Mohon tunggu...
Benny Wirawan
Benny Wirawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kedokteran dan blogger sosial-politik. Bisa Anda hubungi di https://www.instagram.com/bennywirawan/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Narsih, Bagian Dua

30 Januari 2019   16:30 Diperbarui: 30 Januari 2019   16:32 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sepertinya tidak. Belum ada klien yang menghubungi. Ada apa?" tanya Narsih, penasaran. Asih biasanya berusaha tidak membahas kegiatannya. Ia tahu Asih masih tidak nyaman mendengarnya.

Asih terdiam sejenak, ragu-ragu. Akhirnya ia bertanya, "Apa kau mau pergi ke gereja bersamaku?"

"Aku sudah lama tidak berdoa, apalagi ke gereja. Aku sudah lupa caranya ibadah," jawab Narsih, tertawa.

"Kalau lupa mari kuingatkan," jawab Asih, ikut tertawa. Ia terlihat bersyukur Narsih menanggapinya dengan santai.

"Kalau tidak ibadah pun tak apa. Gereja tak hanya untuk menyembah, kau pun tahu itu. Setidaknya datanglah untuk bertemu sanak dan handai taulanmu," tambah Asih lagi.

"Handai taulan yang melaknati aku dan mengkavlingkan rumah bagiku di neraka? Buat apa mereka mau bertemu aku?" kata Narsih lagi, masih tergelak.

"Mereka mungkin akan berubah pikiran setelah melihatmu. Bukankah kesal akan semakin menumpuk jikalau tak pernah bertemu?"

"Hmm, aku ragu," kata Narsih seolah bepikir. Sebenarnya ia yakin sanaknya masih sama seperti dulu, suka menghakimi dan merasa benar sendiri, merasa suci karena sudah beribadah seminggu sekali dan berdoa sepanjang hari. Oh ya, mereka juga tidak berzinah, maka mereka menjadi suci. Katanya. Narsih ingat ada sembilan perintah lain selain larangan berzina dan ia tak yakin penghujatnya sudah menaati semuanya.

"Apa kau masih sakit hati karena perbuatan mereka dahulu?" tanya Asih pelan.

"Sejujurnya aku sudah tak peduli. Aku yang dulu, yang mereka sakiti hatinya, sudah tak ada lagi. Aku yang sekarang sudah bukan yang dahulu, aku tak lagi mengingat ikatan diriku yang lampau. Hanya kaulah yang tersisa," terang Narsih.

"Apa yang kau maksud hidup baru? Bukankah gaya hidupmu masih sama seperti dahulu?" tuntut Asih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun