Mohon tunggu...
Benny Eko Supriyanto
Benny Eko Supriyanto Mohon Tunggu... Aparatur Sipil Negara (ASN)

Hobby: Menulis, Traveller, Data Analitics, Perencana Keuangan, Konsultasi Tentang Keuangan Negara, dan Quality Time With Family

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Batas Tipis Realitas dan Tipuan: Ancaman Deepfake di Era AI Tanpa Regulasi

11 Juni 2025   11:00 Diperbarui: 11 Juni 2025   11:35 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemkomdigi Bergerak: Akankah Cukup?

Menanggapi derasnya gelombang kecanggihan AI ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) berencana meluncurkan Roadmap atau peta jalan AI pada bulan Juni. Peta jalan ini diharapkan menjadi pondasi awal bagi lahirnya regulasi penggunaan AI di Indonesia.

"Jadi mohon bersabar, Juni insya Allah roadmap-nya keluar, kemudian dari situ kita akan turunkan ke dalam bentuk regulasi AI," ujar Meutya Hafid, Menteri Komunikasi dan Digital, dalam sebuah acara resmi.

Namun, pertanyaannya: cukupkah roadmap itu menjawab kecepatan perkembangan AI yang terus melesat?

Meutya mengakui bahwa prosesnya masih dinamis, dengan diskusi yang terus berjalan bersama para pemangku kepentingan. Tantangannya jelas: AI bergerak sangat cepat, sementara regulasi biasanya berjalan lambat. Jika roadmap dan regulasi datang terlambat, masyarakat akan dibiarkan tanpa perlindungan di tengah gelombang disinformasi berbasis AI.

Belajar dari Negara Lain: Jangan Sampai Kita Terlambat

Beberapa negara sudah mulai bergerak cepat. Uni Eropa, misalnya, mengesahkan AI Act yang mengatur kategori risiko AI, mulai dari risiko minimal hingga risiko tidak dapat diterima (unacceptable risk). Amerika Serikat juga sudah menyusun regulasi untuk membatasi penggunaan deepfake dalam kampanye politik.

Indonesia harus belajar dari sana. Jika kita terlalu lambat, kita akan menjadi pasar empuk bagi pelaku disinformasi global. Terlebih lagi, ketika ada pesta demokrasi seperti Pemilu atau Pilkada, teknologi deepfake bisa digunakan untuk memanipulasi opini publik.

Tak hanya regulasi, yang paling mendesak adalah literasi digital masyarakat. Percuma punya aturan ketat jika masyarakat kita mudah terpancing hoaks. Literasi digital harus dimasukkan dalam kurikulum pendidikan formal, pelatihan bagi ASN, hingga kampanye masif di media sosial.

Etika dan Moral di Tengah Kemajuan Teknologi

Pada akhirnya, persoalan AI bukan semata-mata soal teknologi, melainkan soal etika. Di tengah kebebasan digital yang semakin liar, harus ada kesadaran kolektif bahwa inovasi tak boleh mengorbankan kebenaran. Kreativitas bukan berarti bebas memalsukan realitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun