Lebih - lebih setelah ia terlanjur berkomitmen kepada dua istri,yang keduanya memberi.lima anak. Jejen yang tadinya pendiam dan lembut berkata - kata.
Sekarang gampang meletup, terpancing, apabila.lawan bicaranya ngawur  bicara. Buatnya, dirinya dan segenap mantan penderita lepra, harus mendapat perhatian prioritas.
Lain dulu, lain sekarang. Karena banyak bergiat di masjid, sebagai pengurus, sesuai amanat almarhum Bapaknya, Rumedjo yang jadi ustad, pembina keimanan di lingkungan komplek serba guna.
Perlahan seiring perjalanan usia, Jejen sudah semakin lembut dan bisa mengontrol ledakan kemarahannya.
Emosi mirip kuda liar tanpa pelana. Pelan pelan Jejen sebagai legenda hidup. Â Banyak mengembang senyumnya. Melihat kelima anaknya belajar dan mengaji. Senyum itu makin meleleh saat melihat dua cucunya, terlahir sempurna.
Nikmat Allah SWT, yang engkau dustakan. Batinnya. Ia masih berjuang menegajkan dua bahtera dengan kekuatan enerji harmonisasi.
Juga menggugah, para pengurus koperasi mengembalikan kerugian yang diderita anggotanya. Jumlahnya tidak sedikit.
Perjuangan amar ma'ruf nahi mungkar. Mengajak ke jalan kebenaran meninggalkan kebatilan itu, butuh pedang yang bernama kasih sayang !.
***
Kini saat ia menatap patung warna emas Dokter Sitanala yang terekspos gagah di teras RSUP Â yang dulunya pusat perawatan kusta.
Jejen memiliki sebersit kebanggaan, patung itu dibuatnya bersama Seniornya Sudarman.
Trial dan error, perlu waktu satu tahun untuk membangun kemiripan dengan tokoh medis yang banyak jasanya melayani pengidap kusta di masa lalu.