Tak hanya itu, meskipun gagal ke Piala Dunia, Kluivert berhasil membawa Curacao lolos ke dua turnamen besar sekaligus: Piala Karibia 2017 dan Piala Emas Concacaf 2017.
Dalam kualifikasi dua ajang tersebut, Curacao menang lima kali dari enam pertandingan—hanya satu kali kalah. Partisipasi mereka di Piala Emas 2017 merupakan yang pertama sejak era modern kompetisi tersebut dimulai.
Jika mengacu pada sejarah turnamen terdahulu, keikutsertaan Curacao di ajang itu adalah yang pertama dalam empat dekade terakhir.
Jadi jelas bahwa Kluivert bukan hanya sekadar “nyaris gagal”, melainkan justru telah memberikan tonggak sejarah baru bagi sepak bola Curacao.
Uniknya, setelah membawa Curacao ke pencapaian ini, Kluivert memilih mundur. Tongkat estafet dilanjutkan oleh asistennya, Remko Bicentini, yang kemudian sukses membawa Curacao menjadi juara Piala Karibia 2017.
Hingga hari ini, trofi tersebut masih menjadi gelar paling bergengsi dalam sejarah timnas Curacao—dan tak bisa dipungkiri bahwa Kluivert punya andil besar di balik keberhasilan itu.
Bagaimana Peluang Bersama Indonesia?
Melihat ulang prestasi Kluivert bersama Curacao, seharusnya kita tak langsung berpikiran negatif. Target meloloskan tim ke Piala Dunia bukanlah hal baru bagi Kluivert, dan ia tidak sepenuhnya gagal ketika mencobanya bersama Curacao.
Kini, ia bahkan akan bekerja dengan sumber daya yang jauh lebih baik bersama Indonesia.
Skuat Garuda saat ini memiliki kualitas yang patut dibanggakan. Peran aktif PSSI dalam naturalisasi pemain dan dukungan penuh dari Pemerintah—termasuk Presiden RI dan Komisi X DPR—telah menghasilkan tim nasional yang lebih kompetitif dari sebelumnya.
Kapten timnas adalah bek yang bermain di Serie A, sementara kipernya adalah andalan klub MLS di Amerika Serikat. Beberapa nama lain merumput di Eredivisie, kompetisi kasta tertinggi di Belanda.
Di dalam negeri, nama-nama seperti Stefano Lilipaly, Marc Klok, dan duet Sayuri siap menjadi pelapis andal saat dibutuhkan.