Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Infak Sepuluh Ribu Perak

12 Mei 2024   09:27 Diperbarui: 12 Mei 2024   10:55 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hanif mengangguk dan tersenyum.

"Kamu tahu arti namamu?"

"Lurus."

"Ya, lurus. Ayah ingin kamu jadi orang yang lurus. Lurus sejak dari niat. Ayah juga ingin lurus. Maka sedapat mungkin amal baik kita hanya Allah yang tahu."

Hanif memeluk ayahnya. Perasaan sedihnya telah menguap di udara. Ia bangga dan bahagia memiliki seorang ayah yang dermawan dan rendah hati.

Pak Manan mengusap-usap rambut Hanif, lalu berkata, "Ayah bangga. Kamu mau menyisihkan uang jajan buat infak ke masjid atas nama Ayah."


Kedua anak beranak itu masih terus berpelukan. Pak Manan merasakan keharuan yang dalam. Hanif mengulas senyum di bibir dan hati. Ia tak akan sedih lagi bila nanti kawan-kawannya mengatai ayahnya sebagai orang kaya yang pelit. Akan ia hadapi dengan senyuman. Ia pun akan terus mengajak teman-temannya untuk bermain di lapangan rumput kecil di depan rumahnya. Ia yakin, suatu hari nanti pasti ada yang mau bermain lagi dengannya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun