Lalu kami berpelukan sebagaimana biasanya sampai dia merasuk ke dalam hati. Hati yang lama letih dan teronggok patah. Dia melanjutkan sedu sedannya bersama linangan mataku.
Sudah! Sudah! Hiburku sambil menatap pohon bunga kamboja yang mendinginkan pusara. Sementara angin membawa kenangan lagi. Aku mengusap lembut tubuh mungilnya.
Tak mengapa. Kami pernah dicintai. Kami pernah digunakan cukup baik! Sambungku.
Ya! Barangkali sudah saatnya kita mengabaikan ruang penyimpan barang-barang usang ini. Kita lemparkan saja, sebelum hari-hari menjadi kasar. Dia menjawab yang mana cukup mengagetkanku.
Aku mendekapnya setuju. Memang inilah waktunya, untuk kembali dari kekuatan kenangan yang hampir tidak memedulikan untuk melihat surga biru Tuhan melalui bumi yang terus berputar ini.
Lalu aku membawanya dengan kasih dan kami berjalan menyatu.
Hanya kami berdua. Hatiku dan Aku