Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PKH, Politik, dan Kemiskinan

9 Agustus 2020   01:04 Diperbarui: 9 Agustus 2020   21:08 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kebijakan Kemensos terkait rekruitmen koordinator PKH, disampaikan dalam bentuk Siaran Pers Senin 3/8/2020, sebelum Koran Tempo memuatnya Rabu 5/6/2020.

Poin pentingnya adalah untuk memastikan koordinator PKH Kabupaten/Kota bekerja dengan profesional, disyaratkan antara lain terdaftar sebagai SDM PKH aktif pada jabatan Pendamping Sosial dan Administratif Pangkalan Data minimal 1 tahun. Dan tidak pernah mendapat surat peringatan 1 dan 2 selama 6 bulan. Kemudian juga disyaratkan adanya surat rekomendasi dari Dinas Sosial Kabupaten/Kota setempat.

Mensos menyatakan, dari persyaratan khusus ini, jelas bahwa untuk mengisi posisi koordinator, terlebih dulu terdaftar aktif sebagai Pendamping Sosial. Yang tidak kalah penting, pada salah satu butir persyaratan umum bagi calon SDM PKH, disebutkan bahwa: calon "tidak berkedudukan sebagai pengurus, anggota dan atau berafiliasi Partai Politik".

Konsistensi sikap dan penjelasan Mensos di apresiasi banyak pihak, dengan harapan ditindak lanjuti oleh birokrasi Kementerian sampai dengan Dinas Sosial Kab/Kota. Mereka ini harus  tegas, konsisten dan taat pada perintah atasan atas  garis kebijakan yang sudah ditetapkan. Jangan sampai birokrasi di level lapangan sebagai gate keeper, malahan seolah-olah tidak mengerti bagaimana caranya menangkap bola. Gawang pasti kebobolan.

Kapan PKH dinyatakan berhasil? 

PKH dinyatakan berhasil, bukan semakin bertambah pesertanya, dan semakin banyak uang yang ditaburkan. Tetapi adalah apakah kelompok masyarakat yang masuk dalam kategori extremely poor families , setelah diintervensi dengan PKH dalam jangka waktu 6 tahun  dapat dikeluarkan dari lingkaran kemiskinan ekstrim tersebut. Jika belum ada perubahan, penambahan waktu 3 tahun, dan dievaluasi lagi.

Program PKH sebagai Conditional Cash Transfer (CCT),  sebagaimana yang landasan filosofinya disampaikan  Prof. Tarcicio tahun 2006 yang lalu kepada kami, dan sudah berhasil di beberapa negara Amerika Latin, dan ternyata di Indonesia peserta  PKH semakin membesar berlipat-lipat , apakah hal itu mengindikasikan suatu keberhasilan?. Atau menunjukkan jumlah penduduk sangat miskin bertambah berlipat-lipat?.

Hal itu mungkin saja terjadi, karena wabah Covid-19 ini, jumlah orang miskin akan bertambah signifikan karena keterpurukan ekonomi dan yang menurut beberapa ekonom sudah berada di jurang resesi ekonomi.

Mungkin itulah alasan pertimbangan kepentingan untuk menyelamatkan bangsa yang sedang dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi,  sehingga partai politik PDI-P secara terbuka membuat  kebijakan partai  untuk "turut mengawasi PKH agar memenuhi harapan mereka rakyat miskin."  Apakah dari political policy itu memberikan keuntungan politik,  itu namanya berkah. Alhamdulillah.

Niat baik partai PDI-P, bertemu dengan niat baik Mensos yang juga sebagai kader PDI-P, tetapi dengan jalan yang berbeda. Semoga birokrasi Kemensos sebagai gate keeper yang handal  dapat menemukan solusi yang terbaik, untuk melindungi keluarga miskin sesuai dengan koridor regulasi yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun