Mohon tunggu...
Disisi Saidi Fatah
Disisi Saidi Fatah Mohon Tunggu... Blogger

Cendekia Al Azzam - Penyuka warna biru yang demen kopi hitam tanpa gula | suka mengabadikan perjalanan melalui tulisan untuk dikenang di kemudian hari | Suka Buku dan Film

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Kehilangan Melahirkan Keteguhan: Inspirasi dari Para Single Mom

6 September 2025   18:15 Diperbarui: 8 September 2025   13:27 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah nggak kamu ngebayangin gimana rasanya mengasuh anak seorang diri? Harus bangun pagi-pagi, menyiapkan sarapan, mengantar anak sekolah, lalu berangkat kerja atau menjalankan usaha demi keberlangsungan hidup.

Lalu, pulang dalam keadaan lelah, tapi masih harus memeriksa PR anak, mendengarkan keluh kesah mereka, dan memastikan semuanya baik-baik saja.

Itulah kenyataan yang dihadapi para orang tua tunggal, atau sering kita sebut single parent. Mereka memikul dua peran sekaligus: sebagai pencari nafkah dan pengasuh utama. Seorang ayah atau ibu yang harus berdiri di garda terdepan, tanpa pasangan yang biasanya menjadi sandaran.

Berat? Sudah pasti. Tapi di balik berat itu, ada keteguhan hati yang kadang sulit kita bayangkan kalau tidak menyaksikannya sendiri.

Saya pribadi bukan seorang yang sudah menikah, apalagi menjadi orang tua. Namun, saya punya tetangga yang membuat saya sering merenung tentang arti perjuangan seorang single mom.

Sebut saja Lastri, seorang janda dengan dua anak. Suaminya meninggal ketika anak-anaknya masih kecil - yang sulung baru duduk di bangku SD, yang bungsu masih balita. Usianya saat itu pun masih muda.

Bayangkan, di saat luka kehilangan pasangan belum juga kering (sembuh). Tapi, dunia memaksa untuk bangkit dan menata hidup kembali guna menjalankan tanggung jawab besar yang telah menanti. 

Hari-hari pertama tentu bukan hal mudah. Tapi kini, setelah bertahun-tahun, saya melihat buah dari keteguhan hatinya. Anak sulungnya sekarang sudah SMA, anak bungsunya pun tumbuh dengan sehat dan cerdas.

Dari jasa laundry kecil-kecilan yang ia rintis, kini ia bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, bahkan menabung. Belum lama ini, ia berhasil membeli sebidang tanah untuk masa depan anak-anaknya.

Yang membuat saya benar-benar salut adalah pilihan hidupnya. Beberapa kali ia pernah mendapat ajakan menikah lagi. Tapi ia menolak. Katanya, dia sudah terbiasa mandiri. Hidup bersama anak-anak sudah cukup membuatnya bahagia.

"Untuk apa lelaki, kalau akhirnya membuat kita kehilangan kemandirian. Lagi pula belum tentu hidup saya bahagia bersamanya," tegasnya.

Ucapannya itu bukan sekadar kalimat, tapi sebuah deklarasi kemandirian dan kebahagiaan yang datang dari rasa syukur.

Bagi Lastri, pernikahan bukan lagi tujuan. Bukan karena ia anti terhadap laki-laki, tapi karena ia sudah menemukan arti hidup yang lain: mencintai anak-anaknya sepenuh hati, dan membuktikan bahwa dirinya mampu berdiri tegak meski badai pernah meruntuhkan separuh hidupnya.

Kisahnya mengajarkan satu hal penting; kebahagiaan tidak selalu ditentukan oleh kehadiran pasangan. Ada kalanya, kebahagiaan lahir dari keteguhan hati, dari rasa syukur atas hal-hal kecil, dan dari keberanian untuk melangkah meski sendirian.

Selain Lastri, aku juga pernah bertemu single mom lain. Yang satu ini kisahnya lebih dahsyat lagi. Ia ditinggal suaminya yang meninggal di usia 41 tahun. Yang membuatku kagum, ia harus mengasuh lima orang anak. Lima! Anak-anaknya masih kecil-kecil, sebagian tinggal bersamanya, sebagian tinggal bersama nenek mereka.

Banyak orang mungkin akan patah ketika dihadapkan pada kenyataan seberat itu. Tapi tidak dengan dirinya. Ia memang seorang wanita karier, punya jabatan, dan cukup mapan. Namun, kematian suaminya justru membuatnya tumbuh semakin kuat. Ia tidak larut dalam duka berkepanjangan. Ia bangkit, mengatur ritme hidup, membagi waktu antara pekerjaan, anak, dan kini juga usaha yang ia tekuni.

Setiap pagi ada baby sitter yang datang membantu menjaga anak-anak saat ia bekerja. Sore hari, ia kembali mengambil peran penuh sebagai seorang ibu. Membagi tawa, mendengar cerita, sekaligus tetap menjalankan tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Hidupnya memang tidak mudah, tapi ia menjalaninya dengan kepala tegak.

Kedua kisah single mom itu membuatku menyadari betapa banyak pelajaran hidup yang bisa dipetik. Pertama, kehilangan memang menyakitkan, tapi itu bukan akhir dari segalanya. Justru dari kehilangan, seseorang bisa menemukan kekuatan yang selama ini tersembunyi.

Kedua, cinta seorang ibu (atau ayah) kepada anaknya adalah energi terbesar yang bisa membuat mereka bertahan dalam situasi tersulit sekalipun. Dan ketiga, kemandirian adalah bentuk kebahagiaan yang sering kali lebih kokoh daripada sekadar bergantung pada orang lain.

Bagi kita yang masih muda, kisah-kisah ini adalah pengingat agar tidak mudah mengeluh. Banyak dari kita yang sering merasa hidup berat hanya karena masalah sepele. Padahal, ada orang-orang di luar sana yang memikul beban berlipat, namun masih bisa tersenyum, bahkan memberi semangat pada anak-anak mereka.

Menjadi orang tua tunggal memang tidak pernah direncanakan oleh siapa pun. Tidak ada yang bercita-cita membesarkan anak seorang diri. Tapi ketika keadaan memaksa, mereka membuktikan diri sebagai pahlawan keluarga sejati. Mereka bukan hanya kuat, tapi juga tulus, penuh cinta, dan tegar.

Dan buat saya pribadi, kisah tetangga dan single mom yang ditemui itu membuat saya percaya bahwa kebahagiaan hidup tidak selalu harus sempurna. Kadang, kebahagiaan itu hadir ketika kita bisa berdamai dengan keadaan, menerima luka, lalu menumbuhkan bunga di atas tanah yang pernah gersang.

Maka, jika kamu hari ini sedang merasa hidup terlalu berat, coba ingatlah mereka. Ingatlah senyum para single parent yang setiap hari berjuang tanpa lelah. Senyum itu sederhana, tapi di baliknya ada cerita tangis, peluh, dan keberanian yang luar biasa.

Dan dari mereka, kita belajar bahwa hidup memang tidak selalu seperti yang kita rencanakan. Tapi hidup selalu memberi kita pilihan: menyerah, atau bangkit.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun