuat masyarakat cerdas. Sekarang, sebelum menikmati sajian media, masyarakat harus cerdas dan pintar," ulas saya.
Betapa tidak. Tiap sebentar sileweran informasi yang masuk ke jejaring sosial kita, dan ruang pribadi kita yang kadang-kadang susah dicerna. Sering masyarakat terjeabk oleh berita bohong dan adu domba, yang jelas-jelas dilarang dalam kaedah jurnalistik itu sendiri.
Dulu, sebelum berita itu terbit, ada empat lapisan. Mulai dari wartawan lapangan atau reporter, terus naik ke redaktur, terus ke redaktur pelaksana, baru ada persetujuan Pemred untuk naik atau tidak sebuah naskah berita.