Pernahkah kita membayangkan bahwa pembangunan sebuah jembatan, pabrik pengolahan pangan, atau proyek irigasi tidak hanya membutuhkan semen, baja, dan tenaga kerja, tetapi juga harus menanggung beban yang tidak pernah muncul di laporan keuangan resmi?Â
Beban ini tidak berbentuk tagihan listrik atau biaya material, melainkan waktu yang terbuang, energi yang terkuras, dan peluang yang hilang akibat proses administrasi yang panjang, rumit, dan tumpang tindih.Â
Inilah yang saya sebut sebagai "hidden tax" atau pajak tersembunyi pembangunan, sebuah harga mahal yang dibayar oleh negara, pelaku usaha, bahkan masyarakat biasa, hanya karena birokrasi berjalan seperti mesin tua yang enggan dipercepat.
Kasus pengunduran diri Joao Angelo De Sousa Mota dari jabatan Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara menjadi contoh segar dari persoalan ini. Dalam pernyataannya, Joao menyebut birokrasi rumit, administrasi panjang, dan tumpang tindih sebagai salah satu alasan dirinya memilih mundur, meski baru enam bulan menjabat (KOMPAS.com).Â
Apa yang ia alami bukanlah cerita baru di Indonesia, tetapi jarang sekali kita menilainya dari sisi kerugian tak kasat mata yang sebenarnya jauh lebih merusak daripada yang terlihat di permukaan.Â
Kita sering menganggap birokrasi lambat hanya sebagai "proses yang harus dilalui", padahal sesungguhnya setiap penundaan memiliki biaya riil yang akan ditanggung dalam bentuk hilangnya kesempatan investasi, membengkaknya anggaran, dan bahkan merosotnya semangat orang-orang yang seharusnya menjadi motor penggerak kemajuan.
Birokrasi, dalam bentuk paling idealnya, diciptakan untuk menjaga keteraturan, memastikan akuntabilitas, dan menghindari penyalahgunaan wewenang. Namun, ketika proses tersebut berubah menjadi labirin tanpa ujung, ia justru berfungsi seperti pajak tambahan yang tidak pernah diundangkan.Â
Kita membayar "pajak" ini dengan cara menunggu, mengulang dokumen yang sama untuk diserahkan ke meja berbeda, atau menghadiri rapat koordinasi yang pada akhirnya tidak menghasilkan keputusan apa-apa.Â
Ironisnya, tidak ada lembar APBN atau laporan keuangan proyek yang mencatat secara eksplisit berapa besar biaya yang dihabiskan untuk aktivitas yang sebenarnya tidak produktif ini.
Ketika Waktu Menjadi Mata Uang yang Terbuang
Pembangunan tidak hanya berbicara tentang angka-angka dalam anggaran, tetapi juga tentang waktu sebagai sumber daya yang tidak dapat diperbarui. Setiap hari keterlambatan pada sebuah proyek strategis nasional berarti kehilangan kesempatan untuk mulai menikmati manfaat dari proyek tersebut.Â