Mohon tunggu...
Christanto Panglaksana
Christanto Panglaksana Mohon Tunggu... Penulis

Warga pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membuang Makanan, Membuang Siapa? Menggugat Tirani Limbah Pangan

23 September 2025   09:26 Diperbarui: 23 September 2025   09:26 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buang makanan atau limbah makanan. (Kompas.com/Dok. Shutterstock/nito)

Di pasar, produk dengan bentuk "tidak sempurna" ditolak meski masih layak konsumsi. Di restoran dan rumah tangga, porsi berlebih menjadi tradisi tak tertulis. Semua itu membentuk ekosistem pemborosan yang berulang setiap tahun.

Lebih ironis, data ini berjalan beriringan dengan fakta bahwa jutaan warga Indonesia masih menghadapi rawan pangan dan gizi buruk. Bagaimana mungkin satu negara membuang belasan juta ton makanan sementara anak-anaknya masih menderita stunting? 

Kontradiksi ini menunjukkan bahwa masalah bukan pada ketersediaan pangan, melainkan pada distribusi dan perilaku konsumsi.

Peningkatan sampah makanan juga menandai inefisiensi ekonomi. Jika dikonversi, belasan juta ton makanan yang dibuang berarti kerugian finansial triliunan rupiah. 

Bukan hanya uang rumah tangga yang terbuang, tetapi juga potensi ekonomi lokal dari produk pertanian yang gagal masuk pasar. Dengan demikian, pemborosan pangan adalah pemborosan ekonomi nasional.

Selain kerugian material, sampah makanan juga memperberat beban TPA yang sudah penuh. Limbah organik yang bercampur dengan plastik menghasilkan gas metana yang memperparah krisis iklim. 

Jadi, angka-angka GoodStats bukan hanya soal makanan basi, melainkan juga peringatan ekologis. Membiarkan tren ini berlanjut sama dengan mempercepat kerusakan bumi.

Pada akhirnya, data ini adalah cermin yang menuduh kita semua. Ia menuding pemerintah yang gagal membangun sistem pangan adil, korporasi yang memaksakan standar berlebihan, dan warga yang membeli dengan tidak bijak. Angka-angka sampah makanan adalah potret wajah kolektif kita sebagai bangsa yang belum belajar menghargai makanan.

Pembuangan Pangan sebagai Penghinaan terhadap Manusia

Makanan bukan sekadar benda mati, melainkan akumulasi kerja manusia. Petani menanam dengan risiko gagal panen, buruh tani memanen dengan upah rendah, sopir mengantar dengan biaya bahan bakar, pedagang menata dengan tenaga, juru masak mengolah dengan keterampilan.

Setiap kali makanan dibuang, semua tenaga itu terhapus seolah-olah tidak pernah ada. Membuang makanan adalah bentuk penghinaan terhadap kerja manusia, dan manusia itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun