Diskotik itu ruangan kedap tanpa ventilasi. Sirkulasi udara hanya mengandalkan AC dan exhaust fan ala kadarnya saja. Pada saat weekend diskotik dibanjiri pengunjung dan nyaris seperti sauna saja.
Akan tetapi pengunjung tidak peduli. Mereka larut dalam kebahagian semu sambil berjingkrak-jingkrak dengan rokok di tangan. Asap rokok mereka ini sungguh menyesakkan dadaku.
Siapakah yang bertanggung jawab atas keadaan itu? Tentu saja aku, karena aku DJ-nya. Aku yang meracik lagu dan membuat mereka ini jadi liar. Ya itu, aku memang digaji untuk membuat orang jadi liar,hehehe.
Lima belas tahun jadi DJ dan terpapar polusi udara diskotik, membuat aku terkapar. Aku kemudian terkena kanker paru-paru. Awalnya masih stadium dini, tapi aku abai, tidak peduli. Aku tetap saja merokok, "nge-DJ" dan "ngalong." Ya jelas ngalong, wong tidurnya lepas subuh, bangunnya lepas zuhur. Sarapan dan makan siang digabung jadi satu. Kondisi tubuhkupun kian memburuk!
***
"Hei Don, sudah makan?" Rita tiba-tiba muncul membuyarkan lamunanku tentang masa SMP dulu.
Aku hanya mengangguk pelan sambil senyum-senyum.
"Lha koq ditanyain malah senyam senyum?" tanya Rita mendekatiku.
"Enggak, aku tadi lagi ngebayangin waktu aku nyipok kamu pas SMP dulu, eh kamu trus masuk"
Wajah Rita seketika memerah. Eh buset, wajah itu persis banget seperti dua puluh tahun lalu! Aku terperanjat melihatnya. Masih adakah rasa tersisa setelah selaksa rindu terpendam? Seketika nyeri di dada menguap entah ke mana!
 "Lha ini buburnya koq gak dimakan, aku suapin ya" kata Rita menutupi rasa groginya.