"Baru? Zaman dulu sepertinya tidak ada?"
"O, makanan ini sudah ada lama," ujar Embu penjual dengan logat kental Madura. Embu (Bahasa Madura) berarti "Ibu", Embok dalam Bahasa Jawa, atau Ambu pada Bahasa Sunda.
Pada cobek tanah liat bakat berukuran besar, penjual mengulek bumbu yang terdiri dari: kacang goreng, bawang goreng, cabe, tomat, sedikit petis udang, petis ikan, dan air matang untuk mengencerkan.
Lalu ia meletakkan di atas bumbu ulek: irisan nanas, timun, bangkuang, dan pakel (mangga muda), kemudian sayur matang (kecipir, kecambah), keratan cingur, serta lontong.
Semua isian diaduk bersama bumbu hingga merata dan dipindahkan ke mangkuk. Setelahnya, penjual menuangkan kuah dan daging isian soto merah. Terakhir, mengucurkan jeruk nipis utuh yang telah dilubangi bagian tengahnya, sehingga hasil perasan deras keluar darinya.
Bagi saya, itu hidangan unik. Soto sendiri sudah terasa enak disantap dengan nasi. Sementara, rujak cingur dengan lontong merupakan hidangan yang selalu saya dambakan.
Lah ini? Makanan berempah dan berkuah digabung dengan olahan sayur dan buah! Macam mana pula rasanya?
Melihat tampilan, kuah hidangan ini berwarna cokelat muda, yang merupakan gabungan kuah merah cenderung bening dengan bumbu rujak kecokelatan.
O ya, petis ikan (warna colkelat) lebih mendominasi daripada petis udang (warna hitam) pada bumbu rujak. Maka, rasa rujak cingur Madura lebih gurih, dibanding rujak cingur Malang atau Surabaya yang terasa manis.