Mohon tunggu...
Banta Johan
Banta Johan Mohon Tunggu... Pekerja Sosial

Saya adalah seorang pekerja sosial. Saya menyukai kegiatan membaca dan menulis dan mempelajari banyak hal-hal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Dapur Ibu

11 September 2025   16:58 Diperbarui: 11 September 2025   16:58 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Seorang Ibu Sedang Memasak (Sumber: Meta AI)

Ibu saya sangat suka memasak. Dapur seperti tempat suci baginya. Sebuah kuil untuk menjalankan ritual sehari-hari: memasak nasi, sayur lodeh, menggoreng ikan, dan tempe, atau membuat segala jenis kue yang ia tahu cara mengolahnya. Dengan semua itu ia menciptakan cinta dan kasih sayangnya kepada kami, anak-anak dan suaminya.

Ibu pergi dua tahun lalu, setelah pertengkaran hebat dengan ayah. Waktu itu saya masih kelas 2 SMA. Pulang sekolah, ibu sudah tidak ada. Saya hanya mendapati ayah yang duduk termenung di kamarnya.

"Di mana ibu, ayah?" tanya saya.

Ayah hanya diam saja. Saya keluar dari kamarnya, mencari ibu ke semua sudut rumah, memanggilnya. Namun saya tak pernah menemukannya. Saya kembali ke kamar ayah dan kembali bertanya:

"Ayah, di mana ibu?" mata saya mulai sembab.

Ayah menatap saya, tatapan yang menyiratkan kesedihan dan ia berkata:

"Ibumu telah pergi meninggalkan kita, Nak."

Mendengar itu, lutut saya terasa lemas, saya menangis keras. Saya tak tahu mengapa ibu dan ayah bertengkar, hingga membuat ibu pergi tiba-tiba. Segalanya berlangsung dengan cepat. Selama ini mereka terlihat baik-baik saja. Rupa-rupanya mereka menyembunyikan pertengkaran dari saya. Kakak saya yang menceritakan semuanya kepada saya. Sejak saat itu, dapur menjadi sunyi.

Semenjak kepergian ibu, saya masih suka duduk lama di dapur, mengenang masa kecil ketika saya sering menungguinya memasak dengan perasaan tidak sabar. Namun sekarang ibu sudah tak ada di sana. Ia tak lagi mondar mandir di dapur. Saya hanya menyaksikan dapur yang sunyi. Mata saya tertuju pada  peralatan-peralatan yang dulu ibu gunakan saat memasak. Tak lagi terdengar denting sendok yang beradu dengan piring. Tak lagi tercium aroma masakan ibu. Semua hampa. Yang ada hanya peralatan-peralatan dapur yang tampak muram, seolah berduka dengan kepergian ibu.

Biasanya pada pagi hari sebelum saya membuka mata, saya mencium aroma nasi goreng yang menguar hingga ke kamar saya. Dan saya tersenyum sebab tahu bahwa nasi goreng buatan ibu adalah yang terenak di dunia. Sekarang saya merasakan tanpa ibu, hidup saya tak akan lagi sama. Kini hanya kenangan yang mengucur deras di dalam kepala saya. Saya membayangkan itu semua dengan dada yang sesak, dan mata yang mulai basah. Saya menangis. Hari itu saya menyadari bahwa di dapur ibu tidak hanya memasak; ia menciptakan kenangan. Saya akan duduk di dapur setiap kali saya kangen kepadanya, meskipun itu sangat menyiksa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun