Mohon tunggu...
Benyamin Melatnebar
Benyamin Melatnebar Mohon Tunggu... Dosen - Enjoy the ride

Enjoy every minute

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Nightmare Basement

30 Agustus 2021   14:07 Diperbarui: 30 Agustus 2021   15:20 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab VII

Pembongkaran Empang

Malam telah berganti dengan keangkuhan subuh yang telah menantang kegelapan dan bersiap untuk menjalankan tugasnya. Embun dan kabut mengiringi perpisahan gelap dan terang menemani perjalanan terbitnya matahari. Dedaunan dan bunga – bunga di padang tidak mau kalah ikut berpartisipasi dalam bernyanyi, untuk menyongsong terangnya pagi. Gemericik air di sungai pertanda adanya kehidupan yang akan dimulai. Busungan dada sang ayam jantan mempertontonkan keangkuhannya, memecah pagi hari dengan kokoknya yang berwibawa. Semut - semut merah berbaris untuk mengangkut jarahan mereka ke sarang dan membahagiakan ratu mereka dengan makanan seminggu yang akan memuaskan perut mereka yang takkan pernah puas. Adakah hari ini kan membawa pada sebuah solusi atas teka – teki hilangnya Roni? Ataukah hanya petunjuk demi petunjuk yang di hasilkannya. Kicauan burung membahana di rumah Pak Ilham, burung – burung peliharaan pak Ilham merasa senang kediaman tuannya di kunjungi oleh banyak orang. Penduduk desa berbondong – bondong ke rumah Pak Ilham, karena Ia memang mengundang warga untuk membantunya membersihkan empangnya. Nyonya Ifa, iya itulah nama ibunya Roni. Ia terlihat sangat sedih. Ia duduk di sebuah kursi plastik paling depan untuk menyaksikan pembongkaran empang. Ia terlihat sangat menawan dengan kerudung oranye dipadu kacamata hitam, membuatnya seperti Syahrini sang artis ibukota. Memang tak jarang, penduduk desa, terutama kaum Adam yang terpesona dengan kecntikan istri Pak Ilham ini.

Tujuh pria besar terjun ke empang dan menangkap lele – lele untuk ditampung di sebuah ember besar. 20 buah ember digunakan untuk mengeluarkan air dari dalam empang. Warga menyaksikan dan menanti dengan penuh antusias. Di antara mereka pun berpendapat, seandainya ditemukan Roni juga, pasti sudah jadi tulang – belulang. Sudah hampir empat jam empang ini dikuras, belum juga ada tanda-tanda ditemukannya jasad Roni. Pak Ilham menyediakan makanan kotak kepada warga sebagai ganti makan siang, karena sudah merepotkan mereka untuk terlibat dalam pembersihan empangnya. Warga senang karena pak Ilham adalah orang yang dermawan di desa ini dan tidak jarang menyumbangkan sembako kepada warga desa. Empang dibersihkan dan ada bekas galian aneh di sudut empang yang berkedalaman tiga meter ini. Galian itu dibuka dan apa yang ditemukan, membuat warga shock. Sebuah plastik hitam diambil berisi tengkorak dengan tulang – tulang yang tidak lengkap. Kemudian disatukan kesemua rerangka tengkorak dan tulang. Didapati hanya struktur tubuh manusia dari kepala sampai ke pinggang saja. Sudah jelas, bahwa tengkorak ini pasti tubuh manusia yang dibunuh dan dimutilasi, karena rangkanya tidak lengkap. Dan sudah pasti rangka itu adalah milik Roni.

Sejak pembongkaran empang itu, aku semakin tidak tenang. Aku sering bermimpi buruk. Dan aku menduga, sepertinya Roni ingin menunjukkan sesuatu padaku. Dia ingin menunjukkan dimana sisa tulangnya berada. Jujur saja, aku semakin penasaran. Roni adalah anak yang baik dan termasuk siswa cerdas, bagaimana mungkin seseorang menginginkan kematiannya. Bila menilik kembali, seorang Pak Ilham yang sangat disegani oleh warga desa karena kebaikan dan sifatnya yang dermawan. Hal ini tidak masuk akal, bila ada yang ingin menyakiti keluarga mereka. Teka – teki ini sepertinya buntu. Apakah ada hubungannya dengan mahkluk-mahkluk halus di rumah yang kutinggali sekarang ini.  

Aku yakin, pasti sisa tulang itu ada di suatu tempat. Dan tempat itu pasti ada di rumahku. Tapi apa yang dipikirkan pembunuh gila itu, sampai melakukan mutilasi dengan menyebarkan potongan tubuh Roni di berbagai tempat. Apa salahnya Roni, sampai harus mengalami hal segila ini atau apakah ayah Roni yang dibenci oleh psikopat itu, sampai-sampai anaknya yang harus mengalami kekejaman seperti ini.


Aku mengambil dua buah ketimus di kulkas. Membuka daunnya dan menuju dapur membuang daunnya di tempat sampah dekat tempat cucian piring. Aku duduk di kursi ruang makan. Menuangkan air jeruk dari teko transparan dan menikmatinya perlahan. Kemudian aku beranjak dari kursi dan menuju dapur untuk keluar dari pintu belakang. Aku mengangkat jemuran kering yang sudah di jemur semalam. Aku menaruhnya pada keranjang dan membawanya ke kamar ayah. Nanti, tinggal ayah yang akan menyetrikanya, pikirku. Biasanya aku membantu ayahku menyelesaikan pekerjaan di rumah. Kami sudah membagi tugas untuk hal itu. Dan peraturan ayahku adalah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat, jadi aku harus menurutinya. Aku mengambil sapu dan mulai membersihkan rumah dari dapur sampai ke depan. Lalu aku menuju kamar mandi dekat dapur. Aku heran kenapa ember untuk pel sudah terisi, disaat aku memang ingin mengepel rumah. Ketika aku memasukkan kain pel dengan memegang gagang kain pel ke dalam ember, aku merasa ada yang mengganjal di dalam ember. Aku berusaha mengeluarkan ganjalan itu. Aku kaget ketika aku ambil ternyata sebuah tangan manusia lengkap dengan kelima jarinya. Air kain pel berubah dalam sekejap menjadi darah kental. Sontak, aku melempar tangan yang kupegang dan membuang darah kental yang berada di dalam ember. Aku merasa mual dan ingin muntah dengan yang kulihat.

Aku panik dan berlari menyusuri lorong dan menuju pintu ruang tamu. Lantai penuh dengan darah, pijakan kakiku lengket akibat darah kental yang sudah menyebar ke mana-mana. Aku mencoba buka pintu, tetapi pintu terkunci dan tidak ada kunci yang tergantung disana. Aku mencoba membuka pintu kembali. Aku ketakutan. Tiba-tiba ada yang menarik bajuku dari belakang. Aku masih menggigil karena keringat dan berusaha menoleh ke belakang, apa itu! Aku melihat sepotong tangan yang melayang-layang sedang menarik celanaku tanpa henti. Aku menghalau tangan itu supaya menghentikannya menarik bajuku. Potongan tangan itu mental ke dinding ruang tamu. Aku tetap mencoba membuka pintu. Saat aku berbalik ada sebuah kepala yang menatapku dari atas meja ruang tamu. Kepala itu mengeluarkan darah segar dari mulutnya, kedua bola matanya membelalak keluar. Lalu kepala itu terbang menuju arahku. Aku mulai ketakutan dan hampir pingsan melihat kepala melayang-layang di depanku.  Aku mencoba membuka dengan paksa pintu ruang tamu. Akhirnya terbuka. Aku mengambil langkah seribu, berlari keluar rumah dan segera mencari tempat berlindung dari mahkluk-mahkluk halus menyeramkan ini.

Aku terus berjalan. Untung saja aku ingat, bahwa sekitar tiga puluh meter ke arah utara ada rumah pak RT. Pasti Ia bisa menolongku. Menemaniku sampai ayahku pulang. Aku tetap berjalan dan mencari-cari rumah pak RT. Ada seekor kucing hutan berwarna hitam melewatiku dan matanya sanagat menyeramkan. Aku terus berjalan dan akhirnya menemukan rumah pak RT. Aneh sekali, lampu depan di halaman rumahnya menyala, lalu aku mengetuk pintu beberapa kali dan menunggu cukup lama diluar. Tetapi tidak ada yang membuka pintu. Sepertinya tidak orang di rumah. Aku bingung dan tidak tahu harus kemana. Aku ingin ke rumah pak Ilham, tetapi aku dengar dari ayah bahwa pak Ilham bersama keluarganya sedang liburan ke luar kota hari ini. Iya, aku akan menelepon ayahku. Tapi pasti ayah akan marah kalau aku meneleponya siang-siang begini. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Aku berjalan dan akhirnya berlari secepatnya berharap bisa melupakan kejadian – kejadian aneh yang baru saja terjadi. Aku berdiri di pekarangan rumahku, cukup lama aku berdiri di sana. Aku menunggu sampai keberanianku terkumpul.  

Sekitar dua puluh menit aku di luar rumah merasa ketakutan. Aku beranikan diri untuk masuk kembali, saat kukembali tidak ada noda darah sekalipun di lantai. Aku menyusuri lorong dan menuju kamar mandi dekat dapur. Pintu kamar mandi kubuka perlahan, luar biasa kagetnya aku. Ternyata tidak ada bekas darah setitik pun di sana dan tangan yang kulempar di luar dapur pun tidak ada. Hal ini semakin aneh. aku melanjutkan kembali kegiatanku membersihkan rumah, dan berpikir keras tentang kejadian-kejadian aneh yang terjadi belakangan ini.

Aku menaiki anak tangga untuk ke kamarku, sambil tangan kananku menggenggam sebuah sapu dan kemoceng, lalu tangan kiri menggenggam pengki. Aku membuka pintu kamarku. Entahlah, sejak kepindahan kami ke rumah ini. Aku belum pernah membersihkan kamarku. Aku mulai membersihkan dari ujung kamarku sampai ke pintu kamarku. Aku menemukan beberapa kejanggalan di kamarku. Sepertinya ada sesuatu di kamar ini. Bentuk kamar ini agak unik dan pasti menyimpan suatu rahasia juga di dalamnya. Tetapi itu pasti hanya ilusiku saja, pikirku. Aku menyapu, mengepel kamar dan merapikan meja belajarku. Setelah selesai. Aku membuka pintu kamar, keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Lalu menyusuri lorong.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun