Pasar kerja tidak stabil. Ekonomi global tidak bisa diprediksi. Bahkan pekerjaan yang terasa aman hari ini bisa saja lenyap dalam lima tahun ke depan karena digitalisasi, otomatisasi, atau disrupsi lain. Maka muncul pertanyaan kritis: apa jaminan bahwa saya akan terus mampu mencicil rumah hingga lunas?
Inilah alasan mengapa banyak anak muda memilih fleksibilitas dan mobilitas dibanding komitmen panjang yang berisiko. Mereka memilih menyewa rumah atau apartemen dengan sistem tahunan, agar bisa beradaptasi cepat jika kondisi hidup berubah.
Biaya Tersembunyi dan Ilusi Simulasi
Banyak anak muda tergoda dengan brosur KPR yang menjanjikan cicilan ringan. Namun setelah dihitung secara menyeluruh, ternyata total biaya yang harus dibayar bisa jauh lebih besar dari harga rumahnya.
Simulasi cepat: untuk rumah senilai Rp500 juta dengan DP 20% (Rp100 juta), sisa Rp400 juta akan dicicil selama 20 tahun. Dengan bunga efektif 8--9%, total pembayaran bisa mencapai Rp850 juta hingga Rp950 juta. Itu belum termasuk:
Biaya provisi
Asuransi jiwa dan properti
Biaya notaris
Pajak pembelian (BPHTB)
Biaya administrasi
Setelah semua dihitung, rumah yang awalnya "terjangkau" bisa terasa sangat mahal. Inilah yang membuat banyak calon pembeli muda membatalkan niatnya. Apalagi jika gaji tidak naik, inflasi makin tinggi, dan kebutuhan lain terus menuntut.