Mohon tunggu...
Yosep Suradal
Yosep Suradal Mohon Tunggu... Arsitek - Filosofi Alphabet dan Cerita Untuk Anak Kita.

"Alphabet bukan sekedar huruf, dari A hingga Z. Alphabet adalah Team BooNAZ. Anggotanya 26 makhluk kecil lucu dan pintar. Masing-masing memiliki nama yang tertulis di dada mereka, Boonaz A hingga Boonaz Z. Tinggi badannya hanya 38 cm, bisa mengecil hingga hanya 5 mm, dan Bisa menghilang. Saat tubuh mereka menghilang, kadang-kadang hanya meninggalkan nama-nama mereka. Jadi, kata-kata yang kita baca atau tulis setiap hari, adalah kumpulan beberapa Boonaz yang sedang berdiri, dan mereka sedang menyembunyikan tubuhnya". Tapi sebaliknya, mereka juga kadang-kadang menyembunyikan nama mereka, dan Berkata, "Coba Tebak Siapa Nama Kami".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kegaduhan di Perpustakaan Nasional (Novel Literasi 1)

2 September 2019   10:57 Diperbarui: 7 September 2019   23:52 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
'Novel Literasi Anak ini didukung oleh Tim BooNAZ, Sebuah Tim yang Terdiri dari 26 tokoh alfabet' :(Photo: oleh Yosep. S)

'Rawatlah Kami'

'Buanglah Sampah Di Tempatnya'

Dua kalimat di atas berada di tempat yang berbeda, satu ditulis di batu di depan tanaman, yang satu lagi ada di bak sampah yang terbuat dari batu bata yang permukaaannya dihaluskan dengan semen. Dua kalimat di atas dibuat oleh Deappa dan ayahnya. 

Pertama-tama ayahnya menulis tipis dengan pensil di atas batu dan di dinding bak sampah, kemudian Deappa menebalkan dengan cat warna biru tua, warna kesukaannya, dan dua-duanya ada di depan Deappa, seorang anak berbadan langsing, yang sedang bersama ibunya menyirami dan merawat tanaman di depan rumahnya. Seperti tim yang solid, mereka berdua merasa gembira melakukan pekerjaan itu.

Tiba-tiba Huruf-huruf itu melompat ke tubuh Deappa ! 
Tiba-tiba Huruf-huruf itu melompat ke tubuh Deappa ! 

Pengertian literasi, mereka praktekkan dengan cara yang sederhana, menulis, membaca, memahami apa yang ditulis, dan melakukan seperti yang dimaksud oleh dua tulisan di atas. Merawat tanaman dan membuang sampah di tempatnya. Inilah literasi sederhana yang diajarkan ayah kepada Deappa.

Deappa adalah anak laki laki berumur 6 tahun, lebih 6 bulan, dengan tinggi badan 125 cm, duduk di bangku kelas 2 Sekolah Dasar Bekasi. Ia anak yang aktif, punya cita-cita ingin menjadi animator. Ayahnya adalah seorang arsitek rumah tinggal, dan ibunya bekerja di rumah. 

Mereka bertiga hidup rukun dalam kesederhanaan. Ayahnya selalu mengajarkan kreatifitas dan pentingnya belajar. Belajar apa saja, yang terkait dengan pengembangan diri. Sebab itu ayahnya selalu membuka 'ruang diskusi', Jika di dalam keluarga ada perbedaan pendapat, atau hal-hal serius yang perlu dicari solusi bersama.

Suasana keluarga yang ramah dan terbuka, membuat Deappa tumbuh menjadi anak yang percaya diri. Deappa ingin tahu banyak hal. Namun ada satu hal yang membuat heran orang tuanya, yaitu Deappa sangat tertarik dengan alfabet, kumpulan 26 huruf dari A hingga Z, huruf besar dan huruf kecil. Ketertarikan akan alfabet sudah muncul sejak Ia duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. 

Terkadang Deappa mengajak ayahnya untuk menemaninya belajar membuat disain huruf atau font. Biasanya Ia akan menggambar beberapa huruf dengan beberapa model disain.

Suatu hari,"Apa sih yang menarik dari huruf-huruf, selain untuk membaca, menulis dan berkomunikasi ?" Tanya ayahnya kepada Deappa.

"Deappa punya cita cita membuat karakter-karakter alfabet. Selain itu, ada yang aneh setiap Deappa membaca kalimat, seperti ada bayangan di balik huruf-huruf itu. Inilah yang membuat Deappa tertarik dan penasaran".

Dalam tidur malamnya, suatu hari Deappa bermimpi bertemu makhluk kecil misterius. Pertemuan itu terjadi di sebuah bukit dengan taman yang asri, rumput yang hijau dan subur. Deappa berdiri di tengah ruang terbuka dan makhluk-makhluk kerdil yang aneh mengelilinginya. 

Satu makhluk kerdil aneh berjalan tenang mendekati Deappa, memohon kepada Deappa untuk berlutut, sebab postur Deappa lebih tinggi dari makhluk aneh itu. 

Setelah mendapatkan isyarat, Deappa menjulurkan tangan kanannya ke depan agar makhluk kerdil itu bisa dengan mudah mengenakan gelang di tangan Deappa. Lebar gelang itu kira-kira 4 cm, berwarna ke abu-abuan, terdapat 26 butiran yang terbuat dari, seperti kaca.

Kemudian, makhluk itu mengambil benda berbentuk gulungan yang terselib di bajunya, menyerahkan kepada Deappa, menyalami, dan terakhir, memeluknya. 

Saat mahkluk aneh itu memeluk Deappa, ada energi panas dari makhluk itu mengalir ke tubuh Deappa. Awalnya terasa hangat, beberapa detik kemudian Deappa merasa kepanasan. Sekuat tenaga Deappa mencoba bertahan. Namun semakin lama semakin panas. Tubuh Deappa lemas dan akhirnya pingsan.

Jam dinding menunjukkan pukul 24.00 wib saat Deappa terbangun dari tidur sambil memeluk guling erat- erat. Ia ingat bahwa tadi bermimpi. Deappa mengangkat tangan kanannya, dan, "Wow, ada gelang bagus di tanganku, keren !", seperti yang ia alami dalam mimpi. 

Dan di dekat guling yang dipeluknya ada gulungan mirip kertas. Deappa penasaran, kemudian segera membuka gulungan itu, dan membacanya.

"Hei huruf apain ini, aku belum pernah melihatnya ?", tanya Deapa dalam hati.

Deappa berpikir keras untuk memahami arti bacaan itu. Tapi ia tidak berhasil, sebab ia hanya mengandalkan kekuatannya sendiri. Dengan gerakan cepat Deappa duduk tegak di ranjang, memejamkan mata penuh konsentrasi. 

Deappa membayangkan pertemuannya dengan makhluk aneh itu, seperti dalam mimpinya. Dia coba menjalin komunikasi dengan makhluk aneh itu. Beberapa saat Deappa tenggelam dalam keheningan penuh konsentrasi. Setelah kira-kira 2 menit, ia membuka mata, menarik nafas panjang dan tersenyum, Ia telah mengerti apa yang dimaksudkan tentang tulisan di gulungan itu. 

Ada satu tulisan yang mengisyaratkan bahwa 'Deappa hari ini harus mendapatkan informasi tentang sejarah perkembangan huruf yang berpusat di Yunani', tulisan yang lain mengisyaratkan Deappa wajib mengenakan gelang itu, kemanapun ia pergi. Sebab gelang itu memiliki kekuatan misterius.

Mendapat isyarat ini, Deappa berpikir, "Dimana ya mendapatkan buku yang bercerita tentang sejarah huruf". Di perpustakaan sekolah ? Hari sabtu sekolah libur. Di internet ? Gak mau ah, Deappa maunya sambil jalan jalan. 

Di Perpustakaan Nasional ? Yups, ide yang bagus ! Deappa pun memutuskan pergi ke Perpustakaan Nasional, Jakarta. Ia kemudian bergegas lari menuju kamar tidur ayahnya. 

Tapi baru setengah jalan, dengan sigap ia berbalik badan, mengambil benda berbentuk gulungan, dan menyimpannya rapat di dalam lemarinya. Setelah semuanya dipastikan aman, Ia berlari kecil ke kamar ayahnya.

"Ayah, ayah maaf bangun, Deappa mau bicara sebentar". Deappa coba membangunkan ayahnya.

Berulang kali Deappa coba membangunkan ayahnya. Karena hentakkan kuat tangan Deappa ke tubuh ayahnya, akhirnya ayahnya terbangun.

"Sambil melihat jam dinding, ayahnya berkata,"Hei ada apa malam-malam begini membangunkan ayah ?"

"Maaf ayah, hari ini bisa temani Deappa  pergi ke Perpustakaan Nasional ya, Deappa mau baca-baca buku tentang sejarah huruf ?" tanya Deappa.

"Ini hari apa sih ?" tanya ayahnya.

"Sabtu ayah, tanggal 14 September 2019, kalau tidak salah, bulan September adalah hari Gemar Membaca, dan hari ini adalah hari Kunjung Perpustakaan", jawab Deappa.

"Oh begitu, baik, ayah bisa mengantar Deappa ke Perpustalaan Nasional, kebetulan ayah juga mau mencari buku sejarah arsitektur klasik", kata ayahnya.

Sambil mencium pipi ayahnya, Deappa berkata,"terima kasih ayah". Karena masih jam 24.38 wib, Deappa pun bergegas tidur lagi, dan berjanji kepada dirinya sendiri bangun lebih pagi untuk mengerjakan kegiatan rutin harianya dan persiapan pergi ke Perpustakaan Nasional.

Tepat jam 08.05 wib, Deappa dan ayahnya sudah duduk di bangku kereta commuter line jurusan stasiun Jakarta Kota. Nanti mereka akan turun di stasiun Juanda dan akan menyambung naik busway menuju Perpustakaan Nasional. 

Di dalam kereta, banyak anak-anak duduk bersama orang tuanya. Banyak pula pemuda-pemudi duduk berdampingan. Yang sibuk bermain gadget juga banyak. Ada juga para lansia, dan mereka yang berkebutuhan khusus duduk di bangku prioritas. Mereka semua asyik menikmati perjalanannya.

Ada satu orang tua, duduk bersebelahan dengan ayahnya Deappa, berbicara kepada anaknya, "Sekarang kereta api jauh lebih nyaman daripada 8 tahun yang lalu, artinya ada kemajuan setiap tahunnya. Kita wajib turut mendukung kemajuan ini dengan cara menaati peraturan. 

"Lihatlah itu tulisan-tulisan yang terpampang rapi di jendela dan di pintu !". Anaknya menganggukkan kepala tanda  ia mendengarkan cerita orang tuanya, sambil menengok kiri dan kanan memperhatikan tulisan-tulisan di pintu, jendela dan dinding kereta.

Sambil bermain game menyusun balok-balok di telepon genggamnya, pandangan mata Deappa pun terkadang tertuju pada tulisan-tulisan itu ; 

Ukuran Maksimum Barang Bagasi -- 100 cm x 40 cm x 30 cm

Maximum Luggage Size Allowed


Berikan Jalan Untuk Penumpang Yang Akan Turun Terlebih Dahulu

Give way For Alighting Passangers


Jaga & Periksa Barang Bawaan Anda

Watch Your Belongings

 

Kerusakan / Kehilangan Bukan Merupakan Tanggung Jawab Pt. KCJ

PT. KCJ Is Not Responsible For Broken, Lost Or Stolen Property


Alat Pemadam Api Ringan

Fire Extinguisher

Cara Penggunaan

Instruction

 

Awas Tangan Terjepit

Watch Your Hands


Dilarang Mengganjal Pintu Kereta

Do not Hold The Door Open


Dilarang Bersandar Pada Pintu Otomotis

Do not Lean Againts Automatic Door


Dilarang Berada Di Sambungan Kereta

Riding Between Cars Is Prohibited

 

Petunjuk Keadaan Darurat

Emergency Instruction

Tempat Duduk Prioritas

Priority Seats


Lanjut Usia

Elderly Passangers


Wanita Hamil

Pregnant Women


Penyandang Kebutuhan Khusus

Physically Handicapped

 

Ibu Membawa Anak

Mother With Infant

Mohon Kesadarannya Untuk Memberikan Tempat Duduk

Kepada Penumpang Yang Lebih Membutuhkan

Please Be Kind To Give The Seat For Others Passengers Who Need It Most

 

Jangan Panik, Tekan Tombol Darurat

Do Not Panic, Push The Emergency Button


Dengarkan Arahan Dari Petugas, 

Listen For Directions From The Authorized Personal

Keluar Melalui Pintu Dengan Cara:

Exit Through The Door By:


Putar Tuas Yang Terletak Di Bawah Tempat Duduk Untuk Membuka 1 Pintu Terdekat

Turn Handle That Is Located Under Seat To Open The Nearest Door


 Putar Tuas Yang Terletak Pada Dinding KRL Untuk Membuka Seluruh Pintu Di Dalam 1 Kereta.

Turn Handle That Is Located On The Wall To Open All Doors In One Car

Kemudian Buka Pintu Secara Manual

Than Manually Open The Door


Jika Tidak Dapat Melalui Pintu

If Unable To Exit Through The Door


Turunkan Jendela, Kemudian Keluar

Pull Down The Window and Exit

                        

Jalur Evakuasi & Letak Fitur Darurat

Evacuation Flow And Emergency Features Location

"Banyak banget ya ayah tulisan-tulisan di kereta", kata Deappa.

"Ya benar, banyak dan sangat penting. Dan harus diperhatikan baik-baik dan ditaati. Kita harus belajar menghargai karya orang lain. Sebab tidak mudah membuat tulisan-tulisan itu, jika tidak ada niat, tidak ada komitmen untuk melayani penumpang atau masyarakat, ya bakalan tidak jadi", kata ayah Deappa. 

Disaat Deappa sedang membaca kembali tulisan dengan 'model font arial' yang terpampang di jendela ;

"Tempat Duduk Prioritas"

Priority Seats

Tiba-tiba di belakang huruf T, D, dan P muncul bayangan hitam, dan menghidupkan huruf-huruf itu. Huruf-huruf itu bergerak memutar, merambat turun dari kaca, merayap menuju kearah Deappa. 

Meskipun Deappa sudah sering merasakan keanehan setiap membaca, namun kejadian kali ini tidak pernah ia alami. "Apakah semua ini gara-gara mimpi tadi malam". Deappa ketakutan dan menaikkan ke dua kakinya ke bangku, sambil melihat gelang di tangan kanannya, yang menunjukkan tidak ada perubahan apa pun.

Ayah Deappa ; "Hei Deappa, turunkan kakinya dong, itu tidak sopan".

Deappa : "Maaf ayah, tadi ada huruf berjalan kearah Deappa. Deappa takut".

Ayah Deappa ; "Huruf berjalan, Jalan bagaimana ?"

Deappa : "Tadi huruf-huruf itu berputar di kaca, merambat turun dan merayap kearah Deappa".

Ayah Deappa ; "Masak sih, ada huruf bisa berjalan, aneh nih Deappa".

Deappa : "Deappa serius, tidak bohong, ayah tidak percaya sama Deappa?"

Ayah Deappa : "Bukan tidak percaya, cuma kamu aneh saja, masak huruf bisa jalan".

"Kalo ayah tidak percaya, ayah perhatiin saja terus huruf-huruf itu". Sambil tangan Deappa menunjuk ke arah tulisan ;

'Tempat Duduk Prioritas'

Priority Seats

Ayah Deappa pun menanggapi tantangan Deappa. Ia memperhatikan tulisan itu secara seksama dan tak berkedip. Mereka berdua tidak menyadari bahwa tingkah lakunya diperhatikan oleh beberapa orang di kereta. 

Setelah 2 menit berlalu, ayah Deappa berkata,"Tidak ada apa-apa, tak ada satu huruf pun yang bergerak. Ada dua kemungkinan, Deappa bohong atau Deappa mengarang cerita ?".

Saat Deappa dan ayahnya sedang berdebat, dan Deappa belum sempat menjelaskan lagi kepada ayahnya, tiba-tiba terdengar pengumuman dari petugas kereta;

"Stasiun berikutnya Juanda, Next Station Juanda !". 

Jarum jam menunjukkan pukul 9.10 wib saat kereta tiba di stasiun Juanda.

"Ayah kita sudah sampai di stasiun Juanda", kata Deappa.

"Iya perjalanan kita cepat dan nyaman, meskipun agak terganggu dengan cerita huruf-huruf yang dapat bergerak tadi" kata ayah Deappa sambil tersenyum. "Ah ayah nih menyindir melulu". Kata Deappa sambil menabok pelan tangan ayahnya.

Mereka turun dari kereta dengan hati-hati. Dari stasiun Juanda, Deappa dan ayahnya berjalan kaki menuju halte busway Juanda, akan berlanjut menuju halte transit busway Harmoni, kemudian terakhir menuju ke Perpustakaan Nasional.

Waktu menunjukkan pukul 9.28 wib saat mereka tiba di Perpustakaan Nasional. Dari pinggir jalan, mereka terkesima melihat gedung ini. Di fasade depan gedung, kira-kira lantai yang ke 27, menempel tulisan 'Perpustakaan Nasional RI'. "Wow tinggi sekali ya gedungnya", kata ayah kepada Deappa. "Ya ayah, yuk ayah kita selfie dulu", kata Deappa.

Di bagian depan gedung ini ada bangunan 1 lantai yang atapnya bergaya arsitektur tradisional yang berfungsi sebagai lobi, mirip museum dan sekaligus ruang pameran. Benda-benda yang dipamerkan berhubungan erat dengan literasi. Namun sebetulnya lobi utama Perpustakaan Nasional ini adalah, ruang terbuka yg sangat luas setelah melewati  bangunan satu lantai ini.

Setelah melihat-lihat tampilan gedung dari luar dan taman yang ditata rapi, mereka berjalan menuju lobi pertama. Di tengah lobi, mereka berdua bimbang, mau masuk ruang pameran sebelah kiri atau sebelah kanan. 

Sementara ayahnya menuju ruang sebelah kiri, Deappa lari ke ruang sebelah kanan, sebab ia melihat ada lampu menyala dan layar besar terpampang di ruang ini, dengan judul 'Ruang Peristiwa Membaca' ;

Ruang peristiwa membaca menghadirkan aktivitas peristiwa membaca dari zaman ke zaman melalui ilustrasi yang digerakkan oleh teknik proyeksi video mapping. 

Dalam ilustrasi tersebut diceritakan bagaimana karya-karya tulis dihasilkan untuk dibaca atau dibacakan di depan khalayak, ditularkan dari individu ke individu, dari kelompok ke kelompok, dari generasi ke generasi. 

Bagaimana 'bacaan-bacaan' itu dipatrikan dalam batu, disenandungkan di hadapan banyak orang, didiktekan sampai dibaca dalam hati. Pada ruang ini pun terdapat video animasi mengenai pengaruh membaca terhadap struktur otak manusia.

Ruangan terasa sunyi, belum banyak orang yang masuk di ruang ini, kecuali Deappa dan satu anak perempuan berumur kira-kira 8 tahun bersama ayahnya. Deappa memanfaatkan kesempatan ini untuk membaca penuh perhatian. Tiba-tiba beberapa huruf, R,p,m,a,d,z,b,k dan masih banyak lagi, melompat dari layar ke arah Deappa. 

Merasa dirinya dalam keadaan bahaya, ia bergerak mundur dan berusaha menangkis huruf-huruf itu agar tidak menyentuhnya.  Huruf-huruf itu mengerti gerakkan Deappa, mereka berputar, melompat lebih tinggi, dan semua berhasil menempel di baju Deappa. 

Refleks Ia mundur, kakinya terhentak keras di lantai, menimbulkan suara berisik "Duk-duk!", tangannya mengibas-ngibas bajunya agar huruf-huruf itu terlepas, Huruf-huruf itu melompat-lompat, bergantian malah 'mencium' pipinya. 

Deappa mengangkat tangan kanannya berusaha menyapu huruf-huruf yang menempel di pipinya. Tiba-tiba, beberapa tombol yang terdapat di gelangnya menyala, dan muncul berita di monitor gelangnya 'Jangan takut itu teman-teman barumu'.

"Maaf,  ini perpustakaan jangan bikin gaduh ya", Anak perempuan yang sedang ada di ruangan ini pun mengingatkan Deappa.

"Oh ya, maaf", kata Deappa

Dua 'peringatan' itu membuat Deappa bersikap tenang dan tidak takut lagi. Satu peringatan berbunyi 'Jangan takut itu teman-teman barumu' dan satu lagi, 'Hai maaf, ini perpustakaan jangan bikin gaduh ya'.

Deappa termenung sejenak, meskipun semua kejadian ini di luar kendalinya, ada rasa tidak enak di hati Deappa, ia bukan tipe anak pengacau, namun yang jelas gara-gara dia, bacaan  'Ruang Peristiwa Membaca' yang awalnya rapi berubah menjadi 'ompong' dan sangat tidak nyaman untuk dibaca lagi, sebab beberapa hurufnya telah tanggal. Ia ingin segera mengembalikan huruf-huruf itu ke layarnya, tapi bagaimana ? 

Deappa belum tahu caranya. Ia mencoba menggerakkan tangan kanannya dan menunjuk-nunjuk ke arah layar, tapi huruf-huruf tetap menempel di bajunya.

Selain perasaan tidak enak, di wajahnya tersirat ada rasa senang, karena sekarang ia mempunyai kekuatan misterius yang mampu membuat huruf-huruf alfabet bisa bergerak, melompat, 'mencium' dan menempel di bajunya. Perasaan tidak enak, senang, bercampur-aduk di pikirannya, ditambah lagi ada misi khusus yang belum terselesaikan, mencari buku tentang perkembangan alfabet, menyebabkan badannya lemas. 

Deappa bersandar di dinding, memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam. Tiba-tiba huruf-huruf yang menempel di bajunya bergerak, dan 'mencium' pipinya seolah-olah memberi semangat, 'Jangan Takut Tetap Semangat'.

Deappa mengangkat wajahnya, berdiri tegak dan berjalan mencari ayahnya. Dibuang jauh-jauh keinginannya untuk membaca tulisan apapun yang ia lihat, sebab ia kuatir jika huruf-huruf yang ia baca bakal melompat dan menempel ke tubuhnya lagi. Dia tak ingin mengulang seperti kejadian di 'Ruang Peristiwa Membaca' lagi. '

Di ruang sebelah, Deappa melihat ayahnya sedang membaca tulisan tentang arti aksara ;

Aksara adalah suatu sistem simbol visual yang tertera pada kertas maupun media lainnya (batu, kayu, kain, dan lain sebagainya) untuk mengungkapkan unsur-unsur yang ekspresif dalam suatu bahasa. Istilah lain untuk menyebut aksara adalah sistem tulisan. 

Alfabet dan abjad merupakan istilah yang berbeda karena merupakan tipe aksara berdasarkan klasifikasi fungsional. Unsur-unsur yang lebih kecil yang terkandung dalam suatu aksara antara lain:  grafem, huruf, diakritik, tanda baca, dan sebagainya.

"Aksara" secara estimogis berasal dari bahasa Sansekerta yaitu akar kata "a-" yang berarti 'tidak' dan "kshara" yang berarti 'termusnahkan'. Jadi, aksara adalah sesuatu yang tak termusnahkan/kekal/langgeng. Dikatakan sebagai sesuatu yang kekal, karena peranan aksara dalam mendokumentasikan dan mengabadikan suatu peristiwa komunikasi dalam bentuk tulis. 

Melalui aksara yang ditatah di atas batu hingga ditulis di atas daun lontar dan lempeng tembaga, kesuraman dan kejayaan masa lalu dapat dijamah kembali melalui bukti-bukti lateral.

"Ayah, sudah selesai membaca belum, ayo kita ke lantai 2 perpustakaan, mencari buku dengan komputer", Panggil Deappa. "Sebentar". Jawab ayahnya. Setelah ayah Deappa selesai membaca tentang tulisan aksara, mereka berdua berjalan keluar dari bangunan satu lantai ini, menuju gedung 24 lantai, perpustakaan nasional. 

Deappa : “Ayah tadi baca apa ?”

Ayah : “Tentang arti aksara”.

Deappa : “Mengerti artinya gak ?”

Ayah : “Tahulah lah !”

Deappa : “Apa ?”

Ayah : “Ayah baru tahu ternyata aksara artinya "A-" yang berarti 'tidak' dan "kshara" yang berarti 'termusnahkan'. Jadi, aksara berarti tidak akan musnah, atau hidup abadi, hidup terus dari jaman dulu”.

Deappa : “Alfabet juga hidup dari jaman dulu, sampai sekarang, ayah percaya tidak ?”

Ayah : “Iya percaya”.

Deappa : “Nah, tadi waktu di kereta, ada huruf-huruf hidup dan bergerak, ayah tidak percaya?”

Ayah : “Ya kalo ada huruf-huruf alfabet yang bergerak-gerak ya ayah tidak percayalah”.

Deappa : “Ya udah kalau ayah tidak percaya, kalau Deappa sih percaya alfabet itu tidak pernah musnah dan akan hidup abadi, sampai hari ini dan selama-lamanya”.

Ayah menjawab dengan mengejek dan tersenyum : “Ayah juga percaya alfabet hidup selama-lamanya, tapi tidak bisa bergerak-gerak, seperti di kereta tadi”.

Deappa : “Huh ayah ini kerjakannya mengejek Deappa melulu”.

Di lobi utama gedung ini, mereka berhenti sejenak, mengamati pemandangan yang megah, mengambil foto, dan sambil menghirup udara segar.

Eskalator bergerak dari lantai 1, mengantar Deappa dan ayahnya ke lantai 2. Sementara ayahnya berjalan menuju tempat pendaftaran keanggotaan, Deappa menuju ke  ruang  komputer, yang dipajang berjejer dengan sangat rapi.  Dengan hati-hati, ia mendekati salah satu komputer yang paling pojok. 

Belum sampai jari-jari tangannya menyentuh tombol-tombol keyboard, Deappa sangat terkejut, dengan refleks ia melangkah mundur hampir terjatuh, gara-gara kira-kira 5 huruf di tombol-tombol keyboard melompat dan menempel di baju Deappa. Disusul huruf-huruf yang ada di komputer sebelahnya pun ikut melompat, menempel dan 'mencium' pipi Deappa.

Ini kedua kalinya Deappa mengalami kejadian dimana huruf-huruf alfabet melompat dan menempel di bajunya. Ia tahu huruf-huruf itu tidak berniat jahat, mereka hanya ingin bermain bersama Deappa. Masalahnya, hal ini membuat suasana perpustakaan jadi tidak nyaman. Bayangkan, tulisan yang awalnya rapi, berubah menjadi 'ompong' gara-gara beberapa huruf dari setiap kata tanggal. 

Sekarang kejadian lagi, huruf-huruf di tombol keyboard juga ada yang hilang. "Waduh !" Deappa berjalan lemas menuju kursi ruang tunggu yang berada tepat di depan meja pendaftaran, dimana ayahnya sedang diambil foto diri untuk kartu keanggotaan perpustakaan. 

Petugas bagian pendaftaran itu, dengan seksama memperhatikan Deappa yang kelihatan kecapekan, katanya,"adik mau permen?" Deappa tak menduga atas tawaran permen ini, ia pun bergegas berdiri, dengan gembira melangkah menuju meja pendaftaran, dan mengambil permen, sambil berkata,"Terima Kasih". 

Disusul ucapan 'Terima Kasih' dari ayahnya, atas terselesaikannya kartu keanggotaanya dengan cepat dan rapi. Petugas pendaftarannya pun tersenyum dan berkata,"Sama-sama".

Sementara, di ruang pameran lantai 1, tepatnya di ‘Ruang Peristiwa Membaca’ seorang pustakawan dan temannya berbincang dengan petugas keamanan berbadan tinggi kekar.

Petugas keamanan; "Kapan terjadi, beberapa huruf hilang dari tulisan ini ?"

Pustakawan: "Tadi kira-kira jam 10.00 an, setelah saya mendapat laporan dari seorang pengunjung, yang melihat banyak pengunjung lain yang menanyakan tentang keanehan ini, dan merasakan ketidaknyamanan saat membaca".

Petugas keamanan: "Apakah hal ini pernah terjadi sebelumnya ?"

Pustakawan: "Belum pernah pak Rosyid, padahal hari ini adalah hari Kunjung Perpustakaan. Kami kuatir hal ini akan dibaca oleh pengunjung lain, dan menimbulkan pertanyaan tentang kinerja kami, makanya sementara kami tutup dulu tulisan ini dengan kain putih".

Petugas keamanan: "Baik, kami akan menemukan pelakunya, jika ada hal-hal yang mencurigakan, segera hubungi kami, untuk sementara bacaan 'Ruang Peristiwa Membaca' dimatikan dulu saja.

Saat pak Rosyid, petugas keamanan itu melangkah ke arah pintu keluar, tiba-tiba ada pesan masuk di telepon genggam pustakawan itu,

"Ratna, di lantai 2, ruang pendaftaran keanggotaan, beberapa huruf di tombol keyboard juga pada hilang, dan juga di toilet, tulisan 'TOILET' berubah menjadi 'LET', tulisan 'WANITA' berubah menjadi 'NITA'.

Ratna (pustakawan): "Pak Rosyid, ini barusan saya terima pesan dari lantai 2, bagian pendaftaran keanggotaan, beberapa huruf di tombol-tombol keyboard komputer juga hilang, tapi semua keyboard yang hilang hurufnya sudah langsung diganti yang baru. Tulisan 'TOILET' juga sebagian hilang hurufnya".

Petugas keamanan: "Baik bu Ratna, kami akan menemukan pelakunya segera, Terima Kasih informasinya".

Saat Deappa dan ayahnya melihat-lihat sekeliling lobi lift lantai 2, tiba-tiba salah satu pintu lift terbuka,  lampu indikator lift menunjukan lift naik keatas. Deappa dan ayahnya segera masuk ke dalam lift. 

Karena terburu-buru, Deappa yang posisi berdirinya dekat dengan tombol lift lupa untuk menekan salah satu tombol lift. Seorang anak perempuan yang berdiri lebih dekat dengan tombol lift, yang tadi pagi menegur Deappa saat di 'Ruang Peristiwa Membaca' berkata,

 "Ke lantai berapa?"

"O iya, lantai 7, Terima Kasih", jawab Deappa.

Mereka berdua tanpa sengaja, refleks, mengarahkan telunjuk jarinya ke arah tombol nomor 7 secara bersamaan, membuat tangan Deappa ‘menabrak’ tangan anak perempuan itu, ternyata tangan anak itu yang lebih dulu menyentuh tombol nomor 7. Lampu indikatornya pun menyala terang. Mereka berdua malu. Orang-orang yang di dalam lift pun tersenyum.

Orang-orang yang di belakang Deappa memperhatikan 'disain' baju Deappa yang penuh dengan huruf-huruf alfabet. Mereka melihat keanehan dari huruf-huruf itu, tetapi keanehan itu sulit digambarkan dengan kata-kata. Anak perempuan itu juga memperhatikan bagian depan baju Deappa, yang ada huruf-hurufnya. Entah apa yang ada dalam benak mereka berdua, yang jelas mereka pernah bertemu di 'Ruang Peristiwa Membaca' lantai 1. 

Dan sekarang mereka berdiri berdekatan dan saling diam. "Ting Tong !" bunyi pertanda lift tiba di lantai 7. Orang-orang dalam lift serentak melihat lampu indikator di tombol lift. Setelah pintu lift terbuka, Deappa dan ayahnya segera keluar lift. Diikuti oleh anak perempuan bersama ayahnya.

"Deappa duluan aja, ayah mau ke toilet dulu", kata ayahnya.

"Ya ayah, Deappa langsung ke ruang anak-anak", jawab Deappa.

Sambil melepas sepatu dan memasukannya ke dalam loker, Deappa berjanji pada diri sendiri, bahwa ia tidak akan membaca tulisan apapun. Sebab, jangan sampai terulang ke empat kalinya, huruf-huruf pada tanggal dari tulisan apapun yang ia baca. Selesai memasukkan sepatu ke dalam loker, ia masuk ke area anak-anak, dan langsung menuju ruang bermain yang berada di pojok, disini banyak permainan dengan alat-alat peraga pendidikan. 

Deappa bermain menyusun balok, dan mencoba permainan yang lain di ruang ini. Tiba-tiba, muncul cahaya kilat yang sangat terang di ruang ini, selama 1 detik. Beberapa pengunjung terkejut, "Hai, apaan itu tadi ?". 

Namun karena kejadian begitu sangat cepat, para pengunjung tidak memikirkan hal itu lagi, mereka kembali pada aktivitas membaca masing-masing. Seorang pustakawan merasa bertanggung jawab atas kejadian ini segera berdiri, melihat sekelilingnya jika ada sesuatu yang tidak diinginkan, berjalan tenang ke arah ruang tempat Deappa, mengawasi sebentar, ia berbalik badan ke arah tempat kerjanya, ”tidak ada apa-apa”. Bisiknya.

Sisa-sisa kecil cahaya kilat masih ada di ruang, tempat Deappa bermain. Ia melihat cahaya kecil di sudut ruang. Dengan perasaan heran dan penasaran ia mendekati cahaya kecil itu. "oh itu buku, buku kuno", kata Deappa. 

Dengan sangat hati-ati ia mengambil buku itu. Seketika lenyaplah cahaya itu. Deappa langsung membuka dan membacanya sambil kadangkala melihat sekelilingnya, kuatir jika ada orang yang mengetahui kejadian yang ia alami. Ia terus fokus membaca, buku ini :

Sebelum runtuhnya kekaisaran Mycena di Yunani. Hiduplah sekelompok manusia kerdil. Mereka tinggal di wilayah yang subur. Kelompok itu dipimpin oleh 26 orang kerdil, yang masing-masing memiliki kekuatan luar biasa, yang diperoleh dari para dewa yang memberikan kepercayaan kepada mereka untuk memimpin suku orang kerdil, menjadikan suku yang maju, aman, adil, makmur dan sejahtera. 

Namun yang terjadi sebaliknya. Dengan kekuatan yang dimiliki, 26 orang kerdil ini hidup seenaknya sendiri, tak disiplin, malas bekerja, suka merampas barang-barang orang lain, dan tidak peduli sesama dan lingkungannya. Tak satupun anggota masyarakat yg berani menentangnya. Karena ulah pemimpin yang tidak baik ini, banyak orang dari suku itu hidup sengsara. 

Tanah air yang awalnya indah berubah menjadi kotor dan tak terpelihara. Sungai-sungai penuh dengan sampah, airnya kotor dan mengeluarkan aroma tak sedap. 

Hutan gundul karena terlalu banyak pohon yang ditebang secara kasar dan liar. Jalan-jalan berdebu dan berlobang, menampung banyak air, menciptakan kubangan lumpur, jika turun hujan. Di kiri dan kanannya, terdapat selokan yang telah tertimbun tanah dan sampah. 

Melihat hal itu para Dewa marah,

 

"Brak !" Tiba-tiba, tanpa mengucapkan 'salam'  anak laki-laki berlari kecil, mendorong pintu koboi dan masuk ke ruang tempat Deappa sedang membaca. Deappa sangat kaget, mukanya agak pucat, refleks menurunkan tangannya untuk menyembunyikan buku kunonya. 

Anak kecil itu melihat gerakan Deappa dan berkata,"Membaca buku kok disini". Lalu anak kecil itu mengambil mobil-mobilan, memainkannya dengan cara didorong-dorong ke depan, ke belakang, melompat, kadangkala pelan, dan tak diduga ia memperagakan mobil-mobilannya mengebut ke arah Deappa yang sedang memegang buku. Deappa pun spontan berdiri menghindar, mendekap erat-erat buku kunonya, dan mundur merapat ke dinding. 

Dari luar pintu koboi seorang bapak memanggil anaknya,"Rafa, dipanggil ibu sebentar". Anak itu menoleh ke arah bapaknya, menaruh mainannya ke tempat asalnya dan langsung menghampiri orang tuanya. 

Sambil menggandeng anaknya keluar dari ruang bermain, orang tua itu tersenyum kearah Deappa. Deappa pun membalas senyuman itu dengan senyuman sebaik mungkin, sebab dalam dirinya ada gejolak keinginan yang memburu untuk menyelesaikan bacaannya. Itu artinya, jika mungkin jangan ada lagi orang yang masuk ke area bermain lagi. Ia pun segera duduk kembali, sekarang lebih ke arah pojok,  dan melanjutkan membaca buku kunonya :

Melihat hal itu para Dewa marah, memanggil ke 26 pemimpin suku kerdil itu, dan berkata demikian,"Hai kalian kami pilih dan memberi kepercayaan memimpin suku orang kerdil, tetapi malah menjalani hidup seenaknya sendiri dan tidak disiplin. Kalian tidak bisa memimpin dan memelihara alam. 

Maka, Kami akan mengutuk kalian. Tetapi kami akan memberi kalian  kesempatan hidup kembali di dunia lain, dunia peradaban baru, yang lebih maju. Di sana, kalian akan mengemban tugas baru. Waktunya akan tiba, seorang anak kecil berkata:


Si A bangkitlah !

Si B bangkitlah !

Si C bangkitlah !

Si D bangkitlah !

Si E bangkitlah !

Si F bangkitlah !

Si G bangkitlah !

Si H bangkitlah !

Si I bangkitlah !

Si J bangkitlah !

Si K bangkitlah !

Si L bangkitlah !

Si M bangkitlah !

Si N bangkitlah !

Si O bangkitlah !

Si P bangkitlah !

Si Q bangkitlah !

Si R bangkitlah !

Si S bangkitlah !

Si T bangkitlah !

Si U bangkitlah !

Si V bangkitlah !

Si W bangkitlah !

Si X bangkitlah !

Si Y bangkitlah !

Si Z bangkitlah !


Dan kalian harus setia dan tunduk pada perintah anak kecil itu. Seketika itu awan gelap menyelimuti tempat mereka berdiri. Beberapa orang kerdil itu berlari menghindari awan gelap,  Tetapi terlambat mereka semua sudah berubah menjadi patung. Kemudian orang-orang kerdil yang lain, membawa ke 26 pemimpin mereka ke dalam gua, untuk di makamkan. 

Setelah ke 26 orang kerdil ini dikutuk menjadi patung, para dewa memilih 26 orang kerdil baru untuk memimpin suku ini. Abad demi abad, akhirnya suku ini pun hilang bersamaan dengan runtuhnya kerajaan Mycena. Namun janji para dewa untuk membangkitkan kembali ke 26 orang kerdil itu tidak pernah musnah.

Tuntas sudah Deappa membaca buku kunonya, ia memegang erat buku itu, menciumnya, memejamkan mata, lalu meletakkan buku itu ke tempat cahaya tadi datang. Tiba-tiba buku itu mengeluarkan sinar terang kecil, lalu sekejap hilang. Ada rasa heran dengan kejadian semua ini, namun Deappa paham, buku datang diawali dengan terang, buku menghilang pun di akhiri dengan terang. 

Meskipun ada rasa puas dalam diri Deappa karena sudah selesai membaca buku kuno, tetapi masih ada rasa tidak nyaman yang mengganggu pikirannya, ia belum tahu cara mengembalikan huruf-huruf yang menempel dibajunya ke tulisan asalnya, 'Ruang Peristiwa Membaca'. Perasaan itu makin tak nyaman setelah Ia merasakan haus dan lapar, ia lupa makanan dan minumannya ada di dalam tas yang di loker lantai 2. 

Ia segera berdiri dan berjalan hendak keluar ruang, tiba-tiba,"Hai Deappa !" 26 makhluk kecil imu-imut serentak memanggil nama Deappa. Ia kaget dan menoleh ke belakang, melihat makhluk-makhluk kecil penuh warna-warni, dan masing-masing di perutnya ada tertulis huruf A hingga huruf Z.

Si A : "Mendekatlah Deappa, jangan takut, kami adalah teman-teman barumu".

Si B : "Kami mengucapkan Terima Kasih, Sebab kamu telah membangkitkan kami".

Si C : "Kamu bisa memanggil kami; tim BooNAZ atau 26 tokoh alfabet".

Si D : "Kami semua, dari si A hingga si Z akan patuh pada perintahmu".

Si E : "Kami akan tetap setia padamu".

Si F : "Apa saja yang kamu minta, kami akan penuhi".

Si G : "Kami siap selalu membantu dalam setiap misimu".

Si H : "Pencetlah tombol huruf dari A hingga Z, yang ada di gelangmu, jika kamu membutuhkan kami.

Masih ada rasa waswas, Deappa pelan-pelan mendekati makhluk-makhluk itu, sambil kadang-kadang menoleh ke belakang, kuatir jika tiba-tiba ada orang yang melihat kejadian ini. Setelah berhasil mendekat, Deappa duduk berhadapan dengan mereka. "Peganglah, sentuhlah kami", kata si I. Deappa pun dengan sangat hati-hati mencoba menyentuh tubuh mereka, satu per satu, dari si A hingga si Z. 

Tiba-tiba Deappa dengan suara agak keras berkata,"Bisa tidak kalian membantu aku mengembalikan huru-huruf yang menempel di bajuku ini, ke tempat asalnya ?" Jawab si J sambil tersenyum,"Rabalah huruf-huruf yang menempel di bajumu, dan katakanlah mantra ini 'Jangan Banyak Bermain, Pulanglah'.

Maka huruf-huruf itu pasti akan kembali ke asalnya". Deappa pun segera berdiri, dihadapan tim BooNAZ, 26 tokoh alfabet, ia meraba-raba, bahkan mengosok-gosok huruf-huruf yang menempel dibajunya dengan rasa gemas, membuat bajunya lecek, sambil berkata,"Jangan Bermain Melulu, Pulang Kalian Semua". Semua anggota tim BooNAZ tersenyum melihat tingkah Deappa, yang salah mengucapkan mantra dan terlalu semangat menggosok-gosok bajunya.

Kata si K, "Deappa, kamu salah mengucapkan mantra, oleh sebab itu huruf-huruf itu masih menempel di bajumu. Lihat bajumu sampai kusut. Tak perlu keras-keras menggosoknya, cukup diraba saja. Kamu harus menghafal mantra ini, coba ucapkan sekali lagi dengan benar mantra ini 'Jangan Banyak Bermain, Pulanglah'.

Deappa memejamkan mata, menarik nafas dalam, sambil meraba-raba huruf-huruf yang menempel di bajunya, ia berkata, 'Jangan Banyak Bermain, Pulanglah', seketika itu huruf-huruf yang menempel di baju Deappa berpindah ke  ke pipinya, kemudian melompat dan menghilang, pulang ke asalnya, 'Ruang Peristiwa Membaca'. 

Melihat itu semua Deappa sangat gembira, ia berjalan ke arah tim BooNAZ dan memeluk mereka, dan berkata "Terima Kasih teman-teman".

"Permisi", tiba-tiba suara petugas keamanan menyapa Deappa dari balik punggungnya.

Deappa sangat kaget, jantungnya berdetak kencang, ada orang memanggilnya saat ia sedang berpelukan dengan 26 makhluk aneh. Refleks ia berbalik badan, seketika itu, team BooNAZ menghilang. Deappa tidak bisa menyembunyikan kegugupannya di depan petugas keamanan. - Bersambung.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun