Ia meletakkan tablet, memejamkan mata, dan membiarkan suara hujan menyusup ke dalam pikirannya seperti kenangan tak diundang. Tapi malam itu, tidur tak datang. Hanya mimpi separuh sadar tentang laboratorium terbakar, suara tawa Nagi, dan bunyi seperti lonceng dari inti atom yang meledak dalam diam.
...☆ ...
Pagi hari di markas besar IAEA, Wina. Gracia Sharma berdiri di depan layar besar dalam ruang evaluasi tertutup. Di sekelilingnya, para analis dan penasehat diplomatik menyimak dengan cemas. Di layar: peta digital dunia dengan titik-titik merah berkedip—lokasi isotop uranium yang tercatat secara resmi. Namun ada satu lintasan baru, tidak teregistrasi, melintasi perbatasan Iran melalui Laut Kaspia, menuju wilayah yang sepenuhnya gelap dalam radar IAEA.
“Ini bukan penyimpangan logistik biasa,” ujar Gracia. Suaranya tenang, tapi tegang seperti dawai biola sebelum digesek.
“Dari mana data itu berasal?” tanya seorang diplomat Rusia, penuh skeptisisme.
“Fasilitas pemantauan isotop Swiss dan kerjasama sandi dengan IAEA Eropa Tengah,” jawabnya. “Kami menemukan korelasi dengan sistem sirkulasi aktif dari isotop uranium 60%. Dalam istilah lain—seseorang sedang memindahkan material yang tak seharusnya bisa dipindah tanpa diketahui dunia.”
“Anda menuduh Iran?”
“Saya tidak menuduh. Saya membaca data.”
Hening sejenak. Kemudian seseorang dari panel bertanya, “Apa kode internal dari jalur ini?”
Gracia menatap layar, memperbesar peta, dan menunjuk ke garis tipis berwarna emas.
“Zohreh.”