Pendidikan kewarganegaraan juga perlu ditingkatkan untuk mendidik pemilih tentang mekanisme sistem daftar tertutup dan pentingnya platform partai serta demokrasi internal partai. Terakhir, penetapan mekanisme peninjauan berkala untuk sistem pemilu dapat digunakan untuk menilai kinerjanya dan membuat penyesuaian yang diperlukan berdasarkan dampak yang diamati.
Menuju Demokrasi yang Matang dan Presidensialisme yang Kokoh
Ambang batas parlemen, pada hakikatnya, adalah sebuah instrumen rekayasa institusional yang memiliki daya ganda yakni, ia dapat menyederhanakan lanskap politik demi stabilitas, namun di saat yang sama berpotensi menggerus hak representasi dan kedaulatan rakyat.
Menjelasan di atas yang disajikan telah menunjukkan bahwa ambang batas parlemen di Indonesia, meskipun dimaksudkan untuk stabilitas, belum secara konsisten mencapai tujuan penyederhanaan jumlah fraksi dan justru menghasilkan "suara terbuang" yang signifikan, merusak representasi demokratis.
Interaksi antara PT dan sistem proporsional daftar terbuka secara tidak sengaja telah mendorong politik uang, mengorbankan kualitas representasi dan legitimasi sistem presidensial yang "kuat.
Putusan Mahkamah Konstitusi adalah momentum emas bagi Indonesia untuk melakukan reformasi elektoral yang lebih substantif. Keputusan tersebut bukan sekadar mengubah angka ambang batas, melainkan mendesain ulang arsitektur pemilu secara menyeluruh.
Pergeseran yang diusulkan ke sistem proporsional daftar tertutup, ditambah dengan reformasi internal partai yang kuat (transparansi, meritokrasi, konvensi), merupakan jalur strategis untuk memperkuat sistem presidensial dengan mendorong partai politik yang lebih kohesif, akuntabel, dan didorong oleh ideologi.
Pendekatan komprehensif ini bertujuan untuk membangun sistem presidensial yang tidak hanya kuat secara kelembagaan, tetapi juga kokoh dalam legitimasi demokratisnya, yang mampu merepresentasikan segenap aspirasi rakyat, bukan hanya suara-suara yang lolos dari saringan elektoral yang kian ketat.
Sebagaimana pernah diungkap "politik tanpa hukum itu zalim, sedangkan hukum tanpa politik itu lumpuh" (Mulyana W. Kusumah, 1988). Dalam konteks ambang batas parlemen, maka kebijakan hukum harus berlandaskan pada rasionalitas politik yang sehat, bukan sekadar kepentingan sesaat atau kompromi yang mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi.
Hanya dengan demikian, demokrasi Indonesia dapat mencapai kematangan yang sesungguhnya, di mana stabilitas pemerintahan dapat berjalan seiring dengan keadilan representasi dan kedaulatan rakyat yang utuh.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI