Mohon tunggu...
Christine Gloriani
Christine Gloriani Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Pembaca yang belajar menulis

Pembaca yang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Eksperimen Cinta 8, Salah Paham

8 Januari 2019   09:27 Diperbarui: 8 Januari 2019   10:28 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa dia bilang tadi? Malarindu tropikangen? Aku sering mendengar gombalan ini dari Fahmi tapi kenapa rasanya lain kalau dengar dari mulut Elang. Seperti geli-geli gimana gitu. Eh, tunggu dulu. Kenapa aku jadi curiga ya. Aku menarik tangan dengan cepat hingga genggaman tangan Elang terlepas.

"Ini bukan aksi balas dendam kan?" 

"Balas dendam apa?" Elang mengerutkan dahi.

"Aku benar-benar minta maaf karena membuatmu malu waktu kita SD. Itu murni kecelakaan." Aku mengatupkan kedua telapak tangan dan menunduk penuh penyesalan.

Beberapa detik berlalu tanpa ada suara dari Elang. Kuangkat kepala sedikit demi sedikit dengan takut-takut. Elang pasti marah sekarang. "Kamu nggak ingat?" tanyaku setelah melihat ekspresi kebingungan dari wajahnya.

Elang menggeleng. "Memangnya apa yang terjadi hingga kamu minta maaf seperti ini?"

"Waktu SD, aku pernah tidak sengaja menarik celanamu hingga melorot. Kamu sampai diejek teman-teman karena memakai celana pink bunga-bunga. Maaf," kataku lirih.

"Oh, itu? Aku sudah lupa."

"Kamu nggak marah?"

"Nggak."

"Trus kenapa kamu nggak ngajak aku bicara lagi?" tanyaku.

"Karena kamu terus menghindar." Elang menunjuk tepat di hidungku.

"Aku?" Sekarang baru sadar kalau Elang sama sekali tidak menjauh tapi aku. Aku berpikir kalau dia marah sekali dan tidak mau berteman lagi. Sungguh bodohnya. Aku menepuk dahi dengan keras.

"Hey, apa yang kamu lakukan? Kamu merasa pusing?" Elang menyingkirkan tanganku yang masih ada di dahi lalu mengelus-elus sambil meniupnya.

Aku terpana dengan tindakannya itu. Hal sekecil ini bisa membuat beku. Elang perhatian sekali, boleh nangis karena terharu nggak ya. Duh malunya.

Sayangnya momen kemesraan ini harus berakhir karena ada yang membuka pintu. Kami berdua menjauh dengan kikuk. Elang berdehem beberapa kali untuk menenangkan diri.

"Makasih sudah mau menjaga adikku yang rewel dan bawel ini. Kamu pasti sangat repot. Dia kalau sakit selalu seperti itu. Aku pilih merawat pasien stroke dari pada merawatnya." Mas Bagus terus berbicara padahal aku sudah memberi kode agar dia berhenti mempermalukan di depan Elang.

Elang tertawa lepas membuatku menutup muka karena malu. Awas saja, kalau sudah sembuh pasti buat perhitungan dengan mas Bagus. Kakak tapi menjatuhkan martabat adiknya, apaan tuh.

"Nggak repot sama sekali. Gimana kalau besok aku bantuin lagi buat nunggu Elok?" Elang menawarkan diri dengan wajah bersinar-sinar bak matahari disiang hari.

"Wah boleh banget. Besok aku dinas malam. Kamu nginap ya," pinta Bagus.

"Beres. Pulang dulu ya," pamit Elang sambil melambaikan tangan.

"Hati-hati di jalan." Bagus balas melambai.

"Eh, Dek! Mulutnya ditutup, air liurnya netes tuh. Lihat Elang kok segitunya." Bagus tertawa terbahak-bahak sambil pura-pura mengelap ujung bibirku dengan tisu.

"Aduuuuuh, Dek! Apa salahku." Bagus berteriak tanpa jaim sambil mengelus tangan kanannya yang kupukul dengan keras.

"Salah banget. Pertama, Mas Bagus tega banget ngasi tahu kekuranganku. Kedua, Mas Bagus nyuruh Elang buat menginap besok. Gimana kalau?"

"Nggak ada kalau-kalau. Pikiranmu saja yang ngeres, perlu disapu biar bersih. Mana doyan Elang sama kamu? Kalau dibanding Jesi kan beda jauh." Bagus kembali mengejekku.

Aku mencibir mendengar pujian mas Bagus buat Jesi. "Itu tadi yang kedua, yang pertama Mas Bagus memang sengaja menjelek-jelekkan kamu buat ngetes Elang."

"Ngetes apaan?" Aku mencondongkan badan mendekati mas Bagus yang berbicara semakin pelan.

"Kalau cowok bisa menerima segala kekuranganmu, dia pasti tulus menyayangimu," kata mas Bagus sambil berbisik.

"Mas Bagus plin plan. Tadi muji-muji Jesi yang katanya pacar Elang." Aku membentuk tanda kutip di udara. "Trus Mas Bagus bilang sedang ngetest Elang. Aku bingung."

Mas Bagus tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa. "Aku menyinggung Jesi karena ingin tahu reaksimu. Kamu terlihat sinis pasti karena cemburu kan? Ngaku saja." Mas Bagus mencolek-colek bahu Elok sambil terkekeh.

"Tau ah gelap." Aku berbaring lalu menarik selimut menutupi kepala. Masih terdengar tawa mas Bagus yang sangat menyebalkan.

...

Keesokan harinya saat aku sedang sibuk membaca novel di wattpad, tiba-tiba pintu terbuka dengan keras. Jesi memasuki ruang rawat inapku dengan dagu terangkat, membuatnya terlihat semakin angkuh.

"Menyedihkan sekali melihatmu terbaring di sini tanpa daya. Kamu pasti tidak tahu kabar terbaru kan? Sayang sekali waktu itu kamu tidak mau menerima tawaran taruhanku. Kalau iya pasti aku bisa memaksamu untuk benar-benar menjauhi Elang untuk selamanya." Jesi tersenyum sinis.

"Berhubung kamu beberapa hari ini tidak datang ke kampus maka aku dengan senang hati membawa kabar baik padamu. Aku dan Elang sudah kembali menjadi sepasang kekasih. Aku harap kamu patah hati sepatah-patahnya dan makin parah tu sakit jadi seminggu kedepan masih belum muncul di kampus." Jesi menyumpahi aku.

Sakit hati? Jelas sakit rasanya karena mendengar kabar ini. Sumpah Jesi mulai terasa nyata. Kepalaku pening, tubuhku gemetar hingga harus memeluk tubuhku sendiri untuk meredakan getarannya.

"Kamu tahu kapan tepatnya kita jadian? Siang ini, jam satu tepat di rumahku. Elang datang dengan membawa buket bunga yang besar dan juga sebuah kotak cokelat kesukaanku. Romantis bukan? Dia juga memberi kalung ini." Jesi memamerkan kalung dengan liontin berbentuk hati. 

Aku melirik jam dinding yang terletak di atas tv led tepat di depanku, sekarang jam setengah dua. Cepat sekali proses jadian mereka. Cara Elang nembak Jesi mainstream banget, mungkin karena Jesi juga orang yang mainstream alias bukan orang yang spesial jadi tidak layak diperlakukan secara berbeda. Fix, aku iri sekaligus cemburu dengan Jesi.

"Hentikan kebohonganmu dan segera keluar dari sini!" bentakku. Berharap semua ini hanyalah sebuah kebohongan. 

"Kenapa aku harus diusir? Aku kan hanya menyampaikan kabar baik saja. Berbagi kebahagiaan, lebih tepatnya." 

"Lebih tepatnya berbagi kebohongan." Kemunculan Elang membuat Jesi terkejut.

"Elang. Aku melakukan ini untuk mempermudahmu mendekatiku kembali. Agar Elok tidak menganggu kita." Jesi mengubah sikapnya menjadi cewek kalem yang lembut dan berjalan mendekati Elang. Dia sungguh pintar berakting, aku menggelengkan kepala tak habis pikir dengan kelakuan Jesi.

"Aku ingatkan sekali lagi kalau kita sudah tidak ada hubungan. Sama sekali tidak ada niat untuk kembali padamu. Lupakan semua dan segera pulang." Elang membuka pintu lebar-lebar.

"Aku tidak akan tinggal diam. Aku pasti bisa kembali lagi padamu. Ingat itu." Jesi masih belum beranjak dari tempatnya.

"Segera sadar dari mimpimu. Itu tidak akan terjadi." 

Elang menghampiri Jesi, memegang lengannya dan menarik paksa keluar. Jesi mencoba bertahan tapi Elang mendorong Jesi hingga nyaris terjatuh. Dia bahkan menutup pintu rawat inap saat Jesi berbalik hendak masuk. Jesi memukul pintu keras-keras hingga mendapat peringatan dari perawat jaga.

"Kamu baik-baik saja kan?" Elang mendekatiku dan duduk di tempat tidur.

"Mas pulang dulu. Titip Elok ya, Lang." Mas Bagus menepuk pundak Elang lalu mengecup dahiku.

"Istirahat dan makan yang banyak biar cepat sembuh." 

"Maafkan perbuatan Jesi tadi. Dia terlalu dimanja oleh orang tuanya, semua keinginan selalu terpenuhi," ujar Elang saat mas Bagus sudah pergi.

"Sebenarnya, bagaimana kalian bisa berpisah?" tanyaku sambil menatap Elang.

"Itu tidak penting. Tidak perlu dibicarakan. Lebih baik membicarakan tentang kita saja." Elang meraih tanganku dan menggenggamnya.

"Kita" tanyaku sambil mengarahkan jari menunjuk Elang dan aku bergantian. Apa sebenarnya maksud Elang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun