Mohon tunggu...
Benny Eko Supriyanto
Benny Eko Supriyanto Mohon Tunggu... Aparatur Sipil Negara (ASN)

Hobby: Menulis, Traveller, Data Analitics, Perencana Keuangan, Konsultasi Tentang Keuangan Negara, dan Quality Time With Family

Selanjutnya

Tutup

Money

Gelombang PHK Industri Padat Karya: Ancaman Serius bagi Ekonomi Indonesia

3 Maret 2025   10:00 Diperbarui: 3 Maret 2025   08:18 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buruh dan karyawan keluar pabrik melintas di samping patung pendiri Sritex HM. Lukminto di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha (kumparan.com)

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal kembali mengguncang industri padat karya di Indonesia. Pada akhir Februari 2025, sekitar 11.000 pekerja kehilangan pekerjaan, dan angka ini diprediksi akan terus bertambah. Kondisi ini tidak hanya menimbulkan kekhawatiran sosial, tetapi juga berpotensi menggagalkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dipatok sebesar 5,2% pada akhir 2025.

Menurut pengamat pasar modal Ibrahim Assuaibi, PHK massal ini akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat, terutama kelas menengah. Ketika daya beli turun, sektor properti, otomotif, dan konsumsi rumah tangga pun ikut melemah. Bahkan, ia menilai prediksi Bank Dunia yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi hanya akan mencapai 3,3% lebih realistis dibandingkan dengan target pemerintah.

Dampak dari gelombang PHK ini tak hanya dirasakan pada aspek ekonomi, tetapi juga sosial. Banyak pekerja yang kembali ke desa akibat kehilangan pekerjaan, yang menurut analisis dapat meningkatkan tingkat kriminalitas di daerah pedesaan. Selain itu, beban pada sistem jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan juga semakin berat karena banyaknya pekerja yang bergantung pada bantuan tersebut.

Sritex Group menjadi salah satu perusahaan besar yang terdampak, dengan lebih dari 10.000 pekerja terkena PHK akibat penghentian operasional mulai Maret 2025. Selain itu, PT Yamaha Music Product Asia dan PT Yamaha Indonesia juga berencana menutup pabriknya di Bekasi, yang akan berdampak pada sekitar 1.100 pekerja.

Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah mencoba mengatasi tekanan ekonomi dengan berbagai insentif, seperti diskon tiket pesawat, potongan tarif tol, serta bantuan bagi industri properti dan kendaraan listrik. Namun, para ekonom menilai langkah ini hanya bersifat jangka pendek dan tidak cukup untuk mengatasi akar masalah. Bhima Yudhistira dari Celios bahkan menyoroti bahwa pemerintah lebih fokus menarik investasi baru daripada melindungi industri yang sudah ada.

Ketidakpastian ekonomi pada kondisi saat ini semakin besar. Jika tidak ada strategi jangka panjang yang lebih konkret, ancaman PHK massal ini bisa menjadi bom waktu bagi ekonomi nasional. Pertanyaannya, Bagaimana langkah-langkah strategis pemerintah untuk mengatasi badai ini sebelum terlambat? Semoga badai PHK dapat segera berhenti dan kondisi ekonomi Indonesia bisa semakin membaik

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun