Mohon tunggu...
Benito Sinaga
Benito Sinaga Mohon Tunggu... Petani, pemburu, dan peramu

Marhaenism - IKA GMNI. Memento politicam etiam artem complexam aequilibrii inter ideales et studia esse. Abangan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Raven Putih Di Ambang Perang (Bab I, Bagian I-II)

18 Juni 2025   16:45 Diperbarui: 19 Juni 2025   17:44 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di ruang pemantauan isotop—dikelilingi layar datar, getaran server, dan dengung tak terdengar dari mesin cryo—Dr. Lenathea Petrova berdiri mematung di depan simulasi spektrum. Ada sesuatu yang tidak lazim dalam grafiknya. Garis emas tipis membelah kurva stabil: sinyal isotop uranium 60% yang menyimpang dari rerata kontrol. Terlalu teratur. Terlalu bersih. Seakan bukan alam yang berbicara, melainkan manusia yang menulis.

Lenathea mengamati anomali pemantauan isotop (Sumber: ai 2025)
Lenathea mengamati anomali pemantauan isotop (Sumber: ai 2025)

“Ini bukan kebocoran biasa,” gumamnya dalam bahasa Rusia yang tak sempat diterjemahkan ke pikiran siapa pun. Jari-jarinya melayang, membuka layer demi layer metadata.

Lena, begitu biasa ia dipanggil oleh rekan-rekannya yang kini lebih banyak berada dalam catatan obituari ilmiah daripada direktori hidup, mendekatkan wajahnya ke layar. Tanda isotopium-nya tak berubah—tetapi korelasi suhu lingkungan, aliran logam pendingin, dan data resonansi menandakan perekayasaan yang mustahil dilakukan secara kebetulan.

Ia tahu sinyal ini. Pernah ia lihat skemanya, dalam surat tua yang tidak pernah ia balas. Sebuah catatan dengan pinggiran terbakar yang pernah dikirim oleh seseorang yang kini ia sangka mati. Seseorang yang, entah mengapa, masih membekas seperti proton dalam inti hidupnya yang nyaris meluruh.

“Elias...” bisiknya, nyaris seperti mantra kutukan.

...☆ ...

Di sisi lain dunia, di ruang rapat berpanel kayu di Langley, Ethan Vance menatap keluar jendela. Matanya kosong, seperti selalu. Tapi pikirannya tidak. Ia sedang berada dalam reruntuhan memorinya sendiri—lima tahun lalu, pegunungan Korea Utara, dan laporan intel yang salah. Sebuah uji coba nuklir yang seharusnya hanya simulasi, ternyata memantik perang diplomatik yang hampir tak tertanggungkan.

“Mr. Vance, Anda masih bersama kami?”

Suara itu memecah lamunannya. Seorang analis muda di seberangnya menunggu konfirmasi. Di atas meja: rekaman data dari fasilitas isotop Swiss, laporan dari IAEA, dan—yang paling mengejutkan—salinan catatan teknis yang bertuliskan tangan seseorang yang seharusnya telah menjadi arang di laboratorium Teheran.

“Tulisan Elias Nagi,” ujar Ethan perlahan. “Gaya kurvanya tidak berubah. Dia selalu menulis ‘Z’ seperti petir.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun