Di suatu pagi yang tak berbeda dari biasanya, Adit, seorang pegawai negeri muda, masuk ke kantor dengan perasaan bosan. Ia tahu, seperti hari-hari sebelumnya, ia akan menghadapi setumpuk dokumen yang tak berguna, rapat yang hanya ajang pamer kekuasaan, dan tentu saja, pejabat yang lebih sibuk mempertahankan jabatan daripada bekerja.
Tapi hari ini, sesuatu terasa berbeda. Saat Adit membuka sistem kepegawaian yang biasa ia gunakan, layar komputernya berkedip. Sebuah pesan muncul: Â
"Selamat, Anda telah terpilih untuk memasuki Labirin Birokrasi. Keluar dari sini hanya bisa dilakukan dengan satu cara---menemukan esensi kejujuran yang telah lama hilang."
Sebelum sempat bereaksi, ruangan di sekelilingnya memudar. Tiba-tiba ia berada di sebuah lorong panjang, dikelilingi oleh lemari arsip berdebu dan dokumen-dokumen yang tak pernah diproses. Suara berbisik terdengar, seolah-olah dokumen itu sendiri berbicara: Â
"Kami telah ada selama bertahun-tahun... tak pernah dibuka, tak pernah digunakan. Birokrasi adalah tempat kami mati perlahan."
Adit melangkah maju. Ia bertemu dengan Tuan Pungli, seorang petugas loket yang duduk di belakang meja dengan tumpukan berkas. "Kamu ingin keluar dari sini?" katanya. "Maka kau harus menyuapku." Â
Adit menggeleng. "Tidak. Aku ingin melihat bagaimana sistem ini bisa berjalan tanpa korupsi." Â
Tuan Pungli tertawa, tapi tiba-tiba ia menghilang. Adit sadar, setiap kali ia menolak melakukan praktik korupsi, labirin itu berubah, membuka jalan baru. Â
Ia terus berjalan dan menemukan Dewan Pejabat Bayangan, sekumpulan figur yang tak terlihat tetapi mengendalikan segalanya dari balik layar. Mereka berkata, "Kami memastikan bahwa mereka yang setia pada sistem mendapatkan posisi. Meritokrasi hanyalah mitos, anak muda."
Adit mulai memahami. Labirin ini adalah representasi dari sistem yang telah lama ada. Tetapi, jika ia bisa menemukan celahnya---jika ia bisa menunjukkan bahwa birokrasi bisa berjalan dengan cara yang lebih bersih---mungkin ia bisa keluar.