Mohon tunggu...
Haqi Hilmawan
Haqi Hilmawan Mohon Tunggu... Freelance

Menurut saya, menulis bukan sekedar berpikir, melainkan menjadi teman cerita untuk diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nasihat orang tua

19 Agustus 2025   19:09 Diperbarui: 19 Agustus 2025   19:09 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pinterest 

   "Akhirnya aku lulus, Bu. Setelah lama menimba ilmu di Pesantren, aku sudah tidak lagi menjadi santri. Horee!!. Aku bebas." Alif berteriak, sambil membentangkan tangannya lebar-lebar.

   "Kamu tidak boleh bahagia dulu, Nak. Ini baru awal perjalananmu. Dunia tidak seperti yang kamu bayangkan. Jadi, sebarkan ilmu yang kamu punya pada orang-orang awam. Jaga dirimu baik-baik, jangan sampai kamu yang terhasut." Ibunya memberi nasehat.

   Di akhir zaman, susah membedakan antara orang yang benar-benar baik dan pura-pura baik. Makanya, ibunya menyuruh Alif untuk tetap berpegang teguh pada ilmu agama, dan menyebarkan seluas-luasnya.

   "Alif mengangguk dan tersenyum.

   "Apakah hasutan wanita lebih berbahaya, Bu?." Alif bertanya. Sambil berjalan menuju parkiran mobil.

   "Tidak semua wanita seperti itu. Namun, kamu harus pintar-pintar mencarinya. Wanita zaman sekarang mampu menyimpan rahasia dalam dalam, hingga tidak terlihat oleh siapapun. Rayuan wanita lebih kejam, Nak. Kamu harus berhati-hati." Ibunya tersenyum menatap anaknya yang kini sudah besar, lalu mengelus rambutnya yang berantakan.

   "Alif tersenyum simpul. Dari dulu dia hanya sekedar suka saja, tidak pernah sampai pacaran. Saling tatap dari jauh, lalu sama sama tersenyum. Saling mengirim surat, lalu sekedar mengasih surat saja, tidak berani bicara berdua.

   Ibunya membuka pintu mobil, lalu Alif masuk. Mobil perlahan jalan. Baru sampai pintu keluar parkiran, mobil terhenti karena macet~yang disebabkan banyak orang tua santri yang menjenguk, adik kelas Alif. Di hari kelulusan Alif, ayahnya tidak bisa hadir, sebab tugas yang pindah-pindah. Ayah Alif bekerja di kapal pesiar, bukan sebagai nakhoda kapal, melainkan sebagai Chef. Setahun sekali ayahnya baru pulang, atau kalau lagi cuti, bisa setahun dua kali. Gerimis membasahi jalanan kota. Suasana jalan ramai, mobil saling klakson, motor buru buru takut kehujanan. Jarak yang cukup jauh menuju rumah, sekitar 45 km.

   Alif adalah anak tunggal, makanya ibunya sangat menjaga dia sekali, supaya dia tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. Apalagi sekarang Alif sudah lulus, ibunya khawatir sekali, takut anaknya salah jalan. Jalanan mulai lenggang, namun gerimis terus turun. Lampu merah membuat seluruh mobil dan motor berhenti. Alif memandang seorang anak kecil yang membagikan amplop kosong, lalu di taruh disela spion, ibunya membuka kaca, ia membaca tulisan di amplop itu, (Semoga selamat sampai tujuan, sehat selalu), di samping tulisan ada emot senyum. Ibunya memasukkan sejumlah uang, lalu ditaruh kembali. Anak kecil itu mengambil kembali amplopnya, Alif melihatnya terharu."Semoga di beri rezeki yang melimpah." Ucap Alif dalam hatinya. Mendoakan anak kecil itu. Dia selalu bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan saat ini. Perhatian orang tua, walau lebih ke ibu, sebab ayahnya sibuk bekerja, ia memaklumi itu. Kasih sayangnya. Keinginan apapun yang terus dituruti, memiliki segalanya, tanpa adanya kesusahan.

   "Akhirnya kita sampai, Lif." Ibunya mematikan mesin mobil, lalu turun membantu Alif membawa ranselnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun