Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Penulis

Menjadi penulis adalah menjadi saksi: terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, dan terhadap sejarah yang terus bergerak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Aku Rindu Kota ini (Waktu dulu)

18 Agustus 2025   05:34 Diperbarui: 18 Agustus 2025   05:34 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang lelaki tua loper koran diolah menggunakan AI | Dokumen Pribadi

Berdesakan bersama teman-teman serantau yang sama-sama mengadu nasib di kota ini untuk mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil. Pribahasa orang tua dulu, "Segan bergalah hanyut serantau."

Pada akhirnya, aku berhasil lulus seleksi tertulis dan wawancara, serta dinyatakan bersih lingkungan dari partai yang dinyatakan terlarang oleh pemerintah. 

"Dulu tes CPNS terasa menantang, tapi sekarang rasanya jauh lebih rumit," keluh seorang guru yang tengah menanti hasil seleksi. 

"Sulit tidaknya bergantung dari sudut pandang masing-masing. Kalau waktu aku ikut seleksi tes CPNS harus mau ditugaskan kepelosok, daerah transmigrasi dan terpencil. Sementara, daerah perkotaan tidak ada formasinya." 

Kalau sekarang malah tak perlu jauh-jauh bertugas ke daerah transmigrasi, terpencil, jauh dari kampung halaman. Setelah sekian lama mengabdi jadi guru honorer, bisa diangkat menjadi guru PPPK di kampung sendiri.

***

Terakhir aku kembali ke kota ini di tahun 2016. Semua sudah berubah, becak (kendaraan roda tiga) yang dulu hilir mudik di daerah kota, sudah tak terlihat lagi.

Becak, merupakan kendaraan yang dulu sering kunaiki bila ingin berpergian di kota. Mau ke Kantor departemen pendidikan (Kandep), ke kantor ranting pendidikan yang kantornya berbeda jalan. 

Turun naik becak adalah hal biasa di Kota ini. Sekarang, kendaraan tersebut digantikan transportasi modern seperti ojek online dan angkot. (*)

Disclaimer: Kalau ada nama, tempat, atau kejadian yang terasa mirip dengan kenyataan, itu murni kebetulan. Penulis tidak sedang mengintip hidup siapapun, apalagi menyindir. Semua hanya rekaan, seperti mimpi yang ditulis ulang dengan tinta.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun