Awal tahun 2025 menjadi mimpi buruk bagi dunia industri dan tenaga kerja Indonesia. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus terjadi, ribuan karyawan kehilangan pekerjaannya, dan sejumlah pabrik terpaksa gulung tikar.
Dalam tiga bulan pertama tahun ini saja, lebih dari 14.000 pekerja terdampak PHK dari berbagai perusahaan besar, termasuk Sritex Group (10.665 karyawan), Yamaha Music (1.100 karyawan), dan PT Adis Dimension Footwear serta PT Victory Ching Luh (2.500 karyawan).
Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa banyak perusahaan yang tiba-tiba melakukan efisiensi besar-besaran?
Daya Beli Melemah, Industri Terpukul
Menurut Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, salah satu penyebab utama PHK massal ini adalah melemahnya permintaan dalam negeri.
Daya beli masyarakat yang turun terlihat dari:
Deflasi selama lima bulan berturut-turut di Indonesia
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang melambat
Dengan lesunya daya beli, produk-produk lokal semakin sulit terjual, membuat industri kesulitan mempertahankan produksi dan tenaga kerja.
Serangan Impor dan Kebijakan yang Longgar
Tak hanya itu, kebijakan baru justru semakin memperparah kondisi industri dalam negeri. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 disebut-sebut mempermudah masuknya barang impor ke Indonesia.
Hasilnya? Produk-produk luar negeri membanjiri pasar, memukul industri lokal yang semakin kesulitan bersaing.