Mohon tunggu...
Benyamin Melatnebar
Benyamin Melatnebar Mohon Tunggu... Dosen - Enjoy the ride

Enjoy every minute

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Nightmare Basement

30 Agustus 2021   14:07 Diperbarui: 30 Agustus 2021   15:20 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: anandastoon.com
Sumber: anandastoon.com

Bab V

Teman Baruku

Aku menutup pintu dan menguncinya. Aku menyusuri lorong dan menaiki anak tangga menuju ke kamarku, tiba – tiba perutku terasa sangat sakit sepertinya mau buang air besar. Aku masuk ke dalam kamar mandi. Saat kunyalakan air keran di kamar mandi, aku mendengar ada suara kerikil mengenai jendela kamarku. Aku keluar dari kamar mandi dan melihat, siapakah gerangan yang mengangguku pagi - pagi seperti ini. Wah, ternyata tetanggaku. Dia seusiaku, sepertinya dia ingin mengajakku bermain. Aku buka jendela dan mengatakan sebentar lagi aku turun. Dia mengangguk. Akhirnya, aku punya teman di desa ini. Sudah pasti, tidak akan membosankan, pikirku.

Aku turun dan segera keluar rumah. Burung-burung berkicau di pagi hari yang cerah nan indah ini, matahari pagi memukau dengan terpaan sinarnya menuju rumah – rumah penduduk dengan sombongnya. Induk ayam dan dua anaknya berjalan menyusuri jalan – jalan desa untuk mematuk dan mengais rezeki ditemani bebek – bebek yang bernyanyi mempertontonkan keunikan bulu - bulu mereka yang berwarna kuning kecoklatan. Kami berjabat tangan. “ Saya Roni. “ Ungkap Anak itu. “ Aku Rifki. “ Ucap diriku. Gila, tangannya dingin sekali, pikirku. Aku berkata sekenanya, “ Kamu abis main air ya, tanganmu dingin sekali. “ Dia hanya tersenyum. Tapi senyumnya itu menakutkan, karena wajahnya terlihat pucat. Roni tinggal 30 meter dari rumahku. Dia mengajakku melihat empang di dekat rumahnya. Aku mengikutinya dari belakang. Ada yang janggal dari Roni, tapi aku masih menebak-nebak saja, dalam benakku. Kami tiba di empang dan Roni bilang empang ini milik ayahnya. Ayahnya memelihara Lele dalam empang ini, biasanya bila saatnya tiba, lele – lele ini akan dijual ke pasar dan kota – kota terdekat. Roni biasanya menemani ayahnya bila ayahnya ke pasar dan kota – kota terdekat. “ Empang ini dalamnya 3 meter, aku sering menghabiskan waktu dengan ayah setiap hari sabtu dan minggu di empang ini, “ ungkap Roni.

Roni berkata bahwa ia sangat senang menghabiskan waktunya di empang ini. Ayah Roni juga berternak ayam, bebek dan hobbynya adalah memelihara burung. Setiap pulang sekolah, Roni biasanya bermain dengan itik-itik yang bermain di empangnya. Roni mengambil beberapa kertas yang ada di halaman rumahnya. Ia mengajakku untuk membuat perahu dari kertas - kertas dan menaruhnya di empang. Ia memberikanku tiga lembar kertas, kami melipat beberapa perahu. Sebenarnya origami adalah salah satu kegemaranku juga, perahu - perahu yang kuhasilkan sangatlah unik dan belum banyak orang yang mengetahuinya. Roni senang dengan perahu – perahu buatanku. Ia juga membuat perahu-perahu unik, lalu kami menaruhnya di empang. Angin pagi menjelang siang pada saat itu cukup bagus, sehingga perahu-perahu kami bisa berlayar mengelilingi empang ditemani oleh bebek - bebek yang berenang di empang. Aku senang sekali, begitupula dengan Roni. Kami menghabiskan waktu berdua dan bercerita tentang sekolah. Roni menceritakan tentang mata pelajaran yang ia sukai. Ia sangat menyukai pelajaran menggambar. Dan ia menceritakan pula tentang hobby memancingnya. Pernah ia menghabiskan libur dua hari hanya memancing bersama dengan ayahnya. Wah, pasti menyenangkan sekali, pikirku. Roni berkata padaku, apakah aku ingin bermain di hutan bersamanya. Aku mengatakan padanya bahwa aku sangat menyukai suasana hutan belantara.


Lalu kami berjalan menyusuri jalan setapak desa dan sampai pada sebuah hutan belantara. Aku memperhatikan bahwa senyum Roni agak aneh. Kadang aku berpikir, kenapa Roni sering menyeringai dan tersenyum sendiri. Kami terus saja berjalan dan tibalah kami pada sebuah hamparan rumput yang sangat luas. Aku tidak menyadari bahwa kami berjalan sudah sangat jauh. Dan hamparan rumput ini adalah padang rumput yang berada di tengah hutan sebagai perantara antara desa Banyumanis dengan desa sebelah. Aku melihat Roni, sudah sangat familiar dengan desa ini. Beberapa kali ia berhenti sejenak menyentuh dedaunan putri malu dan melihat reaksinya. Memanjat pohon jambu klutuk, mengambil beberapa dan melemparkannya padaku. Kami pesta jambu klutuk di siang itu. Roni senang berlari dan sering kali melompat-lompat. Betapa girangnya Roni, sepertinya ia tidak memiliki teman selama ini, sehingga ketika aku muncul. Ia merasa senang. Teriknya matahari tidak mempengaruhi kami berdua, kami merasa senang dengan perjalanan tanpa arah ini. Yang jelas, kami hanya dua orang anak yang ingin menghabiskan waktu di luar rumah dan bersenang- senang. Perjalanan kami terhenti, ketika kami tiba di sebuah rumah yang sangat tua di tengah hutan.

Roni berdiam sejenak memperhatikan rumah tua itu, entah apa yang dilakukannya. Lalu ia mengajakku ke dalam rumah tua itu. Aku menggelengkan kepala. Aku berkata padanya bahwa aku tidak mau mencari masalah. Roni tetap nekad, Ia menyusuri jalan setapak menuju rumah tua itu. Kemudian ia mengetuk pintu. Dan berharap ada orang yang akan membukakan pintu. Kreekkk… Ternyata pintu tidak terkunci. Ia lalu masuk ke dalam rumah tua itu dan memberi aba-aba kepadaku untuk mengikutinya. Roni benar - benar nekad, aku saja tidak berani untuk masuk ke dalam sana. Rumah itu sangat menyeramkan. Tidak ada tanaman hidup di samping - sampingnya. Terlihat gersang, bahkan rumah tua itu, sangat menyeramkan karena berada di tengah - tengah hutan belantara ini. Rumah ini catnya sudah kusam, kayu - kayunya sudah reyot, beberapa kaca jendelanya pun sudah pecah. Roni berjalan masuk ke dalam rumah. Aku mengikutinya dari belakang. Roni menyusuri ruang tamu. Aku mengikutinya dan melihat keadaan di sekeliling ruang tamu itu, perabotan di dalamnya sudah sangat tua. Debu setebal dua inch dan kondisi di dalam rumah seperti kapal pecah. Sepertinya, rumah ini memang pernah ada yang menempati, tetapi ditinggalkan begitu saja. Bahkan barang - barang yang sudah agak tua ini, sebenarnya masih bisa dipakai. Tetapi oleh pemiliknya di biarkan saja tergeletak seperti ini.

Aku mengajak Roni untuk meninggalkan tempat ini. Tetapi Roni menolak. Ia tetap saja ingin tahu ada apa di belakang sana. Ia membuka setiap kamar dan berusaha mencari tahu. Roni kemudian menuju ruang santai keluarga, ia menemukan beberapa koran edisi lama, ia membongkar kertas-kertas yang ada di bawah meja, ruang santai. Ia menemukan beberapa potongan Koran tentang berita-berita aneh yang terjadi di desa ini. Ia memanggilku dan menyuruhku untuk membacanya. Aku berkata padanya, “ lalu apa yang harus kita lakukan mengenai berita-berita ini. “ Roni tidak perduli, ia tetap menyuruhku untuk tetap membacanya. Aku memperhatikan dengan seksama, apa ini. Ya, di surat kabar itu, menampilkan berita tentang beberapa kejadian lampau yang ada di desa Banyumanis. Berita tentang anak yang hilang. Ada beberapa berita yang tidak aku mengerti. Aku bertanya pada Roni. Ia hanya tersenyum saja. Berita itu sejenak bermain di dalam pikiranku. Tetapi aku langsung mengalihkan pikiranku dan melihat tingkah laku Roni. Roni beranjak dari tempatnya dan masuk ke ruang makan, Ia membuka lemari tua di dalamnya tersimpan piring-piring melamin, gelas-gelas calyx yang kokoh dan ia menemukan beberapa serbet yang tersimpan rapi di atas lemari tua itu.

Tiba – tiba aku kaget sekali karena aku melihat ada yang bergerak di bawah sana, ia itu ada yang bergerak di bawah meja tepat di samping jendela. Bayangan itu keluar dan “ miauuww. “ Oh Tuhan, ternyata cuma seekor kucing hutan, pikirku. Lalu kucing itu berlari dan keluar dari rumah. Aku memanggil Roni, “ Ayo Roni, kita harus keluar dari sini. “ Roni agak malas - malasan mengikutiku dan keluar dari rumah tua itu. Kemudian kami melanjutkan perjalanan siang ini. Kami tiba di sebuah jalanan berbukit - bukit. Aku menemukan beberapa batu nisan, Roni merasa senang dengan temuanku. Ia kemudian berlari ke arahku. Ia membantuku membersihkan batu nisan itu, kemudian Ia menyuruhku untuk memegang batu nisan itu agak lama dan berkata padaku, pejamkan matamu.

Aku melakukan seperti yang ia perintahkan dan juga memejamkan mataku. Tiba - tiba aku merasakan udara yang sangat panas di sekelilingku. Apa ini, aku mulai membuka mata. Sepertinya aku mendapatkan sebuah penglihatan. Aku berada di dalam sebuah rumah yang cukup besar, rumah itu penuh dengan kobaran api. Penghuni rumah itu berteriak satu sama lain. Ayo Yah, keluarkan anak – anak dari lantai atas. Aku hanya memperhatikan. Siapa mereka. Lalu sang pria itu berlari menaiki anak tangga, menggendong dua anak mereka yang masih balita. Kedua balita itu menangis. Aku berusaha ingin meraih mereka, tetapi tidak bisa. Aku tidak mampu untuk menolong mereka. Lalu ketika pria itu berusaha menuju pintu, tiba - tiba sebuah kayu dengan kobaran api jatuh di depan mereka. Sang ibu berusaha menggapai anak mereka dari tangn kanan si ayah.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun