tapi tentang seberapa ikhlas langkahmu.
Selesai menulis, Gino mencoba menaruh buku itu di rak. Tangannya gemetar. Beberapa buku jatuh berdebam pelan. Ia tersenyum kecil.
Tak tahu bahwa senyum itu adalah pamit terakhirnya.
---
Dua jam kemudian, Nia tiba di rumah ayahnya. Ia merapikan buku-buku yang berserakan, lalu membuka buku catatan pemberiannya. Saat membaca puisi di halaman terakhir, matanya berkaca-kaca.
"Hm... Bapak ternyata hobi nulis puisi dan cerpen," gumamnya.
"Apa maksud Bapak menulis ini?"
Belum sempat dijawab, ponselnya berdering.
Nama di layar: Mas Nur.
"Nia, kamu di mana?"
"Aku di rumah Bapak."