Ketiga, tren "smaller in size." Ada pergerakan yang mengarah pada kelompok kecil atau individu, bukan lagi secara massal.
Desa wisata tidak dimaksudkan untuk menampung wisatawan dalam jumlah sangat besar, tetapi menciptakan intimitas kelompok-kelompok kecil guna mendapat pengalaman maksimal yang selaras dengan daya dukung lingkungan.
Jangan sampai mobilitas pengunjung yang masif dan tak terkontrol justru merusak ekosistem yang ada.
Guna mencapai ideal tersebut dibutuhkan kerja keras. Penataan lingkungan dan pengunjung lebih profesional (tata kelola), kualitas kontrol untuk semua aspek, hingga komunikasi ke potensi pasar (pemasaran).
Penataan yang profesional akan membuat orang datang, lebih lama tinggal, dan mendorong pengeluaran. "Makin lama di desa wisata akan meningkatkan pengeluarannya untuk berbagai kebutuhan," ungkap Frans.
"Quality control" tidak bisa ditawar. Butuh sertifikasi CHSE (Clean, Health, Safety, and Environment) untuk mendapat pengakuan. Darinya akan tumbuh kepercayaan. Pariwisata merupakan bisnis kepercayaan. Makin pasar percaya, maka dampaknya akan berkelanjutan.
Branding ala Adira
Promosi menjadi salah satu aspek penting agar desa wisata bisa menjangkau dan memikat lebih banyak orang. Pembuatan website, pameran, aneka event, hingga kerja sama dengan agen wisata, media, dan pemengaruh.
Inisiatif Adira Finance melalui Festival Kreatif Lokal (FKL), dan Desa Wisata Ramah Berkendara adalah bagian dari upaya untuk ikut membantu memulihkan ekonomi Indonesia dengan mengangkat derajat desa menjadi desa wisata.
Perusahaan yang fokus pada penyediaan pembiayaan konsumen ini menyelenggarakan Desa Wisata Kreatif, Festival Pasar Rakyat (FPR), dan Jelajah Desa Wisata Ramah Berkendara yang tahun ini menjangkau lima desa binaan di Jawa dan Bali yakni Desa Wisata Saung Ciburial, Garut, Jawa Barat; Desa Wisata Karanganyar, Jawa Tengah; Desa Wisata Rejowinangun, Yogyakarta; Desa Wisata Sanankerto, Malang, Jawa Timur; dan Desa Wisata Carangsari, Badung, Bali.