Mohon tunggu...
Christanto Panglaksana
Christanto Panglaksana Mohon Tunggu... Penulis

Warga pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketidakadilan di Antara Dua Sahabat: Kopi Sachet dan Rokok

4 Oktober 2025   13:37 Diperbarui: 4 Oktober 2025   13:52 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lobi korporasi besar ini menjelaskan mengapa hampir tidak ada keberanian politik untuk mengenakan cukai pada produk kopi sachet atau minuman berpemanis. Setiap upaya ke arah itu segera mendapat perlawanan, baik dari industri maupun dari politisi yang dekat dengan kepentingan korporasi. 

Sebaliknya, industri rokok yang meski besar di dalam negeri lebih lemah dalam menghadapi tekanan global, sehingga lebih mudah dijadikan target kebijakan.

Selain itu, kapitalisme global juga beroperasi melalui filantropi. Banyak yayasan besar yang didanai tokoh korporasi global mendorong kampanye kesehatan tertentu, termasuk antirokok. 

Namun, kampanye serupa hampir tidak menyentuh gula atau kopi sachet. Kapitalisme filantropi ini dengan lihai menampilkan diri seolah peduli pada kesehatan, padahal selektif dalam menentukan siapa yang harus diperangi.

Narasi antirokok yang kuat juga tidak bisa dilepaskan dari agenda perdagangan internasional. Pasar rokok di negara maju sudah menurun drastis, sehingga perusahaan rokok mengalihkan perhatian ke negara berkembang seperti Indonesia. Tekanan global untuk mengurangi konsumsi rokok di negara berkembang bisa dilihat sebagai bagian dari kompetisi ekonomi, bukan semata urusan kesehatan.

Sementara itu, industri kopi sachet justru sedang berkembang pesat di negara berkembang, termasuk Indonesia. Pasar ini sangat menguntungkan, sehingga mustahil bagi kekuatan global untuk membiarkannya terganggu oleh regulasi. Inilah sebabnya kopi sachet dibiarkan tumbuh dengan narasi positif, meski risiko kesehatan sangat jelas.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa regulasi kesehatan publik sering kali hanyalah instrumen dari kapitalisme global. Negara yang lemah daya tawarnya cenderung tunduk pada tekanan internasional, baik dalam bentuk lobi langsung maupun intervensi melalui lembaga donor. Rakyat kecil akhirnya menjadi objek kebijakan yang timpang, menanggung dampak dari standar ganda tersebut.

Inilah ketidakadilan struktural keempat, persisnya pada bagaimana kapitalisme global menentukan siapa yang boleh hidup bebas dan siapa yang harus ditekan. Bahaya kesehatan hanya dijadikan alasan, sementara kepentingan ekonomi-politik yang lebih besar menjadi penentu arah regulasi.

Kontrol Sosial dan Stigmatisasi

Ditelusuri lebih jauh, perbedaan perlakuan terhadap kopi sachet dan rokok juga mencerminkan dimensi kontrol sosial. Rokok tidak hanya dibatasi secara ekonomi melalui cukai, tetapi juga secara moralistik melalui stigma. 

Perokok dicitrakan sebagai orang tidak bertanggung jawab, beban keluarga, dan ancaman bagi orang lain. Narasi ini secara perlahan menciptakan pengelompokan sosial antara "warga sehat" dan "warga pencemar."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun