Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sampah Demokrasi, Benih Polarisasi Elit

16 Februari 2021   22:34 Diperbarui: 17 Februari 2021   08:18 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parktek demokrasi membawa petaka (Dok Mediaindonesia.com)

Demokrasi meletakaan kesetaraan dan kebersamaan. Bukan dominasi kekuatan satu dua orang, atau kelompok tertentu. Begitu pula demokrasi memang wataknya anti terhadap monopoli kekuasaan. Dari interaksi, sekongkolnya oligarki inilah kebebasan demokrasi menjadi terbatas. Dampak oligarki demokrasi juga begitu sistematis.   

Lahirlah beragam mudharat karena demokrasi dikooptasi oligarki. Kebebasan rakyat memilih pemimpin pun, tak lepas dari setting elit parpol. Begitu kuatnya parpol. Sebut saja pemilihan Presiden Republik Indonesia, jika parpol bersepakat dan membuat koalisi besar. Lalu melahirkan dua pasangan calon Presiden. Tetap hanya dua calon ini yang diajukan ke rakyat.

Menolak atau tidak, atas nama demokrasi akhirnya rakyat dipaksa memilih. Memilih Golput akan dianggap tidak mendukung pembangunan. Tidak mau menyukseskan agenda nasional. Padahal, kekeliruan awal itu berada di parpol. Merekalah yang merekomendasikan pilihan pemimpin itu. Bila kedua paslon Presiden itu bermasalah, tentu rakyat tidak punya pilihan lain.

Kondisi paling buruk saat ini yang kita lihat adalah berserakahnya sampah demokrasi. Itu karena apa?, semua akibat ulah elit parpol dan pemerintah. Sampah demokrasi hadir bukan karena semata-mata kesalahan rakyat. Melainkan disebabkan dari tingkah laku elit yang korup, curang dan rakus.

Selain parpol, juga Negara dikelola dengan ugal-ugalan. Demokrasi juga tidak dihargai. Kenapa begitu? buktinya saja kalau mereka menghormati demokrasi sebagai sistem bernegara, tidaklah mungkin politik transaksional dijalankan. Yang ada malah, ditiap kali hajatan demokrasi dikotori dengan politik uang.

Yang paling bertanggung jawab atas itu yakni elit parpol. Berarti partai gagal melakukan edukasi politik. Begitupula pemerintah yang kehilangan kontak, control, dan kehilangan kendali terhadap sistem demokrasi. Dampaknya demokrasi diganggu-gugat para perusak demokrasi.

Para pelaku politik uang merupakan sampah demokrasi. Para koruptor juga sampah demokrasi. Bukan seperti yang dituduhkan Ustadz Ali Mochtar Ngabalin. Bahwa 'para pendemo adalah sampah demokrasi'. Sebuah kecelakaan sejarah yang dilakukan Ustadz Ali. Manakala 'sampah demokrasi' dialamatkan kepada para pendemo.

Termasuk sampah demokrasi, kotoran yang menjijikan yakni mereka yang melanggengkan oligarki parpol. Orang-orang yang ati perdebatan atau diskusi juga ciri khas pihak yang dapat dikategorikan sampah demokrasi. Intoleran, menjadikan Pancasila sebagai topeng untuk korupsi adalah sampah demokrasi yang amat membahayakan. Pemuja penguasa yang menyiksa rakyat tegabung di dalamnya.

Benih polarisasi demokrasi terjadi karena tingkah-laku elit. Mereka yang menjadi panutan belum tertib. Belum selesai dengan dirinya. Bagaimana menyuruh rakyat disiplin, para elit pemerintahan serta elit parpol juga tidak disiplin. Paling sederhananya, disiplin untuk berlaku adil, jujur, dan tidak curang. Tidak memanfaatkan kewenangan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

Sekali lagi akibat polarisasi elit itulah demokrasi dirundung bencana. Elit pemerintah, seperti itupula elit parpol yang saling berkonflik. Benturannya, sampah demokrasi makin menumpuk. Untuk membersihkan sampah-sampah demokrasi itu. Mengharuskan elit kita bersatu padu. Punya pemikiran yang kuat, sepakat memajukan Indonesia dengan cara memantapkan demokrasi. Bersihkan demokrasi dari sikap tercela.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun