Keempat, integrasi perspektif sosio-demokrasi dalam penyusunan kebijakan pangan strategis melalui penguatan peran BUMN, peningkatan partisipasi petani dalam pengambilan keputusan, dan pengembangan mekanisme perlindungan sosial bagi petani kecil. Hal ini sejalan dengan amanat konstitusi yang menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama penyelenggaraan negara.
Melampaui Abolisi: Membangun Tata Kelola yang BerkeadilanÂ
Kasus abolisi Tom Lembong bukan sekadar episode kontroversial dalam dinamika politik hukum Indonesia, melainkan cermin dari tantangan struktural yang dihadapi bangsa ini dalam mewujudkan tata kelola yang berkeadilan. Ketegangan antara audit negara yang objektif dan ampunan politik yang subjektif mengungkap perlunya reformasi mendasar dalam sistem pengawasan kekuasaan eksekutif, penguatan ideologi sosio-demokrasi dalam kebijakan pangan (konsolidasi Nasional yang tidak mengenal tawar-menawar), dan pembangunan mekanisme pencegahan korupsi yang berbasis partisipasi publik.
Optimalisasi uji PTUN melalui clemencial review dapat menjadi instrumen penting untuk memastikan akuntabilitas dalam penggunaan hak prerogatif presiden. Namun, reformasi ini harus diiringi dengan penguatan kapasitas kelembagaan dan penjernihan parameter objektif untuk pengujian keputusan abolisi. Tanpa hal ini, PTUN hanya akan menjadi ritual formal yang tidak mampu memberikan perlindungan substantif terhadap supremasi hukum.
Penegakan konsolidasi Nasional dalam kebijakan pangan memerlukan komitmen politik yang kuat untuk menempatkan kepentingan petani kecil dan kedaulatan pangan sebagai prioritas utama. Hal ini tidak dapat diwujudkan melalui retorika semata, melainkan membutuhkan transformasi struktural dalam tata kelola impor komoditas strategis, penguatan peran BUMN sebagai stabilisator pasar, dan pembangunan sistem perlindungan sosial yang komprehensif bagi petani.
Pencegahan korupsi melalui reformasi sistemik dan partisipasi publik mensyaratkan integrasi temuan audit sebagai dasar pengambilan keputusan, transparansi informasi yang dapat diakses publik, dan pembentukan badan pengawas independen yang melibatkan multipihak. Reformasi ini tidak hanya akan mencegah terulangnya kasus seperti Tom Lembong, tetapi juga membangun fondasi tata kelola yang lebih akuntabel dan responsif terhadap kepentingan rakyat.
Pada akhirnya, keadilan seyogyanya tidak dinegosiasikan dengan kepentingan politik sesaat. Supremasi hukum dan kedaulatan pangan merupakan dua pilar fundamental yang harus dijaga untuk memastikan bahwa Indonesia dapat mewujudkan cita-cita sosial demokrasi sebagaimana diamanatkan sebagai dasar Negara (Pancasila). Kasus Tom Lembong harus menjadi momentum pembelajaran untuk membangun sistem yang lebih kuat, bukan preseden yang melemahkan fondasi negara hukum yang telah dibangun dengan susah payah.
Dan akhirnya Tom Lembong pun belajar apa artinya intervensi negara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI