Mohon tunggu...
charles dm
charles dm Mohon Tunggu... Freelancer - charlesemanueldm@gmail.com

Verba volant, scripta manent!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Lokasi Jadi Destinasi, Strategi Branding Desa Menjadi Desa Wisata

11 November 2022   21:25 Diperbarui: 11 November 2022   21:42 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi panorama alam pedesaan | foto dokpri

 

Desa (sepertinya) masih lekat dengan stempel minor. Daerah tertinggal dengan segudang keterbelakangan hingga tak punya prestise sekeren kota. Orang lebih merasa bergengsi bila disebut orang kota.

Hal tersebut tidak sepenuhnya keliru. Tingkat kemiskinan di desa masih cukup tinggi. Begitu juga taraf pendidikan dan kesehatan, berikut kelengkapan sarana dan prasarana masih memprihatinkan.

Untuk mendapat gambaran yang lebih objektif, kita bisa menggunakan Indeks Desa Membangun (IDM) sebagai tolak ukur. Pengukuran status desa oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes) ini disusun dari tiga pilar utama yakni Indeks Sosial, Indeks Ekonomi, dan Indesk Lingkungan yang diturunkan dalam 22 variabel dan 52 indikator.

Ada lima klasifikasi status desa yakni Desa Sangat Tertinggal, Desa Tertinggal, Desa Berkembang, Desa Maju, dan Desa Mandiri.

Melansir investor.id (13/7/2022), selama 2015 hingga 2022 terjadi kenaikan status desa di Tanah Air. Desa Sangat Tertinggal berkurang 8.471 dari 13.455 desa menjadi 4.982 desa.

Peningkatan signifikan juga terjadi pada kelompok Desa Tertinggal. Dari 33.592 kini tersisa 9.584 desa. Sebanyak 24.008 desa sudah sedikit naik kelas.

Pada waktu bersamaan, sebanyak 11.020 desa berkembang untuk melengkapi 33.902 desa berstatus Desa Berkembang.

Desa Maju dan Desa Mandiri juga bertambah. Saat ini ada 20.249 Desa Maju, bertambah 16.641 desa dari semula 3.608.

Desa Mandiri pun sudah menyentuh angka 6.238 desa. Dalam lima tahun terakhir bertambah 6.064 desa dari semula 174 desa saja.

Memang ada perubahan positif dalam angka. Namun bisa dilihat masih cukup banyak Desa Sangat Tertinggal dan Desa Tertinggal yang belum terentaskan. Tidak sedikit Desa Berkembang yang masih harus berjuang agar bisa mencapai pintu gerbang Desa Maju, apalagi Desa Mandiri.

Di sisi lain, desa merupakan kampung halaman bagi para perantau, tak ubahnya "surga yang dirindukan" dengan segala potensinya.

Ilustrasi berbagai potensi desa | antaranews.com
Ilustrasi berbagai potensi desa | antaranews.com

Dalam konteks pembangunan nasional, peran desa sangat strategis. Pemasok hampir seluruh kebutuhan pangan nasional. Tempat dari mana sebagian besar tenaga kerja di kota berasal.

Selain sektor pertanian dan perkebunan, desa juga menjadi sumber pariwisata, baik yang berbasis alam maupun budaya.

Kontribusi sektor pariwisata bagi ekonomi nasional tidak bisa dipandang remeh. Menukil Kementerian PPN/Bappenas, sektor ini menyumbang 10 persen pada Produk Nasional Bruto (PNB).

Bila dikonversi, pariwisata menghasilkan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp130,5 triliun, membuka lapangan kerja bagi 11,9 juta orang, dan menyumbang devisa hingga USD 12,5 miliar.

Desa Wisata

Agar bisa berkembang optimal, maka setiap potensi desa harus dikelola dengan baik. Konsep desa wisata menjadi salah satu opsi.

Pengembangan desa wisata secara sederhana diartikan sebagai upaya menjadikan desa yang semula hanya menjadi sebuah lokasi menjadi destinasi pariwisata.

Kekayaan dan keragaman budaya dan alam dipadukan dan dikemas secara apik dengan dukungan fasilitas memadai.

Hanya saja, konsep ini perlu diberi sejumlah batasan jelas dan tegas.  Desa wisata untuk pemberdayaan dan berpusat pada masyarakat setempat (people).  Warga desa adalah aktor sekaligus sasaran, bukan penonton dan pelengkap.

Memberikan manfaat, baik ekonomi (pendapatan dan lapangan kerja), sosial (peningkatan keterampilan masyarakat), lingkungan (peningkatan infrastruktur), maupun dampak turunan lainnya.

Dikembangkan secara berkesinambungan dengan memperhatikan potensi, sumber daya lokal, kearifan lokal, daya dukung lingkungan.

Pembangunan fasilitas, misalnya, tidak dilakukan serampangan.  Perlu memperhatikan dampak alam, masyarakat, maupun kultural, sehingga tidak menurunkan kualitas lingkungan dan mengenyahkan kekayaan budaya yang sudah ada dan telah dipertahankan turun-temurun.

Harus bisa dipastikan generasi yang akan datang tidak akan dirugikan oleh karena segala kerusakan dan hilangnya warisan budaya karena ulah generasi sebelumnya.

Hal ini sejalan dengan amanat  UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dan sesuai prinsip-prinsip Sustainable Development Goals (SDGs) Desa yang diturunkan dari SDGs PBB (bdk. Buku SDGs DESA: Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Nasional Berkelanjutan, A.Halim Iskandar, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2020).

Lokalitas

Frans Teguh, Staf Ahli Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dalam Talkshow Desa Wisata: Ikon Andalan Baru Wonderful Indonesia pada Rabu (24/3/2021) lalu memberikan sejumlah gambaran ideal desa wisata masa kini yang dipengaruhi oleh perubahan perilaku pasar, terutama pasca-pandemi Covid-19.

Pertama, beroritentasi lokal. Aspek lokalitas perlu ditonjolkan sekaligus dijaga. Orang cenderung mencari keseimbangan baru dengan desa wisata bisa menjawab kerinduan akan pengalaman otentik.

"Kekuatan desa wisata bagaimana mengemas dan mengelola kearifan lokal menjadi daya tarik," tandas pria asal Flores, NTT itu.

Kedua, personalisasi. Hubungan kemanusiaan antara warga dan wisatawan. Ada interaksi dalam berbagai aktivitas dan atraksi sehingga para pengunjung bisa belajar banyak soal kearifan lokal dan lokalitas.

Ketiga, tren "smaller in size." Ada pergerakan yang mengarah pada kelompok kecil atau individu, bukan lagi secara massal.

Desa wisata tidak dimaksudkan untuk menampung wisatawan dalam jumlah sangat besar, tetapi menciptakan intimitas kelompok-kelompok kecil guna mendapat pengalaman maksimal yang selaras dengan daya dukung lingkungan.

Jangan sampai mobilitas pengunjung yang masif dan tak terkontrol justru merusak ekosistem yang ada.

Guna mencapai ideal tersebut dibutuhkan kerja keras. Penataan lingkungan dan pengunjung lebih profesional (tata kelola), kualitas kontrol untuk semua aspek, hingga komunikasi ke potensi pasar (pemasaran).

Penataan yang profesional akan membuat orang datang, lebih lama tinggal, dan mendorong pengeluaran. "Makin lama di desa wisata akan meningkatkan pengeluarannya untuk berbagai kebutuhan," ungkap Frans.

"Quality control" tidak bisa ditawar. Butuh sertifikasi CHSE (Clean, Health, Safety, and Environment) untuk mendapat pengakuan. Darinya akan tumbuh kepercayaan. Pariwisata merupakan bisnis kepercayaan. Makin pasar percaya, maka dampaknya akan berkelanjutan.

Branding ala Adira

Promosi menjadi salah satu aspek penting agar desa wisata bisa menjangkau dan memikat lebih banyak orang. Pembuatan website, pameran, aneka event, hingga kerja sama dengan agen wisata, media, dan pemengaruh.

Inisiatif Adira Finance melalui Festival Kreatif Lokal (FKL), dan Desa Wisata Ramah Berkendara adalah bagian dari upaya untuk ikut membantu memulihkan ekonomi Indonesia dengan mengangkat derajat desa menjadi desa wisata.

Perusahaan yang fokus pada penyediaan pembiayaan konsumen ini menyelenggarakan Desa Wisata Kreatif, Festival Pasar Rakyat (FPR), dan Jelajah Desa Wisata Ramah Berkendara yang tahun ini menjangkau lima desa binaan di Jawa dan Bali yakni Desa Wisata Saung Ciburial, Garut, Jawa Barat; Desa Wisata Karanganyar, Jawa Tengah; Desa Wisata Rejowinangun, Yogyakarta; Desa Wisata Sanankerto, Malang, Jawa Timur; dan Desa Wisata Carangsari, Badung, Bali.

Salah satu spot Desa Wisata Ramah Berkendara | Doc PT Adira Dinamika Multi Finance via Kompas.com
Salah satu spot Desa Wisata Ramah Berkendara | Doc PT Adira Dinamika Multi Finance via Kompas.com

FKL yang digelar hingga 13 November 2022 merupakan bagian dari Program CSR Tahunan Adira untuk memberdayakan ekonomi lokal.

Desa wisata kreatif menghadirkan pelatihan seputar digital marketing kepada pelaku atau calon pemilik UMKM. Sementara FPR menjadi kesempatan bagi para pedagang, pengelola dan pelaku UKM belajar tentang keuangan, sambil diselingi aneka hiburan kreatif.

Tidak hanya itu. Adira menciptakan ide menarik yakni menjelajahi desa wisata dari atas motor. Kendaraan roda dua sebagai pilihan fleksibel untuk menjangkau berbagai destinasi wisata dengan jalur sulit dan menantang.

Jelajah Desa Wisata Ramah Berkendara mencari 10 komunitas motor untuk melakukan touring ke salah satu desa wisata dan FPR guna menikmati paket wisata di sana.

"Anak-anak motor" itu diminta membagikan keseruan mereka di sosial media pribadi maupun komunitas, baik berupa foto maupun video.

Menariknya, Adira Finance memberikan apresiasi melalui lomba video kreatif yang merekam perjalanan mereka.

Jelajah Desa Wisata Rejowinangun | Doc PT Adira Dinamika Multi Finance via Kompas.com
Jelajah Desa Wisata Rejowinangun | Doc PT Adira Dinamika Multi Finance via Kompas.com

Branding Destinasi Desa Wisata

Apa yang dilakukan perusahaan berbasis di Indonesia yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia itu adalah satu dari upaya membangun dan meningkatkan branding desa wisata.

Patut diingat, branding kerap disamakan dengan marketing, juga brand kerap dipertukarkan dengan logo. Meski mirip dan saling terkait, sejatinya mereka berbeda.

Mengutip McNally and Speak, International Marketing Consultant, branding merupakan tindakan untuk menimbulkan persepsi atau emosi yang dirawat oleh pelanggan yang merefleksikan pengalaman mereka.

Setelah pelanggan atau pengunjung melakukan eksperimen atau tindakan tertentu maka apa yang dirasa secara visual dan sensori itu akan masuk ke kepalanya. Rasa makanan, misalnya, tidak hanya berakhir dengan rasa kenyang, tetapi meninggalkan kesan dalam benak.

Memang kerja branding ini tidak gampang. Ia tidak sebatas pada pembuatan logo dan slogan sebagaimana kerap disalahpahami.

Membangun branding  dari sebuah lokasi menjadi destinasi dan dari desa menjadi destinasi desa wisata tidak hanya berhenti ketika banyak orang mengenal dan mereka bisa merasakan manfaatnya, tetapi perlu sampai pada taraf ketika orang menyimpan ingatan, rasa (ikatan emosional), dan pengalaman tertentu.

Saat itu terjadi, maka orang akan datang lagi dan lagi. Orang pun akan dengan sukarela membagikannya dengan bantuan media sosial dan segala perangkat teknologi mutakhir.

Lantas, bagaimana membangun village branding?

Pertama, dari berbagai potensi yang ada bisa digali dan ditemukan keunikan, kekhasan, dan keunggulan. Keunggulan itu menjadi kompetensi inti yang menjadi ciri khas, pembeda, dan daya tarik baik secara internal (warga dan komunitas setempat) maupun eksternal (wisatawan, investor, dll).

Keunggulan yang ditonjolkan itu bisa berupa panorama alam, seni budaya, kelezatan kuliner, atraksi program wisata, dll.

Keberagaman desa di Tanah Air menampilkan kekayaan dan perbedaan karakteristik dengan nilai-nilai otentik atau asli yang bisa menjadi kebanggaan setiap desa.

Kedua, studi kelayakan sangat mungkin diperlukan untuk menemukan kekhasan dan mengukur kemampuan merealisasikan target tertentu.

Branding tidak bisa dilakukan dari kekosongan, pun menjauhi kenyataan. Begitu juga tidak bisa dibangun semata-mata karena sentimen publik, atau ambisi pemerintah daerah.  Ia harus datang dari kelayakan.

Ketiga, aksi. Membuat logo, tagline, mengabadikan kekayaan visual yang sungguh laku di jagat maya, website, akun-akun medsos, atraksi, kampanye ke sekolah-sekolah hingga institusi pemerintahan setempat, dan sebagainya.

Keempat, sebagai upaya membangun citra maka branding tidak lepas dari berbagai kata kunci: keselarasan, konsistensi, kredibilitas, integrasi, fokus, kerja keras, dan kerja sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun