Mohon tunggu...
Tiyang polos
Tiyang polos Mohon Tunggu... Jagain warung

Ingin berpetualang baru dan mencari saudara baru sekaligus merangkai kata demi kata menjadi sebaris kalimat yang tidak begitu berguna

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Surat dari Ayah untuk langit

1 September 2025   15:57 Diperbarui: 1 September 2025   15:57 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tuhan
Apa kabarmu hari ini?
Aku harap Engkau tidak sesibuk tetanggaku
yang tiap sore masih sempat
menyetel musik keras-keras
sambil memamerkan motor barunya.

Tuhan
Aku ingin menangis
hatiku perih seperti sandal jepit
yang sudah bolong tapi tetap kupakai ke masjid.
Aku terlindas kebutuhan
terinjak kemiskinan
sampai rasanya doa-doa
cuma jadi asap yang buyar di langit malam.

Istriku, dua belas tahun bersamaku,
masih menyimpan tanya dalam diamnya:
"Mas, kapan belikan aku emas?
Kapan ajak aku jalan-jalan,
sekadar makan bakso di kota sebelah?"
Aku membaca wajahnya
yang makin hari makin pandai menyembunyikan kecewa,
tapi tetap saja bocor di tatapan matanya.

Anakku yang baru SD bertanya polos:
"Yah, kenapa kita miskin?
Kan kita rajin shalat."
Aku hanya bisa tersenyum,
mengusap rambut ikalnya,
lalu berbisik,
"Tuhan sedang bekerja."
"Emang?" katanya,
lalu pergi meninggalkanku dengan tanda tanya
yang lebih besar dari gaji bulananku.

Tuhan
Andai boleh aku minta
turunkan seperempat dulu saja,
tak perlu miliaran,
cukup untuk beli emas sepuluh gram
dan menambal atap bocor
yang setiap hujan ikut menangis lebih keras dariku.

Aku menatap langit
menunggu jawaban yang tak kunjung jatuh.
Lalu kuambil penaku
dan kutulis selembar surat:

"Tuhan, maaf...
hari ini aku libur ibadah."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun