Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kala Gundala Murka

6 Maret 2025   17:08 Diperbarui: 11 Maret 2025   17:01 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ketika Gundala Murka.(Gambar oleh Ron van den Berg dari Pixabay)

GUNDAH melanda. Desir-desir angin resah: merambat; meniup daun dan ranting menggubah irama sarat gulana; berpusar-pusar mengelilingi bangunan terendam air dan mengorkestrasi nada aeolian** nan menyayat.

Aku menatap ke angkasa, kepada langit menceritakan tentang segala rahasia yang membuat hati tercerai berai laksana keping-keping tak bertuan. Ingin aku menumpahkan segenap gelisah, kesah, serta amarah terpendam.

Betapa ..., betapa diriku merasa dihinakan dan mendapatkan perlakuan tidak pantas.

Gaduh. Seluruh warga suatu negeri gaduh di lini masa. Dalam waktu berturut-turut yang berkesinambungan tiada pangkal pun ujung, mereka menganggap aku sebagai pihak paling bertanggung jawab merendam daratan yang biasanya kering, serta menyebabkan tanah pada tebing berguguran dan runtuh membuat jalan-jalan terbelah, ambles.

Padahal aku telah melaksanakan tugas sebagaimana digariskan oleh rencana besar. Bukan kebiasanku mengabaikan, bahkan secuil perintah. Sejak jutaan tahun lalu, secara tertib sesuai dengan ketentuan, aku senantiasa memenuhi amanat tanpa syarat. Tanpa tanya. Tanpa melewatkan bagian-bagian, sekalipun yang paling subtil.

Tiada sempat dan tidak akan pernah terpikir untuk membalah aturan-aturan yang telah dikukuhkan, yang tercipta di masa pembentukan planet bumi ini.

Tak akan terbersit pertanyaan filosofis: mengapa ketentuan semacam itu harus ada? kenapa ketentuan tersebut harus dijalankan sesuai jadwal? apa tujuan dari itu semua? Tidak. Tidak, aku tidak hendak menggugat pertanyaan-pertanyaan yang tak dapat dijawab secara empiris.

Dalam hal mana kewajiban-kewajiban itu telah diatur berdasarkan urutan kerja. Terencana sempurna, terperinci, dan aku melakukannya secara saksama tanpa ada sedikit pun bagian terlewati. Takada pengubahan. Tak pernah ada penyesuaian.

Memang warga negeri? Warga negeri yang selalu protes atas apa saja. Dikasih dingin, mengeluh. Diberi kerontang, sambat. Lalu, maunya apa?

Mereka sebenarnya mahir membuat aturan. Bagus di atas kertas. Namun, berhubung tak sepenuhnya dipikirkan matang-matang, maka tidak sedikit masalah datang. Bentuk protesnya kemudian bikin gaduh, saling lempar kesalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun