Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kisah Si Ceper

6 September 2025   19:02 Diperbarui: 7 September 2025   07:26 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cerpen Kisah Si Ceper diolah menggunakan Canva buat Kompasiana (Dokumen Pribadi)

Si Ceper tak menjawab. Ia kembali masuk ke dalam rumah. Para kucing kampung menjadi penasaran dengan kucing yang mereka anggap aneh dan tidak sama persis dengen mereka.

Setelah meletakkan mangkuk makanan di teras, si Ibu tersenyum sebentar kepada para kucing, lalu berbalik masuk ke dalam rumah. Danesh, anak kecil yang tadi menggenggam boneka Minion berwarna kuning, mengikuti di belakang sambil melompat-lompat kecil. Pintu rumah ditutup perlahan oleh sang ibu, mengeluarkan bunyi kriieeet yang sudah akrab di telinga para kucing. Teras kembali sunyi, hanya suara mangkuk bergeser dan dengkuran si Hitam yang mulai makan duluan.

● ●
Sehabis makan kenyang di teras rumah tuannya si Belang, para kucing kampung kembali berkumpul di rumah kosong yang biasa mereka jadikan markas. Si Oyen, yang biasa cerewet, tiba-tiba berdiri di atas kursi rotan reot dan mengeong lantang.

"Rapat mendadak!" katanya, sambil melirik ke arah si hitam, si Kuning, dan si Belang Sapi. 

Kucing-kucing lain langsung duduk melingkar, sebagian masih menjilati sisa kuah di kumis mereka. Wajah mereka tampak serius, telinga tegak, ekor berhenti bergoyang.

"Ada yang aneh,"bisik si Kuning."Kucing pendek itu...kenapa bisa tinggal di rumah si Belang?"

"Betul," sahut si Hitam. "Kenapa si Belang nggak pernah cerita? Padahal kita tiap sore ngobrol soal tuan masing-masing."

Si Oyen mengangguk cepat. "Gue curiga. Jangan-jangan dia bukan kucing biasa. Datang diam-diam, duduk di ambang pintu, terus dapet tempat tidur di dalam rumah. Aneh, kan?"

Suasana rumah kosong jadi tegang. Angin sore masuk lewat jendela yang bolong, menggoyang tirai debu. Para kucing kampung saling pandang, mencoba mengingat: sejak kapan si Ceper muncul? Kenapa si Belang yang biasanya paling terbuka, malah diam soal ini?

"Kenapa jalannya kaya siput?" gumam si Abu, kucing tua yang jarang bicara. 

"Matanya kaya Alien,"bisik si Hitam, yang biasanya paling tenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun