Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hak Politik Perempuan: Antara Regulasi dan Fakta Politik

11 Agustus 2023   13:20 Diperbarui: 12 Agustus 2023   19:25 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertama; institusi politik, khususnya partai politik. Partai politik harus memaksimalkan kembali kerja-kerja untuk mendorong perempuan akses dalam politik. Partai politik tidak boleh hanya menjadikan perempuan sebagai “partisan” partai, apalagi komidit partai. Akan tetapi, partai politik harus benar-benar menyiapkan pendidikan dan pembinaan khusus melalui proses pengkaderan secara terstruktur, terukur dan berkelanjutan. Sehingga, perempuan-perempuan memiliki kompetensi, skill dan nilai jual (bargaining) politik tersendiri dalam setiap ruang-ruang politik.

Kedua; institusi pendidikan, swasta maupun negeri. Sebagai bagian dari negara, institusi pendidikan harus mengambil bagian dalam mengawal dan memastikan terwujudnya regulasi terkait dengan keterwakilan perempuan dalam politik menjadi sebuah kenyataan politik. Tentunya, institusi pendidikan tidak perlu terlibat jauh dalam dunia perpolitikan. Atau diam-diam berselingkuh ria dengan institusi politik tertentu dalam bentuk memberikan legitimasi maupun mendukungnya secara fulgar.

Institusi pendidikan hanya perlu mengaktifkan kembali tugas-tugas pendidikannya, khususnya bertalian dengan Tridharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian. Di situ institusi pendidikan perlu melalui penelitian terkait dengan faktor-faktor pendukung dan penghambat proses keterwakilan perempuan di parlemen. Hasil penelitian itu kemudian dipublikasi secara luas. Selain memperkuat kembali kajian-kajian terkait dengan pentingnya kesetaraan dan keterlibatan perempuan dalam politik.

Ketiga; lembaga-lembaga NGO juga harus mengambil bagian di dalamnya, mulai dari melakukan sosialisasi hak politik perempuan, melakukan riset dan bilamana memperjuangkan menjadi sebuah fakta politik dalam setiap kontestasi politik. Sampai sejauh ini lembaga-lembaga NGO memiliki rekam jejak yang baik dalam mengawal politik demokrasi. Sehingga, perlu kiranya untuk diupgrade dan diintensifkan kembali kerja-kerja politik kultural maupun struktural untuk mengawal hak politik perempuan.

Keempat; perempuan itu sendiri perlu menangkap dan memanfaatkan sebaik mungkin ruang dan peluang politik yang diberikan oleh sebuah regulasi maupun oleh institusi politik itu sendiri. Sayang jika perempuan kerjanya hanya berurusan dengan hal ihwal kecantikan dan segala tetek bengetnya. Perempuan harus mengupgrade kemampuan dan kesempatannya untuk ikut serta berpartisipasi dan berkontribusi aktif dalam membangun bangsa dan negara melalui jalur politik. Tentunya, hal demikian dapat dilakukan dengan cara perempuan harus ikut serta dalam setiap proses pembinaan dan pengkaderan yang tersedia melalui pelbagai jalur dan saluran. Selain, menumbuhkan kesadaran literasi di dalamnya.

Terakhir dalam rangka untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen, perlu ada gebrakan baru di dalamnya. Di antaranya adalah mendirikan institusi politik perempuan. Misalnya, mendirikan Partai Perempuan Indonesia (PPI) atau apalah namanya. Dengan partai perempuan tersebut, maka ikhtiar memperjuangkan hak-hak politik perempuan malah lebih terorganisir, terstruktur, sistematis dan massive. Karena partai perempuan akan menjadi rumah aspirasi dan inspirasi khusus bagi perjuangan perempuan dalam politik. Hal demikian sekiranya tidak ada masalah alias sah-sah saja. Apalagi konstitusi kita tidak secara khusus melarangnya.

Di luar sana sudah banyak institusi yang menggunakan jenis kelamin tertentu. Khususnya institusi-institusi organisasi masyarakat. Ada organisasi perempuan yang begitu banyak. Muhammadiyah dan NU sebagai organisasi masyarakat (Islam) terbesar dan tertua dalam sejarah kebangsaan kita saja memiliki organisasi khusus untuk perempuan. Bukan saja pada pusat organisasi, akan tetapi hampir merata pada semua tingkatan ada organisasi perempuan. Di dalamnya bukan laki-laki yang memimpin, akan tetapi perempuan sendiri yang memimpin. Di Muhammadiyah ada namanya organisasi Aisyiah dan di NU ada Muslimat NU.

Selain itu, ada juga organisasi yang menamakan dirinya sebagai “Kongres Ulama Perempuan Indonesia” yang disingkat dengan KUPI. Organisasi ini bukan saja menggunakan nama perempuan sebagai nama organisasinya, akan tetapi spirit dan prospek perjuangan adalah untuk menegaskan pentingnya posisi ulama perempuan, mengakui kerja-kerja mereka, dan mendiskusikan peluang dan tantangannya demi kiprah yang lebih baik melalui kajian keilmuan yang kuat dan teruji yang dipublikasikan dalam bentuk fatwa dan lainnya.

***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun