Pada level tiga, pemikiran reflektif diterapkan pada suatu kejadian, sampai seseorang mengidentifikasi  faktor tertentu signifikan. Bergerak melalui tiga tingkat pertama seseorang tumbuh secara bertahap lebih sadar akan keberadaan dan penggunaan jenis pemikiran yang disebut repleksi kontemplasi atau pembatinan. Â
Pada tingkat berikutnya, dalam analisis proses, proses mental repleksi kontemplasi atau pembatinan  diterapkan pada proses berulang lainnya (serupa) hingga proses ini dapat dibagi dalam subproses dan kondisi antara seperti berjalan dapat dibagi dalam langkah dan jejak. Struktur proses mental muncul secara signifikan.
Pada level lima, repleksi kontemplasi atau pembatinan  pada keadaan pikiran yang membingungkan digunakan untuk menghasilkan semacam hipotesis tentang apa yang mungkin menjadi penyebab kebingungan. Jika pertanyaan dijawab, dan kebingungan berkurang, hipotesis ternyata benar. Jika tidak, teka-teki tersebut seharusnya memperbaiki pertanyaan - bermanfaat -.
Akhirnya, dalam evaluasi diri proses berpikir itu sendiri dievaluasi dan dikenakan penilaian konstruktif sesuai dengan kriteria objektif. Melintasi tiga level teratas, seseorang tumbuh secara bertahap lebih sadar akan struktur,asal-usul, dan nilai dari proses berpikir itu disebut repleksi kontemplasi atau pembatinan. Â
Repleksi kontemplasi atau pembatinan  yang disengaja tampaknya mengarah pada kesadaran akan sesuatu yang tidak jelas pada awalnya. Pertanyaan reflektif dapat digunakan oleh seorang Guru atau Dosen atau Peserta Didik  sebaya untuk memfokuskan pemikiran reflektif.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut jelas mengandung unsur-unsur (dorongan) yang harus diingat oleh Peserta Didik  ketika pada saat yang sama suatu mata pelajaran (dengan gagasan, gambar, atau emosi yang terkait) diserahkan dalam pikiran itu.
Entah bagaimana kesamaan antara ide-ide yang dihasilkan oleh bisikan dan subjek harus memicu hasil repleksi kontemplasi atau pembatinan.  Jadi repleksi kontemplasi atau pembatinan  harus melibatkan perbandingan dua proses mental - status quo dan opsi yang memungkinkan.
Entah bagaimana otak manusia mampu memonitor dua proses mental secara online, atau membandingkan dua proses mental yang berlangsung, atau untuk memegang dua representasi dari prosesnya sendiri dan membandingkannya, dan untuk menemukan elemen yang dapat dinilai sebagai setara atau bahkan sama.Â
Ini adalah aktivitas metakognitif karena metakognisi dapat dengan mudah didefinisikan sebagai kognisi tentang kognisi. Dari sudut pandang ini, repleksi kontemplasi atau pembatinan  mengarah pada pengetahuan metakognitif, yaitu pengetahuan tentang proses kognitif seseorang.
Sikap adalah  perbedaan yang jelas dalam repleksi kontemplasi atau pembatinan  bukan karena berbagai jenis repleksi kontemplasi atau pembatinan.  Menurut analisis yang diberikan di atas, ini dapat ditafsirkan sebagai makna  pada dasarnya semua jenis repleksi kontemplasi atau pembatinan  melibatkan perbandingan dua (atau lebih) proses mental dalam beberapa cara.