Denting jam dinding tak sanggup mengusik keseriusan Dono mengerjakan perintah Bos; mencetak resi pengiriman Tiktok Shop. Total sejauh ini ia sudah mencetak tujuh ratus lima puluh enam resi, tinggal dua ratus empat puluh empat lagi menuju angka seribu. Malam minggu, seharusnya pada jam ini ia sudah bercengkrama dengan sahabat-sahabatnya di Warkop Bu Endang sebagai agenda rutin, namun karena harus lembur, maka agenda tersebut harus ditunda.
Sudah tiga hari Dono lembur begini, disebabkan Lia yang tak kunjung berangkat ke kantor. Niat hati Dono ingin menjenguk Lia, namun apa daya, ponselnya tidak menyala dan rumahnya cukup jauh untuk dijamah ia yang setiap hari berangkat kerja naik sepeda jengki kuno peninggalan kakeknya.
"Lia... Lia..., kamu kapan berangkat lagi sih? Aku kan jadi harus lembur terus begini!" keluh Dono sambil masih menahan mouse di tangan kanan dan keyboard di tangan kirinya.
"Mana Pak Bos sering ngilang lagi. Aku jadi ngeri kalo sendirian di kantor begini," tambahnya.
Benar. Selama tiga hari Lia tidak berangkat, selama kurun waktu itu pula bos jarang terlihat di kantor. Ia hanya menghubungi Dono melalui WhatsApp untuk menyuruhnya lembur.
Lalu, sebuah suara dentuman kecil mengusik lamunan Dono.
"Astaga!!! Suara apa itu?" Dono terkejut, sontak ia meninggalkan ruang
kerjanya untuk memeriksa dari mana asal suara itu datang.
Dono melangkah perlahan. Satu kaki di depan kaki lainnya. Sedikit demi sedikit sambil membungkukkan badan, yang entah mengapa ia harus melakukan pembungkukan semacam ini. Yang jelas saat ini bulu kuduknya berdiri merinding, mengiringi suasana creepy lembur malam minggu ini.
Â
Mendekat..., mendekat..., mendekat..., dan... "Woy!!!" seseorang berteriak.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAKH! Kamu rupanya, Lia! Bikin kaget saja.
Kukira ada apa..."
Ternyata dentuman kecil itu berasal dari Lia yang datang secara tiba- tiba dan secara pecicilan dia menabrak pintu besi di tempat parkir kantor.
"Itu tadi aku kebentur pintu parkiran, loro buanget, Mad!!" ujarnya mengklarifikasi.
"Ya sudah deh, bagus kalo kamu udah berangkat gini. Kan aku jadi ada temannya."
Di tempat lain, Pak Bos, Damaskus, sedang berdiri termenung di sebuah halte bus yang sepi di pinggir kota. Pandangannya mondar-mandir. Kakinya sesekali menepuk-nepuk tanah, tanda bahwa ia sedang gelisah.
"Ke mana sih, si Aneh itu? Janjinya malam ini prosesi puncak, tapi kok belum muncul batang hidungnya," keluh Damaskus menunggu seseorang yang tak kunjung datang.
Dari kejauhan, sosok tinggi kurus berpakaian serba hitam disertai blangkon khas Yogyakarta berjalan mendekat. Sosok tersebut adalah orang yang sedang ditunggu Damaskus.
"Bisa kita mulai sekarang?" tanya Damaskus.
Tanpa menjawab, pria tersebut hanya mengangguk dan kemudian melakukan gerakan-gerakan "aneh" untuk memanggil sosok dari "alam lain". Dengan tujuh mantra kramat, dan syarat-syarat yang telah terkabul, maka muncullah "Sang Pemberi Rezeki Instan".
"Wo, laksanakan." Dengan mantap Pria Blangkon itu memerintahkan Sang Pemberi Rezeki Instan untuk melakukan tugasnya.
Â
Sementara itu, di kantor...
"Kamu kenapa to, sudah tiga hari ini tidak berangkat? Aku jadi repot harus lembur begini. Sementara kau tahu kan, admin di kantor ini cuma aku sama kamu. Aku bagian shift pagi sampai sore, kamu bagian shift sore sampai malam..." Dono mencoba mengonfirmasi apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan teman kerjanya tersebut.
"Sudah tiga hari ini perutku sakit terus, Don. Makanya aku izin nggak berangkat, lha nek semaput neng kene kan repot?" jelas Lia.
"Makanya, kamu tuh jangan jajan sembarangan, udah gitu kalau makan
harus pedas, merkoro pancen!" jawab Dono.
"Lha, itu dia yang aneh, Don. Aku selama seminggu terakhir ini sudah tidak makan sembarangan seperti saranmu waktu itu, tapi anehnya aku malah sakit perut secara random begini."
"Waduh... Kok bisa ya?"
"Tapi, syukurlah, sejak tadi pagi perutku sudah mendingan. Mungkin
sakitnya bosan sendiri ya menetap tiga hari begitu? Hahaha..."
Tiba-tiba... Bummm!!!
Kembali terdengar dentuman di area parkir kantor. Namun, kali ini suaranya lebih keras dari sebelumnya. Pertanda apakah ini?
"Jiannnn, suara lagi. Ini sebenarnya ada apa sih? Kok suasana kantor
jadi aneh gini semenjak kamu sakit!" Dono mengeluh kesal. "Udah, kita cek bareng-bareng wae!" ujar Lia. "Semoga kali ini bukan hal buruk."
Â
Langkah demi langkah mereka tapaki. Hingga mereka berhasil meraih pintu parkir kantor. Dibukalah pintu kantor oleh mereka berdua.
"Nggak ada apa-apa, kok, tapi kok ada suara?" Dono keheranan. "Don... Sini deh!" Lia menyadari ada kejanggalan.
Dan benar saja. Sebuah goresan cakar menodai dinding halus kantor yang baru saja dicat bulan lalu. Bekas cakarannya sangat besar dan tampak masih baru.
"Don, aku, aaaahhh! Tidak!!!!!"
Sreppp! Sosok hitam bertubuh besar itu langsung menyergap tubuh mungil Lia. Lia berhasil menghindar dan kemudian berlari masuk ke dalam kantor. Sementara Dono masih di parkiran tertinggal.
"Lia! Ada apa? Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!"
Srep! Srep! Srep!