Bab 1: Dentingan Emas di Dasar Zohreh
Bagian III
Bagian sebelumnya: Raven Putih di Ambang Perang (Bab I, Bagian I-II)
Jenewa pagi itu basah, tetapi angin musim semi membawa aroma rumput yang baru dipotong, seolah-olah kota ini masih percaya akan kedamaian. Di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di gang Rue des Alpes—tempat di mana diplomat kadang bersembunyi dari diplomasi—Ethan Vance duduk menunggu dengan punggung menghadap dinding, kebiasaan yang tak pernah ia buang sejak perang Bosnia.
Ia memesan kopi hitam tanpa gula dan menolak krimer. “Pahit mengingatkan pada realitas,” katanya pada pelayan yang bahkan tak bertanya. Tangan kirinya bermain dengan pemantik tua, hadiah dari seorang mata-mata Inggris yang hilang di Istanbul. Tangan kanannya menggenggam tablet dengan layar menyala setengah: catatan Nagi, sebagian terenkripsi, sebagian seperti ditulis untuk dibaca hanya oleh satu orang—Lena.
Tak lama kemudian, Lenathea Petrova masuk.
Ia mengenakan mantel wol abu-abu dengan kerah tinggi, dan mata yang lelah terlalu sering menatap sinar neutron. Tidak ada pelukan, tidak ada sapaan. Hanya diam yang menukik seperti burung pemangsa di langit yang tenang.
“Kamu terlihat lebih tua,” kata Lena akhirnya, duduk tanpa melepas mantel.
“Dunia membuat kita semua demikian, 'kan?”
“Bukan dunia. Tapi pilihanmu.”
Ethan menarik napas. “Kamu percaya ini ulah Elias?”