"Aduh, jiangkrek! Kabuuurrrrr!" dengan sekuat tenaga Dono mencoba melarikan diri.
Brak! Tanpa pikir panjang Dono menutup pintu kantor dengan menggebrakkannya. Ia kemudian berjalan menuju ruang kerja untuk memastikan keadaan Aulia apakah ia baik-baik saja.
Zonk! Lia menghilang. Jejaknya tidak bersisa. Dono sekarang hanya bisa mondar-mandir di depan komputer kebingungan.
"Aku harus menelepon Bos untuk melaporkan kejadian ini!"
Ponsel Damaskus berdering. Segera ia mengangkat telepon dari anak buahnya itu.
"Ada apa, Dono? Bukankah kita sudah bahas ini? Apa kamu mau kucarikan karyawan baru sebagai teman lemburmu?"
Â
"Bukan itu, Bos! Lia, Bos!"
"Lia bukannya sedang cuti sakit?"
"Di... diaaa tadi bbb berangkat..." Dono terbata-bata dalam kalimatnya disebabkan oleh shock yang masih menghinggapi dirinya.
"Ngomong yang jelas, Don! Ojo mencla-mencle ngono!" tegas Damaskus.
"Lia menghilang, Bos... Dan tadi ada Genderuwo di kantor, Bos!" Blak- blakan Dono menjelaskan situasi terkini di kantor.
"Kamu ngomong apa sih, aneh aneh saja! Sudah, saya mau istirahat."
Blek. Telepon ditutup...
"Rencana berhasil. Kalau ini benar-benar bisa meningkatkan jualanku, kau kubayar dua kali lipat, Joko." Damaskus, dengan tanpa merasa berdosa, ia telah menghalalkan berbagai cara demi usahanya tidak bangkrut. Lebih jauh lagi, ia tidak mau kalah saing dengan Toko Batik Umar yang konon setiap harinya bisa menghasilkan tiga ribu resi untuk dikirim ke seluruh Indonesia.
"Kau sudah tahu akan risikonya, Damaskus. Kowe wis ngerti, ndang di- ati-ati!" Joko, pria berblangkon yang tadi memanggil Genderuwo tersebut memandang Damaskus dengan pandangan yang misterius. Dan dalam hitungan detik ia sudah hilang dari pandangan Damaskus. Joko pergi meninggalkannya di halte bus sendirian.
"Tunggu saja kau, Umar, usahaku nggak akan kalah saing!" gumam
Damaskus lirih.
***
Tiga ribu resi dalam semalam. Luar biasa. Atau luar binasa? Dede, Rusdi, dan Arok sampai kebingungan. Bagaimana bisa dalam semalam toko celana jeans yang belakangan hanya mentok di lima ratus resi bisa mendapat
Â
tiga ribu resi semalam? Mau senang tapi susah. Mau bilang susah tapi kok senang.
"Byuh, byuh, byuhhh. Kaget aku! Benar-benar kaget!" ucap Rusdi yang
mendapati ada tiga ribu pesanan di layar komputer.
"Kau tahu caranya nyiapin pengiriman dan nyetak resi nggak, Rus?"
tanya Arok.
"Aku nggak tahu, aku kan cuma tukang menata barang. Kalau kau bagaimana, De?" jawab Rusdi menimpalkan pertanyaan pada Dede.
"Aku malah ora ngerti kaiki, aku kan tugasnya cuma packing barang sama mengisi stok di rak-rak." Mereka bertiga buntu. Tidak menemukan solusi.
"Ada apa ribut-ribut pagi begini?" suara yang mudah dikenali itu muncul. Ya, Damaskus, Si Bos Toko Online Damaskus's Jeans.
"Pak, ada tiga ribu resi yang harus dicetak. Tapi, kami semua ngga ada yang mengerti caranya, Pak. Sementara ini kan harus dikirim segera, Pak!" Rusdi menjelaskan situasi saat ini.
"Kalian tenang saja, saya sudah mendatangkan tiga orang pekerja tambahan untuk membantu kalian di masa seperti ini. Saya sudah persiapkan jauh-jauh hari," jawab Damaskus tenang seolah menganggap ini bukan masalah besar. Dan memang ini bukanlah masalah besar baginya, memang inilah yang dia inginkan sejauh ini. Dengan mengorbankan salah satu pekerjanya sebagai tumbal untuk Genderuwo semalam, maka terwujudlah hajat-nya.
Tiga pekerja yang dipersiapkan Damaskus sudah datang. Tanpa banyak basa-basi mereka langsung mengerjakan semua tugas yang ada, Rusdi, Arok, dan Dede pun demikian. Mereka semua bekerja bersama. Bahu membahu, saling meng-cover satu sama lain. Hingga sore tiba, semua pekerjaan baru bisa terselesaikan. Namun, ada satu hal yang tidak disadari sedari tadi oleh
Â
Rusdi dan kawan-kawan. Ya, ke mana Dono? Memang dia belakangan lembur, tapi kenapa hari ini dia tidak tampak batang hidungnya sama sekali? Apakah lembur tadi malam begitu berat sehingga hari ini ia tak kuasa untuk berangkat?
"Kok aku baru ngeh, Rus. Dono hari ini ora ono kabar sama sekali ya! Aku terlena sama tiga ribu resi tadi pagi itu," ujar Dede membuka sesi pulang kerja yang penuh lelah itu.
"Kamu bener, De, aku juga baru ngeh. Kamu tahu nggak dia di mana,
Rok??" Rusdi melempar pertanyaan pada Arok.