Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Satu Tambah Satu Sama dengan Satu

11 September 2019   23:00 Diperbarui: 11 September 2019   23:00 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru Bakri membuat geger sekolah. Guru matematika yang sudah dikenal kawak ini mulai diprotes. Orang tua murid melalui POM juga sudah ancang ancang mengajukan surat sanggahan yang bisa saja berujung pemakzulan. Kepala sekolah sebagai pemegang otoritas tertinggi mulai gerah untuk bersiap siap menggelar klarifikasi. Namun siswa sebagai pelaku pembelajaran nampak lebih fokus kepada pelajaran selumrahnya murid. 

Sebagai anak anak yang menjalani studi, mereka lebih berotak bening, open mind dan logis, tidak terpengaruh dengan kontroversi yang enggak terkorelasi, seperti jarum kpai,meributkan soal prestasi dan peraturan hukum, dua masalah yang berbeda, sementara anak anak peserta audisinya fokus dengan tepok bulunya.

"Emang pak Bakri ngajar satu tambah satu sama dengan satu, gituh?" begitu moms Lince mencecar putri cantiknya sambil mlotot mlotot.

"Iya sih mami.." sahut Lince imut  sambil menjilati es doger.

"Eh, satu tambah satu bukannya dua?" Moms jadi ikut ga pasti gitu, sambil menghitung jari jemarinya sendiri guna meyakinkan.

"Iya sih mami. Itu kan aritmetika, kita semua tau kok.." Lince menyaut masih dengan menyedot doger, namun kali ini berseling dengan menyedot ingusnya.

"Terus maksudnya pak Bakri apa ya?"

"Engga tau mi, tanya aja ke orangnya"

"Ah, biar aja besok dirapatin kumite. Mami males"

"Terserah"

Pagi esok sudah berjejal, terlebih para ibu yang ngendem kesal dan tanda tanya, perihal isu  matematika plintiran dari pak guru Bakri. Meski engga sampe ngacung ngacungkan benda ditangan atau tangan kosongan, para ibu dikomandoi ketua kumite bergegas menjelang ruang  prinsipal,  bapak kepala sekolah.

"Sabar yah para ibu, kita berkumpul di aula saja ya" Kepsek segera eksen guna menghindari benturan yang bisa berujung anarkis. Diikuti ibu ibu siswa mereka memasuki ruang aula.

"Pak Bakri nya mana pak kepsek?"

"Sebentar akan kami panggil ibu" Kepsek lari lagi mencari pak Bakri yang asik mengajar.

"Hayuuk" kepsek mengasih kode dengan telunjuknya. Pak guru Bakri mengikuti kemauan bosque, setelah meninggalkan kerjaan soal ke siswa kelas.

Mereka berdua melangkah masuk aula yang sudah riuh. "Begini ibu ibu, to the point saja, ini pak Bakri akan memberikan klarifikasi tentang isu metematika yang mohon maap, mungkin telah meresahkan orang tua murid. Silakan pak Bakri" bapak kepsek membuka pertemuan. Lalu pak Bakri mengambil corong, menatap hadirin dihadapannya dengan kalem. Suasanapun beralih hening.

"Jadi pertama saya ucapkan maaf bila ada persepsi yang misleading. Langsung ke masalah mtk satu tambah satu sama dengan satu ini adalah memang lompatan saya setelah anak anak selesai memahami bahwa satu tambah satu sama dengan dua" hadirin mulai cermat menyimak.

"Sekarang ibu ibu setuju engga kalo matematika hanya sebagian kecil dari kehidupan. Ini kita semua mesti sepakat dulu. Kalo engga mik akan saya putus, nih" sambung pak Bakri bergaya seperti Saut Situmorang. "Gimana bu? Sepakat?" . "Setujuu!" suara di aula membahana.

"Baiklah. Sekarang saya boleh tanya kan? Ibu ibu kerjanya apa sekarang?"

"Ibu rumah tangga, pak!". "Saya kerja karir, pak", "Saya catering, pak", "Saya dokter, pak!" ibu ibu ramai berbarengan merespon.

"Okeh cem macem kan bu? Ada yang bisa ngerjain semuanya sekaligus engga bu?"

"Enggaaak!!" serempak para ibu menjawab.

"Nah, ini juga menandakan bahwa pekerjaan ibu hanya sebagian kecil dari kehidupan.  Artinya bahwa kehidupan itu begitu luas, tak terhingga. Oke?

"Oke Bosque.." ibu ibu didepan bersuara lantang.

"Baik. Sekarang mulai panas nih. Ada tiga titik manusia, yaitu kehidupan, kematian dan keabadian, yang kita kasih angka sama, masing masing satu. Jadi kehidupan ditambah kematian artinya, satu ditambah satu, jadi sama dengan berapa bu?"

"Duaakk.." para ibu menjawab kompak, sementara pak Bakri terlihat terkekeh.

"Saya mau tanyak. Apakah bisa, kita fokus di kehidupan dan kematian sekaligus?" pak Bakri berdiri memandang para ibu. " Kan, sekarang ibu fokus bekerja di kehidupan, tidak di kematian, betul?"

"Betuul"

"Tadi kehidupan itu kita kasih angka berapa?"

"Satuuu"

"Jadi satu ditambah satu sama dengan satu" pak Bakri meyakinkan.

"Jadi satu tambah satu sama dengan satu, pak" para ibu manggut manggut seperti kurang terima.

"Lha ia lah, masak lha iya dong!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun