Mohon tunggu...
Benyamin Melatnebar
Benyamin Melatnebar Mohon Tunggu... Dosen - Enjoy the ride

Enjoy every minute

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Nightmare Basement

30 Agustus 2021   14:07 Diperbarui: 30 Agustus 2021   15:20 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kunjungan malam hari

Suara jangkrik terdengar jelas di telinga. Terkadang dibarengi dengan suara burung hantu, seakan ingin menceritakan sejuta narasi kejanggalan yang terjadi di rumahku ini. Seketika terdengar ketukan di pintu ruang tamu. Ayah, beranjak dari sofa dan membuka pintu itu. “ Malam pak, maaf bertamu malam – malam begini. Kami tetangga sebelah ingin memberikan kue - kue ketimus ini. Tadi istri saya ini, membuat kue ketimus agak banyak. Kami ingin memberikan kepada Bapak dan keluarga. Dan hendak menyampaikan, bahwa bapak sangat diterima di lingkungan kami ini. ”  Ungkap sang suami. “ Wah, tidak usah repot - repot. Mari Pak Bu, silahkan masuk.” Kemudian ayah menerima beberapa ketimus itu dari tangan tetangga baru kami dan membawa piring berisi ketimus, lalu menaruhnya di meja makan. Kemudian menuju dapur mengambil dua gelas minuman kemasan untuk tetangga baru kami. “ Silahkan diminum. “ Ucap ayahku.  Aku duduk di sofa sambil memainkan mobil-mobilan yang dibelikan ayah dua bulan lalu. Mobil itu adalah salah satu mainan favoritku. Ayah mengobrol dengan mereka, dan aku ikut mendengarkan. Mulai dari hobby sampai pekerjaan pun di bahas oleh mereka. Dasar orang tua, pasti obrolannya tidak menyenangkan, pikirku. Hingga pada suatu pertanyaan dan aku ikut mendengarkannya. Ayah menanyakan apakah mereka itu punya anak seumuran dengan aku. Si suami tiba - tiba bersedih dan mulai menyenderkan dirinya ke sofa.

“ Sebenarnya kami punya anak, tapi anak kami hilang.” Ucap Bapak itu.

“ Maaf Pak, saya tidak bermaksud untuk mengingatkan kembali kisah kelam ini. ” Ungkap ayahku.

Sang istri, terlihat sangat sedih dan wajahnya memperlihatkan kekhawatiran

“ Tidak, tidak masalah. Lagipula kejadian ini sudah terjadi tiga tahun yang lalu. “ Ungkap bapak itu.


Bapak itu minta izin untuk mengambil satu minuman kemasan yang dibawakan oleh ayahku. Dan ayah mempersilahkannya dan juga istrinya. Ayah menyuruhku mengambil buah - buahan yang dibawa ibu dari kulkas untuk diberikan pada tamu baru kami. Sang istri berkata, “ Tidak usah repot-repot pak. “  Ayah menjawab dengan sigap, “ Tidak, tidak merepotkan sama sekali. “ Aku meninggalkan mainanku, lalu beranjak meninggalkan mereka berdua. Aku menyusuri lorong dan sebuah bayangan tiba - tiba mengagetkanku. Tidak, aku tidak boleh takut. Ada ayah dan tetangga baruku, kenapa harus takut, pikirku. Sekonyong-konyong dari balik kulkas ada sebuah tangan yang hampir membusuk dan memegang tanganku. “ Tidakkk, “ teriaku. “

“ Ada apa Rifki, “ ayah berteriak dan berlari menuju ruang makan. “ Tadi ada tangan yah, yang berusaha memegangku,” ucapku.

“ Mana Rifki, tidak ada apa-apa di sini, “ kata ayah sambil mengecek kulkas.  “ Tapi ini sungguh, yah. “ Ungkap diriku sambil ingin menangis. Ayah membungkuk mengambil buah apel dan pisang dari kulkas, membawanya dan menuntunku menuju ruang tamu.  “ Sudah jangan menangis, tidak malu kamu menangis di depan tetangga baru kita. “ Ucap ayah.

Ayah meletakkan buah-buahan di atas meja ruang tamu dan mempersilahkan tamu kami mencicipinya. Pria itu mengucapkan, “ Saya coba ya pak” “ Silahkan Pak. Mari bu dicoba juga “ Lalu pria itu berkata, “ rumah kami, 20 meter dari sini. Bapak bisa lihat rumah kami yang cat biru laut, dekat dengan empang. Anak saya hilang dan kami sudah putus asa karena tidak menemukannya sampai hari ini juga. ” Ungkap bapak itu kepada ayahku. “ Putra saya, adalah anak yang penurut. Karena setiap kali pulang sekolah, ia dengan gembira mengantarkan rantangan makanan untuk saya di Sawah. Dia anaknya selalu riang dan guru-gurunya mengatakan bahwa putra kami adalah anak yang cerdas. Betapa terpukulnya kami, sewaktu mengetahui bahwa anak kami hilang hari itu. Kami benar-benar merindukan anak kami. “ Ungkap bapak itu. Aku lihat matanya memerah dan mulai berlinangan air mata. Sang istri pun memegang tangan sang suami untuk menguatkan.

“ Memang, anak bapak dan ibu namanya siapa? Kalau boleh saya tahu ” . Ucapku sekenanya.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun