Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Vaksin Jatahku, Untuk Presiden Jokowi

27 Januari 2021   16:10 Diperbarui: 29 Januari 2021   06:49 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi saat di vaksin (Foto Cnnindonesia.com)

Perkara Presiden menolak atau menerima vaksin dariku, itu belakangan. Aku ingin berbuat. Memberi sesuatu untukmu Tuan Presiden Jokowi. Sebab, telah stengah lusin tahun aku memang kurang sepakat dengan kebijakan-kebijakan Jokowi. Mungkin ini kesempatannya, aku secara nyata berbuat untuk Presiden.

Ambil pemberian vaksin jatahku Tuan Presiden. Dari dana Triliunan Rupiah yang dibelanjakan untuk vaksin, lalu jatahku sudah terakumulasi disitu. Ayo ambil segera bagianku. Biar Tuan Presiden yang terbebas dari ancaman Covid-19. Aku memang kurang khawatir dengan Covid-19. Yang kukhawatirkan hanyalah soal bertahan hidup. Boleh makan secukupnya.

Kebutuhan ekonomi makin berat rasa-rasanya di era ini. Sudah dua periode Tuan Jokowi mempin Indonesia, aku makin merasa tidak ada kemajuan sama sekali dari aspek kesejahteraanku. Jangan takut-takuti aku dengan Covid-19. Maaf, aku tidak ambil pusing dengan horrornya pandemi lucu-lucuan ini. Celotehku dalam hati, jangan-jangan vaksin ini hanya instrument untuk melancarkan proyek.

Lalu kelebihan dari proyek itu dibancakan. Ngeri juga pikiranku. Aku seperti mengugat realitas, bahwa vaksin kini menambah ketakutan pada rakyat. Tuan Presiden lacak saja situasi lapangan, dimana vaksin melahirkan ketidaknyamanan. Rakyat yang belum siap di vaksin, mendapat ancaman akan dipidana, diberi denda dan seterusnya.

Beruntunglah ada wakil rakyat kita di Senayan (DPR RI) yang masih punya akal sehat. Berani bersuara, meluruskan kerancuan berfikir soal vaksin ini. Dimana beberapa argumen menyebutkan, ketika ada rakyat yang menolak di vaksin pemerintah tak boleh memberi sanksi. Realistislah, kebutuhan ekonomi rakyat makin sulit didapat.

Jangan menambah beban derita rakyat. Vaksin kalau dianggap solusi, hadirlah membawa solusi. Bukan memicu kericuhan. Jikalau dampak universal vaksin menambah derita rakyat, maka wajib hukumnya ditolak. Aku rakyat kecil, bersedia mengawal ini. Aspek efektifitas anggaran, kita teliti dan evaluasi lagi. Jangan disituasi seperti ini Negara melakukan pemborosan. Membeli vaksin yang tidak terlalu berdampak positif.

Ketika rakyat disuru memilih, vaksin atau bantuan sosial dan kebijakan meningkatkan kesejahteraan. Tentu rakyat memilih peningkatan kesejahteraan. Memilih bantuan sosial, bantuan tunai. Itu lebih menyumbang kehidupan rakyat. Ketimbang vaksin yang disuntikkan. 

Tuan Jokowi, rakyat kesulitan ekonomi. Ancaman kemiskinan terus meningkat. Sekarang apakah Covid-19 melandai?. Pemerintah pusat seperti abai terhadap penghematan anggaran. Pemborosan untuk belanja vaksin rasanya terlalu besar. 

Pikirkan basis ekonomi rakyat, jangan biarkan rakyat terjun bebas pada taraf kemiskinan. Ayo collect data yang benar Presiden. Sampaikan situasi terbaru, jangan menyimpan dan meringkas fakta yang ada. Rakyat saat ini terancam dengan kelaparan. Juga krisis ekonomi yang terus mengganggu bayang-bayang rakyat.

Biasakan rakyat dengan kejujuran. Tuan Jokowi jangan terlampau tinggi bicaranya di media massa. Karena fakta lapangan merisaukan. Begitu berjarak antara ucapan Tuan dengan realitas lapangan. Turun pastikan bahwa apa yang dikhutbahkan di mimbar-mimbar mewah, podium kepresiden itu sampai ke rakyat. Tidak boleh rakyat dininabobokan.

Misalkan pemerintah punya kesulitan, sampaikan jujur kepada rakyat. Seperti itu pula, bila pemerintah sedang berhutang dan dananya masih dirasakan kurang. Berapa penggunaannya untuk rakyat, berapa untuk masuk ke kantong-kantong elit pemerintah, jika itu ada. Maka, sampaikan secara transparan  kepada rakyat. Tak usah berpura-pura. Menutupi kondisi yang sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun