Mohon tunggu...
Bagas Kurniawan
Bagas Kurniawan Mohon Tunggu... Biotechnologist and Food Technologist

Konsultan Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan. Penulis Artikel. Berbagi ilmu dengan cara santai. Blog pribadi: https://www.nextgenbiological.com/ Email: cristanto.bagas@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekuatan Kata dalam Membentuk Persepsi dan Realitas

12 September 2025   09:49 Diperbarui: 14 September 2025   00:06 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Brett Jordan

Pernahkah Anda merasa semakin cemas setelah mendengar berita yang penuh kata-kata negatif seperti krisis, sulit, atau resesi? Padahal, kondisi keuangan pribadi Anda tidak berubah signifikan. Fenomena ini menunjukkan bahwa kata-kata tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga mampu memengaruhi cara kita merasakan dan merespons dunia.

Dalam konteks kehidupan sehari-hari, bahasa yang kita gunakan baik untuk diri sendiri maupun orang lain berperan besar dalam membentuk persepsi, keyakinan, dan akhirnya realitas. Artikel ini akan membahas bagaimana kata bisa bekerja pada pikiran sadar maupun bawah sadar, serta bagaimana efeknya terhadap perilaku individu dan masyarakat.

Kata sebagai Bingkai Realitas (Framing)

Bahasa adalah jendela kognisi. Menurut teori framing, cara sebuah isu dipresentasikan akan memengaruhi cara orang memaknainya (Entman, 1993). Misalnya, ketika media menggambarkan kondisi ekonomi dengan istilah "sulit" atau "krisis," masyarakat lebih mudah melihat situasi secara negatif, meskipun data ekonomi sebenarnya hanya stagnan.

Sebaliknya, jika situasi yang sama diberi bingkai sebagai "tantangan" atau "transisi," orang akan lebih cenderung mencari peluang. Perbedaan satu kata bisa menghasilkan interpretasi dan respons emosional yang sangat berbeda.

Bahasa dan Alam Bawah Sadar

Kekuatan kata tidak berhenti pada pikiran sadar. Studi tentang priming menunjukkan bahwa paparan kata tertentu bisa memengaruhi perilaku tanpa kita sadari. Penelitian Bargh, Chen, dan Burrows (1996) menemukan bahwa ketika partisipan terpapar kata-kata yang berasosiasi dengan "usia tua," mereka berjalan lebih lambat setelah eksperimen, meskipun tidak diberitahu apa hubungannya.

Dalam konteks sosial, ketika seseorang terus-menerus mendengar kata "krisis," alam bawah sadarnya akan menyiapkan tubuh dan pikiran dalam mode bertahan. Detak jantung meningkat, hormon stres dilepaskan, dan kecenderungan untuk menahan diri dalam mengambil keputusan menjadi lebih kuat.

Kata sebagai Ramalan yang Terpenuhi Sendiri

Bahasa bisa menjadi self-fulfilling prophecy, yaitu keyakinan yang akhirnya terwujud karena memengaruhi tindakan kita. Jika masyarakat percaya bahwa ekonomi sulit, mereka akan mengurangi belanja, menunda investasi, dan menyimpan uang lebih banyak. Pada skala besar, perilaku ini justru membuat perputaran ekonomi melambat, sehingga kondisi benar-benar terasa sulit (Merton, 1948).

Sebaliknya, ketika kata yang dipilih mengarah pada optimisme misalnya "pemulihan" atau "kesempatan" masyarakat bisa lebih percaya diri, konsumsi meningkat, dan investasi mengalir. Dengan demikian, bahasa menjadi salah satu faktor yang membentuk kenyataan sosial.

Bahasa juga berkaitan erat dengan emosi. Kata-kata positif seperti "harapan" atau "kemajuan" dapat merangsang pelepasan hormon dopamin, yang berhubungan dengan motivasi dan rasa bahagia (Berridge & Kringelbach, 2015). Sebaliknya, kata negatif memicu pelepasan kortisol, hormon stres yang meningkatkan rasa cemas.

Inilah alasan mengapa psikoterapi kognitif sering menekankan perubahan pola bahasa diri (self-talk). Mengganti kalimat "Saya tidak mampu" menjadi "Saya sedang belajar" dapat mengubah perasaan tidak berdaya menjadi semangat berkembang.

Efek kata semakin besar ketika digunakan dalam wacana publik. Pemimpin politik, tokoh masyarakat, hingga media massa memiliki peran besar dalam menentukan kata-kata yang membentuk opini. Contohnya, istilah "penghematan" (austerity) bisa membuat publik menerima kebijakan pemotongan anggaran sebagai hal yang rasional, meskipun dalam praktiknya menimbulkan kesulitan sosial.

Dalam isu lingkungan, kata "perubahan iklim" terdengar lebih netral dibanding "krisis iklim." Pergeseran istilah ini terbukti memengaruhi seberapa serius publik merespons isu tersebut (Nisbet, 2009).

Kekuatan Kata dan Kehidupan Sehari-hari

Kekuatan kata bukan hanya milik media atau pemerintah. Dalam kehidupan pribadi, kata-kata yang kita pilih setiap hari menentukan suasana hati dan relasi dengan orang lain.

Beberapa contoh nyata:

  • Mengatakan "Saya sibuk sekali" bisa memicu rasa tertekan, sementara mengganti dengan "Saya sedang produktif" bisa memunculkan rasa pencapaian.

  • Menyebut masalah sebagai "tantangan" membuat otak lebih fokus mencari solusi daripada hanya meratapi kesulitan.

  • Dalam interaksi sosial, kata "tolong" dan "terima kasih" terbukti memperkuat hubungan interpersonal dan kepercayaan.

Jika ditarik ke skala besar, pola bahasa yang berulang bisa menciptakan budaya tertentu. Budaya optimisme, misalnya, banyak dipengaruhi oleh kecenderungan masyarakat menggunakan kata yang memberi harapan. Sebaliknya, budaya pesimis bisa terbentuk jika kata-kata negatif mendominasi percakapan publik.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kata-kata tidak hanya membentuk realitas individu, tetapi juga realitas kolektif.

Strategi Memanfaatkan Kekuatan Kata

  1. Sadari pola bahasa diri: perhatikan kata yang sering muncul dalam self-talk. Apakah cenderung positif atau negatif?

  2. Gunakan re-framing: ubah kata "masalah" menjadi "tantangan," "kegagalan" menjadi "proses belajar."

  3. Pilih kata publik dengan hati-hati: bagi pemimpin atau komunikator, setiap istilah bisa memengaruhi ribuan orang.

  4. Seimbangkan realitas dengan optimisme: penting untuk jujur pada data, tapi cara menyampaikan juga harus memberi arah yang membangun.

Kesimpulan

Kata adalah alat sederhana yang memiliki kekuatan luar biasa. Dari membentuk persepsi individu hingga menciptakan realitas sosial, kata-kata bisa menjadi jembatan menuju optimisme atau jebakan menuju pesimisme.

Pernyataan bahwa menyebut "ekonomi sulit" dapat memengaruhi alam bawah sadar hingga berdampak pada diri sendiri memang benar. Kata membentuk frame, memicu emosi, memandu tindakan, dan akhirnya menciptakan realitas.

Karena itu, penting bagi kita semua, baik sebagai individu maupun masyarakat,untuk lebih bijak memilih kata. Dengan kata yang tepat, kita bisa membentuk persepsi yang sehat, keyakinan yang membangun, dan realitas yang lebih baik.

Daftar Pustaka

Bargh, J. A., Chen, M., & Burrows, L. (1996). Automaticity of social behavior: Direct effects of trait construct and stereotype-activation on action. Journal of Personality and Social Psychology, 71(2), 230--244. https://doi.org/10.1037/0022-3514.71.2.230

Berridge, K. C., & Kringelbach, M. L. (2015). Pleasure systems in the brain. Neuron, 86(3), 646--664. https://doi.org/10.1016/j.neuron.2015.02.018

Entman, R. M. (1993). Framing: Toward clarification of a fractured paradigm. Journal of Communication, 43(4), 51--58. https://doi.org/10.1111/j.1460-2466.1993.tb01304.x

Merton, R. K. (1948). The self-fulfilling prophecy. The Antioch Review, 8(2), 193--210. https://doi.org/10.2307/4609267

Nisbet, M. C. (2009). Communicating climate change: Why frames matter for public engagement. Environment: Science and Policy for Sustainable Development, 51(2), 12--23. https://doi.org/10.3200/ENVT.51.2.12-23

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun