Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kisah Si Ceper

6 September 2025   19:02 Diperbarui: 7 September 2025   07:26 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sudut jalan masuk perumahan Gayatri, hangat oleh matahari sore, berdiri sebuah rumah kosong yang telah lama terbengkalai. Tak ada manusia yang menghuni, dan dinding-dinding dibiarkan ditumbuhi sulur-sulur tanaman liar yang menjalar masuk hingga ke ruang tamu. 

Di dalamnya, hidup sekelompok kucing kampung yang sudah hapal betul ritme kehidupan manusia: mengais sisa nasi bungkus, mengorek sampah di depan rumah, dan berkumpul ramai setiap sore untuk berdiskusi santai, membicarakan tuan masing-masing—yang baik, yang pelit, yang suka memberi makan.

Mereka juga punya aturan tak tertulis—siapa yang boleh tidur di atas genteng, siapa yang berhak atas sisa ikan goreng di warung bu Siti yang terletak di ujung jalan, dan siapa yang harus minggir kalau si Oyen lewat.

Suatu pagi yang cerah, para kucing kampung sepakat bertandang ke teras  rumah si Belang—kucing yang katanya dipelihara oleh tuan paling baik seperumahan. 

Tuan si Belang di kenal tidak pelit, suka berbagi makanan, dan sering melempar sisa ikan goreng  ke halaman untuk kucing-kucing liar. Mereka datang satu per satu, pura-pura tidak saling kenal, lalu berjejer rapi di depan teras rumah, seolah sedang antre masuk warung. Ada yang duduk sambil menjilati kaki, ada yang menguap lebar, dan ada pula yang hanya menatap pintu, berharap tuan si Belang keluar membawa sarapan.

Pintu rumah kayu itu tiba-tiba terbuka, mengeluarkan suara khas—kriieet—yang membuat semua kucing spontan menoleh. Si Belang Sapi langsung tegak, si Oyen berhenti menjilati ekor, dan si Hitam yang sedang menguap mendadak menutup mulutnya. 

Dari balik pintu, muncul seekor kucing bertubuh pendek, bulunya putih, dibalut warna hitam dan kuning, matanya bulat seperti dua kelereng kaca. Langkahnya pelan, tapi mantap. Ia tidak mengeong, tidak melompat, hanya berdiri di ambang pintu.

"Eh... itu siapa?" bisik si Kuning, setengah bersembunyi di balik pot bunga.

"Alien," jawab si Oyen cepat, matanya membelalak."Gue pernah liat di mimpi. Persis kayak gitu!"

Si Belang Sapi mendekat pelan, ekornya tegak waspada."kucing salon? Bukan. ini... ini beda."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun