Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta dalam Sebatang Rokok

11 Oktober 2021   14:55 Diperbarui: 12 Oktober 2021   02:07 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Membalasnya ya kamu harus kuat dan sembuh Don. Itu aja. Makan banyak dan tetap semangat, ok sayang?" kata Rita sambil memelukku. "Coba kalau setahun lalu kita ketemu, aku pasti ngurusin kamu. Kamu pasti sudah sehat dengan rambut gondrong lagi" kata Rita sambil membelai kepalaku.

Tanpa terasa dua titik air mata jatuh membasahi pipiku.

"Kamu nangis ya sayang, kenapa?" tanya Rita sambil melap air mataku.

"Rit, aku senang dan nyaman berada di dekatmu. Aku merasa damai bersamamu. Aku menyesal karena sejak dulupun rasa itu sudah ada, tapi aku selalu menyangkalnya. Lihat gelang di tangan kananku ini. Ini dari tali kur pramuka punya kamu yang jatuh di samping kantin dulu. Aku sesekali memakainya untuk keberuntungan."

Kini air mata Rita yang jatuh bercucuran, "Ayo Don ngomong lagi, apa yang kamu rasakan."

"Oh no please Rit, don't start what we can't finish. Aku sudah sekarat dan gak punya apa-apa. Aku gak bisa ngomong lebih lagi karena itu akan membuat kamu semakin menderita." Akupun tak kuasa lagi menahan tangis.

"Don, aku gak peduli. Tiap hari aku melihat orang sekarat dan exit. Namun tidurku tak pernah nyenyak, apalagi sejak kejadian di kantin SMP dulu itu karena selalu bertanya, pernahkah kamu, sekali aja, suka sama aku? Don, aku jelas melihat gelang di tanganmu, tapi aku ingin mendengar langsung dari mulut kamu Don?"

"Rit, aku tidak pernah cinta sama kamu. Itulah yang selalu tertanam di kepalaku. Akan tetapi kisah di kantin itu tidak pernah lekang dalam ingatanku. Aku tak tahu apa itu cinta karena tak pernah merasakannya. Tapi aku akhirnya sadar kalau aku benar-benar cinta sama kamu Rit. Sayangnya aku kehabisan waktu." 

Kini kami berdua menangis sambil berpelukan.

***

Aku terbangun sambil menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 2.30 dini hari. Perasaanku tak enak. Sepertinya aku mati rasa, tak bisa merasakan sensasi dari tubuhku sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun