"Penari tradisional bukan hanya penghibur, tetapi penjaga warisan budaya bangsa yang perlu mendapat perhatian yang lebih serius, baik kesejahteraan pelatih dan penari hingga mempopulerkan tarinya itu sendiri, mulai dari masyarakat hingga pemerintah," tutur Dewi.
Tiga kisah sederhana di atas mungkin tampak sederhana. Tapi mereka adalah potongan dari bingkai besar bernama Indonesia.Â
Ketika modernisasi berjalan cepat, budaya asli perlahan kehilangan panggungnya. Dalam situasi ini, manusia-manusia seperti seperti Rizki, Alya, Ingki, dan Dewi hadir sebagai penjaga kobaran api untuk tetap menyala.
Mereka bukan selebritas, bukan tokoh besar. Tetapi merekalah yang memastikan warisan leluhur tetap hidup. Bukan sebagai fosil di museum, tetapi sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
TMII sendiri bukan sekedar destinasi wisata. Ia adalah ruang pendidikan dan budaya yang hidup. Oleh karena itu, dukungan pada mereka yang menjaga budaya harus diperluas melalui kebijakan pendidikan yang pro-budaya, fasilitas komunitas seni, hingga promosi pelibatan generasi muda melalui lomba dan pelatihan.
Budaya tidak akan bertahan hanya dengan dikenang. Ia bertahan karena dihidupi. Di Tengah ingar-bingar dunia modern, mereka adalah pengingat bahwa Indonesia ada karena budayanya. Dan budaya hidup karena ada yang terus menjaganya.
Di antara anjungan, museum, dan panggung budaya, ada mereka yang bekerja di balik sorotan. Merekalah wajah-wajah penjaga warna budaya Indonesia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI